blank
Bernadeta Dani Larissa menunjukkan medali dan piagam prestasi olahraga atletik yang diraihnya, (Suarabaru,id/dok)

  

MAGELANGBernadeta Dani Larissa, gadis kelahiran Magelang 8 April 2000, memiliki bakat yang luar biasa di bidang olahraga atletik, khususnya lari jarak dekat dan lompat jauh.

Anak kedua dari pasangan Damasus Suryo Yuwono dan Agnes Yusni Warastuti sejak kecil pendengaran dan bicaranya tidak sempurna. Karena itu, dia mengenyam pendidikan di sekolah khusus tuna rungu dan tuna wicara.

‘’Saya SD sampai SMP di Dena Opakara Wonosobo. Di sekolah ini saya mulai tertarik olahraga atletik, dan sampai sekarang terus menekuninya,” ujarnya saat ditemui di sekolahnya, SMK Pius X Magelang, kemarin.

Karena memiliki minat di cabang olahraga tersebut, Larissa aktif berlatih dan bergabung di klub NPC Jawa Tengah. Di klub ini dia makin dilatih untuk menjadi atlet difabel yang memiliki prestasi tinggi.

Dari latihan yang rutin ini dia berhasil meraih sejumlah prestasi membanggakan. Terbaru, siswi kelas X jurusan tata boga SMK Pius X Magelang ini meraih juara 1 lari 100 m dan 200 m kelas T+54 Putri pada Pekan Paralympic Provinsi (Peparprov) III Jawa Tengah 2018 di Surakarta.

Pada event ini pula dia meraih juara 3 lompat jauh kelas T+54 putri, sehingga dalam kejuaraan ini Larissa membawa pulang tiga medali beserta piagam. Tidak hanya tingkat provinsi, dia  juga pernah meraih prestasi di tingkat nasional. Yakni juara 3 lompat jauh pada Peparnas tahun 2015 di Bandung.

‘’Bulan Juni nanti saya akan ikut seleksi di Semarang untuk Peparnas tahun 2019 di Papua. Saya akan berlatih lebih keras lagi dan serius untuk bisa lolos ke Papua,’’ katanya yang dalam berkomunikasi didampingi guru pendamping, Rita Ayu Budi Astuti.

Di luar lintasan atletik, perempuan yang dikenal ceria ini juga memiliki prestasi akademik yang bagus di sekolahnya. Larissa juga tidak minder meskipun dia anak yang spesial di lingkungan rekan-rekan satu kelas yang normal.

Di sekolah, dia tidak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan rekan-rekannya yang normal. Pasalnya, sejak sekolah dasar sudah diajari untuk mengenal mimik wajah dan pelafalan dari mulut lawan bicaranya.

‘’Di sekolah asyik, saya diperlakukan sama dengan murid lainnya,” ungkap gadis yang suka memasak mangut lele, sate ayam, bolu kukus dan combro.

Rita sebagai guru pendamping mengaku, Larissa memang anak yang mudah sosialisasi dengan kawan-kawannya di sekolah. ‘’Dia selalu ceria dan mudah menangkap pelajaran. Sekolah kami memang sekolah inklusi dan sekarang ada 10 siswa berkebutuhan khusus yang belajar di sini,’’ terangnya.

(Suarabaru.id/dh)