blank
Jika pembaca melewati jalur pantura di Rembang, akan melihat keindahan alam.(Foto: Djamal AG)

REMBANG – Ada syair lagu yang berbunyi: “Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman”. Sepenggal bait lagu dari band legendaris Koes Plus berjudul “Kolam Susu”, yang nge-hits tahun 1970-an tersebut memiliki makna yang dalam. Satu kalimat sederhana yang memberi gambaran begitu kaya, subur, dan indahnya alam negeri ini.

Sebuah daerah yang memiliki panjang pantai 65 kilometer yang disebut Kabupaten Rembang, terletak ujung timur wilayah Provinsi Jateng ini menawarkan keanekaragaman kekayaan dan keindahan alam, budaya, tradisi, dan agama.

Bupati Rembang, H Abdul Hafidz mengatakan, ada sejumlah portofolio produk pariwisata daerahnya, terbagi ke dalam tiga segmen yang dikembangkan, yaitu kultural atau budaya, nature atau alam, dan manmade atau buatan.

Termasuk banyaknya peninggalan sejarah, membuat daerah berjuluk penghasil garam ini memiliki begitu banyak keistimewaan yang tidak dimiliki daerah lain.

Potensi wisata yang berlimpah membuat pemerintah dan warga di Kabupaten Rembang ini berlomba-lomba “membangunkan”, sekaligus mengembangkan dan menata destinasi wisata baru. Mereka menyadari sektor ini memiliki multiplier effect alias dampak berganda. Tidak hanya menyumbang inkam bagi daerah, tapi juga banyak menyerap tenaga kerja dibanding sektor lain.

Pemerintah kabupaten melirik potensi alam yang tak akan habis, yakni pariwisata. Dana puluhan milyar sudah digelontorkan untuk mempercantik obyek wisata yang sudah ada.

“Bagaimana masyarakat bisa menciptakan kondisi yang kondusif dalam destinasi pariwisata agar pembangunan pariwisata bisa berjalan baik, sehingga masyarakat bisa mendapatkan manfaat ekonomi,” kata Abdul Hafidz.

Menurut Bupati, sekarang ada perkembangan yang cukup bagus di kalangan masyarakat desa pantai. Mereka tengah berlomba menata kawasan pantai di desa masing-masing, kemudian mengajak masyarakat umum agar mau mengunjunginya.

Tak berheti di situ, mereka berani promosi dengan cara memasang spanduk atau papan iklan di tempat strategis untuk menawarkan obyek wisata di desanya, lengkap dengan fasilitasnya.

Tempat wisata baru itu umumnya menonjolkan keindahan panorama pantai, dan menawarkan berbagai permainan anak, serta menyediakan jasa lomban (pesiar laut) dengan menggunkan perahu nelayan.

Awalnya, di Rembang cuma Pantai Kartini yang dikenal sebagai obyek wisata bahari. Pantai ini terletak di Desa Tasikagung, Kecamatan Kota Rembang. Kemudian disusul pantai Caruban yang pernah dijadikan tempat berlangsungnya lomba voli pantai tingkat nasional.

Tiga tahun lalu, masyarakat Desa Punjulharjo  membuka obyek wisata baru yang diberi nama Pantai Karang Jahe, dan sekarang ramai pengunjungnya. Langkah Desa Punjulharjo itu kemudian diikuti warga Desa Balung Mulyo, Kecamatan Kragan, dengan menata Pantai Mbalongan yang memiliki pasir putih dan hutan cemara cukup lebat.

Pantai Mbalongan kini juga ramai pengunjungnya, lebih lagi setelah pihak pengelola (desa) mempromosikan keindahan alam pantai itu lewat spanduk dan baliho yang dipasang di tempat-tempat strategis.

Tak lama kemudian, warga Desa Tritunggal, Kecamatan Kota Rembang juga membuka obyek wisata bahari baru, yang dinamai Pantai Nyamplung. Obyek wisata ini tak berbeda jauh dengan obyek wisata pantai lainnya yang mengandalkan pasir putih dan hutan cemara.

Kemudian, warga Wates, Kecamatan Kaliori, juga tak mau ketinggalan mempromosikan keindahan pantai di desanya yang klaim paling bagus. Di pantai ini, selain memiliki hutan cemara, juga memiliki pemandangan bagus, karena terdapat gugusan pulau kecil, yakni Pulau Marongan dan Pulau Gede.

“Warga siap mengantar pengunjung ke Pulau Marongan atau Pulau Gede, dengan perahu nelayan,” kata Sanyoto, warga setempat.

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Rembang, Dwi Purwanto menjelaskan, greget warga desa untuk menata pantai dan membuka obyek wisata bahari baru merupakan hal positip. Itu semua menunjukkan bahwa masyarakat mulai sadar akan pentingnya menjaga kebersihan dan keindahan alam.

Apa lagi, katanya, beberapa desa sudah bisa merasakan hasilnya dari obyek wisata tersebut. Tak terkecuali warga di sekitar obyek wisata, juga bisa mendapatkan hasil dari berjualan di tempat wisata tersebut.

Agar semua obyek wisata bisa hidup, Dwi Purwanto berharap masing-masing desa pengelola obyek wisata mau menjalin komunikasi. Harapannya, obyek wisata satu dengan obyek wisata lainnya bisa bersinergi. Jika hal itu bisa dilakukan, pengunjung akan merasa puas, karena bisa mendapatkan semuanya.(suarabaru.id/Djamal AG)