blank
Tempat mengolah sampah mandiri di Pasar Kebonpolo, Kota Magelang, (Suarabaru.id/dok)

 

MAGELANG – Pasar Kebonpolo Kota Magelang konsisten mengolah sampah menjadi pupuk kompos kering dan cair. Hal itu sangat membantu mengurangi volume sampah yang masuk ke tempat pembuangan sampah akhir (TPSA) Banyuurip.

Suryanto, petugas TPA Pasar Kebonpolo menerangkan, upaya mengolah sampah mandiri di PasarKebonpolo dimulai tahun 2015. Aneka jenis sampah dari dalam pasar baik organik maupun anorganik dikelola sendiri menjadi pupuk yang bernilai guna.

‘’Awalnya dibuat pengolahan sampah ini untuk ikut lomba pasar tingkat provinsi dan nasional. Pengolahan sampah mandiri ini menjadi terobosan pertama yang kemudian diikuti pasar lainnya, seperti Pasar Rejowinangun, Pasar Gotong Royong dan pasar Cacaban,’’ katanya  kemarin.

Menurutnya, hadirnya tempat pengolahan sampah mandiri ini  memberi manfaat baik bagi lingkungan pasar maupun Kota Magelang. Di tempat ini mampu memproduksi pupuk kompos kering dan cair yang bisa dijual dan menghasilkan pendapatan.

‘’Jelas suplai sampah ke TPSA Banyuurip berkurang, karena sampah dari pasar bisa diolah sendiri. Terlebih, kapasitas di TPSA terus berkurang dan diperkirakan beberapa tahun ke depan tidak bisa menampung lagi,’’ ujarnya.

Dia menuturkan, ada dua jenis kompos yang dihasilkan dari  pengolahan sampah di Pasar Kebonpolo, yakni kering dan cair. Kompos kering berasal dari sampah organik dan anorganik yang dikumpulkan petugas. Kompos cair berasal dari limbah bumbu dapur, limbah air kelapa, limbah buah-buahan dan limbah daging.

Proses kompos kering dari sampah dipilah-pilah antara organik dan anorganik. Lalu digiling dan dicampur ramuan bakteri tetes tebu, bekatul dan arang. Selanjutnya dimasukan ke dalam bak yang disediakan untuk ditimbun.

‘’Seminggu sekali diaduk agar tidak muncul jamur. Berjalan satu bulan dipindah lagi ke bak kedua dan satu minggu berikutnya baru bisa dikemas,” tuturnya.

Untuk proses kompos cair, lanjut Suryanto, air dari limbah daging maupun dari pembersihan lingkungan dialirkan ke penampungan pembuatan limbah sampah. Setelah itu limbah cair dirotasikan (diputar) di mesin dan dicampur beberapa kandungan untuk membuat limbah tidak bau dan didiamkan selama sebulan.

‘’Proses kompos cair lebih lama, karena tiap hari ada perputaran dan harus didiamkan selama sebulan. Setelah itu dipindahkan ke bak yang lain dan didiamkan selama setengah bulan sebelum bisa diambil hasilnya,’’ terangnya.

Irwanto, petugas lain menambahkan, setelah pengolahan selesai, kedua jenis pupuk tersebut dijual dengan harga terjangkau. Pupuk kering dijual dengan harga Rp 10.000 per bungkus dan pupuk cair Rp 10.000/botol. Setiap bulan sedikitnya 5-10 bungkus dan botol pupuk dibeli masyarakat baik warga pasar maupun umum.

‘’Tadinya kami membuat pupuk kering dan pupuk cair ini untuk lingkungan pasar saja. Karena banyak yang minat, akhirnya kita jual ke masyarakat umum. Lumayan pemasukannya untuk operasional kita,” ungkapnya.

Dia menambahkan, pupuk kompos hasil olahan ini memiliki banyak manfaat. Seperti limbah buah-buahan untuk merangsang percepatan pertumbuhan, sedangkan limbah bumbu dapur untuk membunuh serangga di tanaman.

‘’Sejauh ini kami masih konsisten mengolah sampah ini menjadi pupuk yang bermanfaat. Harapannya ke depan makin meningkat produksinya dan kian banyak yang menerima manfaatnya,’’ harapnya. (Suarabaru.id/dh).