blank
Tanto Mendut menjelaskan koleksi yang disimpan di Museum Lima Gunung kepada para pengunjung, (Suarabaru.id/dh)

MAGELANG- ‘’Presiden Lima Gunung’’, Sutanto Mendut, pada 5 Februari  2019 merayakan ulang tahunnya ke 65. Menandai hari lahirnya, Tanto panggilan akrabnya, meresmikan pembukaan museum  yang menyimpan berbagai koleksi perjalanan seni para seniman petani  dari lima gunung.

Museum yang berlokasi di belakang rumahnya itu diberi nama Museum Lima Gunung. Di dalamnya terdapat berbagai macam koleksi tentang perjalanan seni  para seniman lima gunung. Antara lain patung, topeng, wayang, lukisan, sejumlah kostum tarian, gamelan, alat musik, buku, foto, kliping pemberitaan berbagai media massa tentang aktivitas seni, tradisi dan sosial budaya Komunitas Lima Gunung   yang berjalan selama 17 tahun .

Juga terdapat puluhan lukisan kaca karya Waged,  seorang pelukis kaca dari Kota Magelang dan lukisan kaca dari Cirebon.  Peresmian  bangunan museum dengan ukuran 7 meter x 20 meter persegi dilaksanakan mulai pukul 05.00 diiringi
tarian yang dibawakan  Mbah Suprapto Suryodharmo dari Padepokan Lemah Putih, Plesungan, Karanganyar  yang berkolaborasi dengan  sejumlah seniman dari Komunitas Lima Gunung.

Tanto Mendut mengatakan, isi dari museum yang dibangun sejak dua tahun lalu itu sebagian besar merupakan hasil “hunting” yang dilakuk an dirinya puluhan tahun silam di berbagai daerah di Jawa. ‘’Sebagian besar barang-barang di dalam museum ini merupakan hasil  mencari di berbagai daerah di Jawa yang saya lakukan puluhan tahun lalu. Sedang lainnya merupakan hasil karya dari para seniman Komunitas Lima Gunung,’’ tutur suami dari Mammi Katto ini.

Dia memberi contoh koleksi di dalam museumnya merupakan koleksi langka yang jarang diketahui banyak orang. Seperti satu set peti wayang kulit Cirebonan karya sang maestro wayang  Rastika, topeng Madura, topeng Wonosobo, wayang golek Cirebon, wayang Wonosobo, wayang kulit khas Kedu serta kliping berita-berita maupun foto-foto kegiatan dari Komunitas Lima Gunung yang bertajuk Festival Lima Gunung I tahun 2002 hingga  XVII pada 2018.

‘’Dari sekian koleksi wayang kulit yang disimpan di museum,  wayang kulit karya Rastika dari Cirebon ini dinilai sangat istimewa. Karena, selain jumlahnya mencapai 200 wayang, juga untuk tokoh punakawan terdapat sembilan wayang . Ini jauh berbeda dengan wayang Jawa yang jumlah punakawannya hanya ada empat wayang,’’ kata Tanto.

Sutanto mengatakan, museum  tersebut dibangun  bukan hanya untuk mengoleksi hal yang bersifat material, barang mahal atau berusia tua, tetapi juga menyimpan tentang cara berpikir dan nilai kehidupan para seniman dari Komunitas Lima Gunung. Yakni seniman dari Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Menoreh dan Gunung Sumbing.

Dia berharap, kehadiran museum bisa memberikan inspirasi dan memperkaya makna hidup dari seniman petani di lima gunung tersebut. ‘’Ini museum hidup yang akan terus dihidupi oleh komunitas. Museum ini menyimpan nilai hidup (komunitas, red.) Lima Gunung. Kehidupan kami tidak sekadar seni,’’ ujarnya.

Ketua Komunitas Lima Gunung Supadi Haryanto mengatakan  koleksi Museum Lima Gunung yang baru saja diresmikan merupakan simpanan harta besar bagi seluruh seniman petani yang tergabung dalam Komunitas Lima Gunung. ‘’Museum ini identik simpanan harta besar koleksi Komunitas Lima Gunung. Seperti pakaian, lukisan, patung, topeng dan ukiran,” ungkapnya.

Dia menuturkan,  para seniman petani dari Gunung Merapi, Merbabu, Andong , Menoreh dan Gunung Sumbing pun ikut nyengkuyung dalam pembangunannya. ‘’Saat bangunan museum dalam proses pembangunan, kami secara bergantian
ikut terlibat dalam prosesnya dengan menyumbangkan tenaga kami,’’ terangya. (Suarabaru.id/dh)