blank
Seorang tenaga kerja sedang membuat batik, (Suarabaru.id/dok)

 

 

 

MAGELANG – Dua masalah yang dihadapi  pengusaha batik di Kota Magelang sehingga lambat berkembang. Yaitu kekurangan tenaga kerja dan  modal usaha. Kurangnya daya tarik bekerja di perusahaan batik, disinyalir menjadi penyebab sulitnya mencari tenaga yang mau secara penuh bekerja membuat batik.

Hal tersebut dirasakan Naris Pradjoko, pemilik Naris Batik di Kelurahan Jurangombo Selatan. Dia kerap kuwalahan  menerima pesanan dari pelanggan, terutama membuat batik yang cukup ribet baik dari motif maupun bahan.

‘’Masalah yang kerap saya rasakan kurangnya tenaga kerja dan juga modal. Apalagi, kami juga belum punya mesin yang memudahkan proses. Rata-rata tidak tertarik bekerja membuat batik, apalagi dari kalangan anak muda,’’ tuturnya  di rumah produksinya, kemarin.

Meski kendala masih datang menghambat, lanjutna, tetapi pihaknya tetap bersemangat membuat batik khas Magelang. Seperti motif Jagoan, Bayeman, Kanthil, Sekar Jagad, Magelang Sejuta Bunga dan sebagainya, serta yang menjadi ikon Kota Magelang adalah Water Torn.

‘’Saya tetap bekerja keras membuat batik dan makin mempopulerkannya kepada masyarakat luas. Tidak hanya warga lokal Magelang, tapi juga luar kota bahkan luar negeri,’’ katanya sambil menambahkan, pengusaha batik saat ini dihadapkan pada tantangan persaingan dunia usaha yang kian ketat.

Untuk mencegah persaingan tidak sehat, Naris yang memiliki enam karyawan menyatakan, kerap berkomunikasi dengan para perajin lainnya melalui wadah paguyuban. Apalagi, dirinya saat ini menjadi ketua paguyuban sehingga  memudahkan untuk komunikasi.

‘’Anggota paguyuban sekitar 16 perajin batik di seluruh Kota Magelang. Kami sering kumpul dan komunikasi, terkadang juga sharing tentang banyak hal seputar batik serta pemasarannya. Kami juga sering ikut pameran bersama yang hasilnya lumayan,’’ ujarnya.

Kendala serupa dirasakan rumah produksi Batik nAnom di Kelurahan Kramat Selatan. Marni, salah satu pekerja di Batik nAnom mengutarakan, kekurangan tenaga kerap dirasakan saat menerima pesanan banyak dari pelanggan.

‘’Kami  susah mencari tenaga kerja pas pesanan sangat banyak. Apalagi, pesanan memiliki kerumitan sendiri dari motif, warna, bahan dan lainnya. Maka, terkadang kami sampai kewalahan menerima pesanan,’’ ungkapnya.

Namun Marni optimis ke depan usaha batik yang dimiliki Agus Nur Asikin ini terus berkembang dan maju. Mengingat potensi masih bagus baik untuk pasar lokal Magelang maupun luar daerah, bahkan mancanegara.

‘’Beberapa kali batik kami dibeli pelanggan dan dibawa ke luar negeri sebagai oleh-oleh. Memang kami belum kirim sendiri batiknya ke luar negeri, tapi optimis ke depan pasti bisa,” terangnya. (Suarabaru.id/dh).