blank
NURSERY : Inilah nursery, area ternak lalat hitam yang dikembangkan oleh DLH Blora untuk membantu penguraian sampah di TPA sampah. Foto : Ist/Wahono/

BLORA – Untuk menangani sampah yang terus bertambah, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Blora, berinnovasi dengan metode black soldier fly (BSF), populer disebut lalat tentara hitam.

Kepala DLH setempat, Hj. Dewi Tedjowati, Selasa (15/1), membeber kalau sampah telah menjadi ancaman besar kelestarian lingkungan, dan  dampaknya bisa merugikan manusia.

Lantas muncul beragam innovasi, dan kreativitas baru dengan tujuannya agar jumlah sampah di satu wilayah tidak merugikan kesehatan manusia, kata Dewi.

“Cara yang kami kembangkan, menerapkan pengelolaan sampah dengan metode BSF,” tambah mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Blora.

Dari  lalat tersebut, lanjtunya, dimanfaatkan untuk membantu penguraian sampah yang ada di TPA sampah, seperti yang ada di Desa Temurejo, Kecamatan Blora.

“Dari metode  BSF, sampah organik bisa terurai dan ramah lingkungan,” jelasnya.

Dewi berharap, sampah di Kabupaten Blora yang setiap hari terus bertambah, bisa segera terurai secara alami dengan menggunakan metode BSF yang kini tengah dikembangkannya.

“Metode BSF efektif mengurangi volume sampah di TPA, ini jadi solusi soal pengolahan sampah di Kabupaten Blora,” tambahnya.

Efisien

Kelak jika metode ini sudah tertata baik, innovasi BSF tidak hanya untuk sampah di TPA Temurejo, namun TPA sampah lainnya di wilayah Blora.

Kepala Bidang Kebersihan, Pengelolaan Sampah, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun DLH setenmpat, Didik Triarso, menyatakan inovasi mulai diterapkan dan terbukti mampu mengurai sampah lebih cepat serta efisien.

“Awalnya berfikir bagaimana sampah bisa dimusnahkan tanpa mencemarkan lingkungan, akhirnya ami memilih dengan metode BSF tersebut,” bebernya.

Terpisah  Kepala Seksi Pengelolaan Sampah, Prih Hartanto, menambahkan lalat tentara hitam tidak langsung dilepas begitu saja, namun harus diternak atau dikembangbiakkan di area tertentu.

BSF,b tambahnya, dikembangbiakkan di tempat yang disebut nursery. Setelah bertelur, kemudian telur dipisahkan dan ditempatkan ditempat yang berbeda untuk proses penetasan.

“Setelah 10 hari, maka larva tersebut sudah dapat dipanen dan ditebarkan ke tumpukan sampah untuk bekerja mengurai sampah,” jelas Prih Hartanto. suarabaru.id/wahono