blank
DUKUMEN : Saat Lie Kamadjaja (buju putih), terdakwa kasus gula non-SNI, JPU, dan pengacaranya bersama-sama maju ke meja mejalis hakim PN Blora untuk menlihat dokumen bukti persidangan. Foto : Wahono

BLORA – Pengadilan Negeri (PN) Blora, Rabu (12/12), menggelar sidang ke-16 kasus gula non-SNI, dengan agenda tunggal meminta keterangan terdakwa Lie Kamadjaja, mantan Presdir PT GMM (PG Blora) dan Dirut IGN (PG Cepiring).

Sidang digelar di ruang sidang utama dengan majelis hakim Dwi Ananda (ketua), Morindra Kresna dan Endang Dewi Nugraheni (anggota). JPU Kejari Blora Karyono dan Hary Riyadi.

Jaksa Penruntut Umum (JPU) Hary Riyadi, mempertanyakan apakah ada semacam sosialisasi, undangan, rapat kerja atau sejenisnya terkait sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI).

Dijawab Lie Kamadjaja, bahwa selama menjadi Direktur Utama (Dirut) PT Industri Gula Nusantara (IGN) Cepiring-Kendal, dan Presdir PT Gendhis Multi Manis (Blora), mengaku tidak pernah ada undangan rapat sertifikat SNI. Namun, lanjut Kamadjaja, pihaknya memahami perlunya pabrik gula (PG) wajib dilengkapi dengan sertifikat SNI, seperti yang sudah dimiliki PT GMM.

JPU lainnya, Karyono, mempertanyakan sewa gudang di Ngawen, Kunduran, dan Kendal untuk menyimpan gula. Kamadjaja mengakui atas perintahnya kepada Davit (staf), asal bersih, dekat PG, ada listrik, dan tidak banjir.

“Gula itu milik saya, totalnya sekitar 2.000 ton, karena diberi batas waktu oleh Bulog 10 hari harus keluar dari gudang PG,” bebernya.

Rugi

Terkait sertifikat SNI PT GMM, Lie Kamadjaja tetap kekeh pada pendiriannya, bahwa selama menjabat di PT GMM, tidak ada surat pencabutan SNI gulanya. Menjawab pernyataan hakim Morinda Kresna mengapa gula harus dipindah ke gudang sewaan, terdakwa menjelaskan karena proses akuisi dari PT GMM ke Bulog (PT GMM Bulog).

Ditanya kenapa PT GGM dijual (akuisi) ? Kamadjaja membeber mengalami kerugian sekitar Rp 200 miliar atau Rp 25 miliar perbulannya. Kerugian itu, lanjutnya, seharusnya bisa memproduksi gula kristal putih (GKP) dan gula kristal rafinasi (GKR). Kenyataannya, hanya GKP dengan lama produksi idealnya 11 bulan pertahun, tapi hanya terealissasi empat bulan pertahunnya. “Bank BRI juga mendukung penjualan PG PT GMM, karena kami merugi,” ungkapnya.

Hakim Endang Dewi Nugraheni menanyakan masalah pencabutan sertifikat SNI. Lie Kamadaja kembali menjawab, selama di PT GMM, pihaknya tidak pernah mendapat surat pencabutan SNI dari institusi berwenang.

Kamadjaja mengaku baru tahu ada  pencabutan SNI dari penyidik Polda Jateng berupa foto kopi pada  l 5 Juni 2017, sementara sejak November 2016, dia  sudah tidak menjabat lagi di PT GMM. Sidang ditutup pukul 16:55 WIB, dan dilanjutkan sidang ke-17 dengan agenda tutuntan JPU kepada terdakwa digelar Kamis (13/12) siang.

Diberitakan sebelumnya, Presdir PT GMM, Lie Kamadjaja, melalui pengacaranya Heriyanto, membantah gula miliknya (eks gula PT GMM) yang masih tersimpan di dua gudang di Blora, dan disegel polisi adalah gula non-SNI.

Selain itu, mantan Dirut Industri Gula Nusantara (IGN) Kendal menjelaskan, pihaknya menyimpan gula sebanyak  21.957 dan 2.312 karung (dua gudang) di Blora, karena saat itu dalam proses peralihan PG Blora ke PT GMM Bulog.(suarabaru.id/wahono)