blank
PENDUKUNG : Sekda Blora, Komang Gede Irawadi, menerima penghargaan Menko Perekonomian RI, Darmin Nasution, karena Blora sebagai daerah pendukung dan penyalur KUR terbaik. Foto : Ist/Wahono/SB.id

BLORA – Kabupaten Blora mendapat penghargaan dari Kemenko Perekonomian RI, sebagai pemerintah daerah pendukung program Kredit Usaha Rakyat (KUR) terbaik kepada UMKM, sehingga perekonomian rakyat makin meningkat.

Penghargaan diterima Sekda Blora, Komang Gede Irawadi, saat acara pemberian penghargaan bagi pemerintah daerah penyalur KUR terbaik, penjamin KUR dan pendukung program KUR terbaik 2018.

“Penghargaan untuk Blora diterima Sekda, Kamis (22/11), di Jakarta,” jelas Kabag Humas & Protokol Setda setempat, Haryanto, Jumat (23/11).

Di acara tersebut Menko Perekonomian, Darmin Nasution, menjelaskan pemberian penghargaan ditujukan untuk mengapresiasi stakeholder penyalur, penjamin, dan pemerintah daerah.

Untuk mengapresiasi pemberikan pelayanan KUR terbaik di wilayahnya, khusunya usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) sehingga perekonomian meningkat, pemerintah memberikan pengharaag tersebut.

Lapangan Kerja

Sebelummnya, lanjut Haryanto, akhir Oktober 2018 Pemkab Blora juga menerima penghargaan dari Kementerian Keuangan RI atas keberhasilan penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).

Dengan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) atas LKPD, Pemkab Blora menerima penghargaan dari Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian.

Terkait KUR yang diluncurkan pemerintah untuk pemberdayaan UMKM, ternyata berhasil mengatrol pertumbuhan ekonomi nasional, dan menciptakan berbagai macam lapangan pekerjaan serta mengurangi kemiskinan.

“Pemerintah mengapresiasi para penyalur, penjamin dan Pemda pendukung KUR terbaik,” kata Haryanto mengutip Menko Perekonomian RI, Darmin Nasution.

Menurutnya, program KUR telah mengalami beberapa perubahan, baik skema maupun regulasi.

Salah satu perubahan yang telah ditetapkan oleh pemerintah demi mendukung perkembangan UMKM dengan penurunan suku bunga.

“Suku bunga KUR pada 2018 hanya 7 persen, padahal pada 2017 sebesar  9persen, dan 2015-2016 lebih tinggi lagi 12 persen.(suarabaru.id/wahono)