blank
DR. Agus Wibowo

SEMARANG-Membedah fungsi pers dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 terhadap penegakan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia berbasis nilai keadilan, dosen Universitas 17 Agustus (Untag) Semarang Agus Wibowo meraih gelar doktor ilmu hukum dari Program Doktor Ilmu Hukum (PDIH) Universitas Islam Sultan Agung (Unissula).

Pria kelahiran Surakarta 13 Agustus 1962 ini, Jumat pagi (12/10) besok akan mempertahankan disertasinya di hadapan panel penguji ujian terbuka. Ia telah melewati ujian tertutup pada 9 Oktober lalu. Di bawah promotorProf Dr Gunarto SH, SE Akt, MHum dan co-promotor Dr Sri Endah Wahyuningsih SH MHum, Agus Wibowo akan diuji oleh panel penguji terdiri atas Prof Dr Gunarto, Dr Endah Sri Wahyuningsih SH MHum, Dr Anis Mashdurohatun SH MHum, Dr Edi Lisdiyono SH MH, Prof Dr Lazarus Trisetyawan SH MHum, Prof Dr Achmad Busro SH MHum, dan Prof r Eko Soponyono SH MHum.

Dari penelitian yang dilakukan selama dua tahun, Agus Wibowo menyimpulkan hal-hal sebagai berikut. Pertama, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 6 UU Pers,  Pers Nasional akan melaksanakan peranan memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong mewujudkan supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan. Pers, kata alumni SMAN 3 Surakarta itu, juga mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar, melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan juga saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Kedua, pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia dapat diawasi langsung oleh masyarakat melalui penayangan dan informasi yang diberikan melalui pers/ media massa. Secara tidak langsung UU Pers berperan penting dalam penegakan keadilan, selama informasi yang dihasilkan dapat memberikan hal positif bagi masyarakat, khususnya dalam hal penegakan hukum di Indonesia.

Ketiga, pelaku tindak pidana korupsi juga memiliki nilai keadilan yang mesti dijunjung tinggi oleh para penegak hukum di Indonesia. Maka rekonstruksinya berbunyi sebagaimana Pasal 3 UU Pers: (1) Pers Nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, kontrol sosial, menjaga independensi dan melindungi secara seimbang kepentingan pemerintah dan pelaku korupsi. Pasal 6 berbunyi: (c). Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar serta melindungi kepentingan umum dan tersangka secara seimbang.

Upaya Non-Penal

Agus Wibowo yang juga Kepala LPM Untag itu menandaskan, salah satu upaya non-penal yang mempunyai potensi efek preventif dalam penanggulangan kejahatan korupsi ialah media massa/ pers. Maka apabila Pers dimanfaatkan dalam penanggulangan tindak pidana korupsi di Indonesia adalah sudah sesuai dengan kerangka teoretis dalam kebijakan kriminal. Pentingnya pers dimanfaatkan dalam upaya penanggulangan tindak pidana korupsi,karena media massa atau pers mempunyai fungsi yang cukup strategis dalam politik kriminal.

Ayah dua anak dari pernikahannya dengan Sri Indarti ini menjelaskan, ia tergerakanmelakukan penelitian tersebut untuk menganalisis pelaksanaan fungsi pers menurut UU Nomor 40/ 1999 terhadap upaya penegakan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia saat ini.  Lalu, untuk menganalisis apakah pelaksanaan fungsi pers menurut UU tersebut terhadap upaya penegakan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia belum adil. Kemudian untuk menganalisis rekonstruksi fungsi pers dalam UU Pers terhadap upaya penegakan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia yang berbasis nilai keadilan.

“Saya melihat, penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi melalui pendekatan preventif UU Pers merupakan keniscayaan. Media, menurut saya, punya kekuatan iuntuk mendeterminasi penegakan hukum dengan penyajiam hasil-hasil liputannya,” ungkap pria yang biasa dipanggil “Mbah Buyut” itu.

Sejak mahasiswa, alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoropada 1986 itu memang tertarik untuk mengamati kehidupan pers. “Sejak UU Nomor 40 Tahun 1999 lahir, saya makin tertarik. UU tersebut bisa disebut sebagai karya agung reformasi, dan menjadi bagian dari fondasi bagi kemerdekaan berpendapat di Indonesia,” tuturnya. (suarabaru.id/ sl)