blank
Kapolsek Bulukerto Polres Wonogiri, AKP Kukuh Wiyono tampil menjadi guru di ruang kelas SD Negeri Ngaglik Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri. Ini dilakukan, setelah para GTT dan PTT mogok massal.(suarabaru.id/bp)

WONOGIRI – Para personel Bhayangkara Pembina Keamanan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) Polres Wonogiri, dan insan Bintara Pembina Desa (Babinsa) Kodim 0728 Wonogiri, peduli tampil menjadi guru ‘dadakan’ untuk mengajar di ruang-ruang kelas Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Wonogiri. Tindakan ini dilakukan, karena para Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) pada mogok massal.

Kapolres Wonogiri AKBP Robertho Pardede dan Kapolsek Eromoko Iptu Anom Prabowo, melalui Kasubag Humas Polres AKP Hariyanto, menyatakan, para personel Polsek Eromoko diturunkan ke SD Negeri 2 Basuhan, Kecamatan Eromoko, yang tidak ada gurunya karena para GTT-nya cuti mogok. Tidak hanya personel Bhabinkamtibmas yang diturunkan menjadi ‘guru.’ Tapi juga Kanit Sabhara, Kanit Binmas, Kanit Reskrim dan Kasi Humas yang sehari-hari bertugas di Polsek Eromoko. Camat Eromoko, Danang Erwanmto, juga menurunkan para Bidan Desa untuk ikut menjadi guru memberikan pembelajaran kepada para murid.

Demikian halnya yang terjadi di Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri. Kapolsek Bulukerto AKP Kukuh Wiyono, juga peduli menurunkan jajarannya untuk mengajar di ruang kelas SD. Itu sebagaimana yang terjadi di SD Neger 1 Ngaglik, Kecamatan Bulukerto (65 Kilometer arah timur laut Kota Wonogiri). Di Kecamatan Kismantoro, Wonogiri, personel Babinsa Sertu Agung dari Koramil Kismantoro juga peduli tampil menjadi guru di ruang kelas yang tidak memiliki guru.

Seperti pernah diberitakan, pelayanan pendidikan di Kabupaten Wonogiri lumpuh, menyusul ada manuver aksi mogok massal serentak yang dilakukan sekitar 6.000 GTT dan PTT. ”Apa boleh buat, Kepala Sekolah ikut mengajar di ruang kelas,” tutur Sayar, Kasek SD Pijiharjo, Kecamatan Manyaran, Kabupaten Wonogiri. Yang masih aktif masuk hanya terbatas para guru yang berstatus PNS. ”Yang jumlahnya sangat minim,” ujarnya. Di SD Pijiharjo I misalnya, jumlah guru PNS termasuk Kasek-nya hanya 4 orang. Jumlah GTT dan PTT-nya 6 orang. Di SD Pijiharjo 3 dan 4, hanya memiliki masing-masing 2 orang guru PNS. Sejak terjadi aksi mogok Senin (8/10), guru PNS dimaksimalkan mengajar di beberapa kelas.

Guru SMP Negeri Sidoharjo, Umi Wardani, menyebutkan, untuk tetap menjamin agenda pembelajaran berlangsung, guru PNS yang ada harus bertugas di beberapa kelas sekaligus. Caranya, kepada murid diberikan tugas, tanpa harus ditunggui langsung guru. Kasek SD Negeri 2 Dlepih, Kecamatan Tirtomoyo, Wonogiri, Sutarmin, menyatakan, ada 5 GTT dan 2 PTT di sekolahnya yang mogok. ”Kini tinggal tersisa 3 guru PNS, yang harus mengajar di 6 ruang kelas,” tandasnya sembari menyebutkan pihaknya memanggil para guru pensiun untuk peduli mengajar kembali.

Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah Dasar (K3S) Wonogiri, Mahmud Yunus, menyatakan, masalah krisis guru melanda hampir semua sekolah sebagai dampak dari aksi mogok para GTT. Solusinya, para Kasek memanggil para pensiunan guru, pengurus Komite Sekolah, pengawas pendidikan, untuk diaktifkan menjadi guru pengganti. Seorang guru PNS, kini dimaksimalkan mengajar lebih dari satu kelas. Tri Hastuti, Guru SD Negeri VI Wonogiri, harus tampil mengajar sekaligus di tiga kelas.

Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Kabupaten Wonogiri, Gino, menyatakan, untuk sekolah pinggiran dan sekolah yang minim memiliki potensi guru PNS, itu memang sangat berdampak. Krisis tenaga pendidik juga melumpuhkan pembelajaran di SMP Satu Atap yang tersebar di 6 kecamatan (Kismantoro, Jatipurno, Eromoko, Karangtengah, Jatiroto, Tirtomoyo). Untuk tetap memberikan pelayanan pembelajaran, terpaksa harus meminta bantuan guru dari sekolah lain yang berdekatan.(suarabaru.id/bp)