blank
Siswa SMP Negeri 1 Magelang sedang membuat roket air, (Suarabaru.id/dok)

 

MAGELANG – Tiga siswa SMP Negeri 1 Magelang mewakili Indonesia maju ke Kompetisi Roket Asia Pasifik tahun 2018. Kepastian ini didapat setelah siswa dari sekolah itu meraih peringkat III, IV dan VI pada Kompetisi Roket Nasional (KRAN) di TMII Jakarta, Kamis (28/9).

Ketiga siswa SMP Negeri 1 Magelang itu adalah Irsyad Arif Firmansyah, Nauval Muhammad Muzaki dan Muhammad Razan Raditya. Bersama enam besar pemenang lainnya, mereka  mewakili Indonesia ke Kompetisi Roket Internasional di Singapura beberapa waktu mendatang.

Kepala SMP Negeri 1 Magelang, Nurwiyono mengatakan, dalam KRAN 2018 yang diadakan Pusat Peragaan Iptek TMII dan Menristek Dikti ini,  anak-anaknya mewakili Jawa Tengah dan DIY. Selama empat hari mereka bersaing dengan peserta dari berbagai provinsi di Indonesia.

‘’Kami berhasil meraih podium dan siap dikirim ke Singapura, pertengahan bulan depan. Anak-anak akan berangkat bersama perwakilan dari Jakarta, Pontianak dan Balikpapan. Kami berharap bisa membanggakan Indonesia di kancah internasional,’’ harapnya di kantornya, kemarin.

Dia menuturkan, KRAN merupakan ajang adu kecerdasan dan kemahiran para pelajar dalam membuat roket air berbahan dasar botol plastik. Kriteria penilaian diukur dari ketepatan roket dalam mengenai target dari jarak 80 meter.

‘’Membuat roket air memang tidak mudah, karena butuh keahlian dan perhitungan yang rumit. Botol tidak asal diisi air, tapi perlu memperhitungkan kecepatan angin, tekanan udara, dan bentuk sayap pada roket,’’ ujarnya.

Guru Pembina Science Camp SMP Negeri 1 Magelang, R Prasetyo menambahkan, pembuatan roket air yang presisi membutuhkan ratusan percobaan. Tidak hanya komposisi air dan udara, botol yang digunakan untuk kompetisi juga tidak bisa sembarangan.

‘’Ada ketentuan yang harus dipenuhi, seperti tekanan udara maupun jenis dan berat botol. Belum lagi mempertimbangkan faktor di lapangan, misalnya angin,’’ terangnya.

Menyadari kesulitan dan tantangan dalam kompetisi ini,  membuat dirinya anak-anak harus berlatih tiap hari. Meski begitu, ia merasa beruntung karena perjuangan mereka didukung penuh oleh orangtua murid.

‘’Mendekati kompetisi, saya dan anak-anak sering lembur latihan sampai sore hari di lapangan Rindam IV Diponegoro. Untungnya, orangtua murid sangat mendukung. Sebagai contoh, mereka sering sekali membawakan makan siang untuk anak-anak, sehingga tambah semangat,” ungkapnya. (Suarabaru.id/dh)