blank
SIDANG LAPANGAN : Majelis hakim PN Blora, menggelar sidang lapangan (sidang setempat), mengecek barang bukti 1.240 ton gula milik Lie Kamadjaja, Jumat (28/9). Foto : Wahono

BLORA – Sidang lanjutan kasus gula non-SNI semakin menarik. Selain Lie Kamadjaja (pemilik gula) meyakinkan majelis hakim, kalau gula miliknya kulitas bagus memenuhi standar kesehatan (uji Lab-UGM Yogyakarta), dan ber-SNI.

Dalam gelaran sidang lanjutan, Jumat (28/9), majelis hakim Dwi Ananda (Ketua), Morindra Kresna dan Endang Dewi (anggota) menggelar sidang setempat  di dua gudang untuk meyakinkan keberadaan barang (alat) bukti.

Sidang perkara nomor 144/Pid.Sus/2018/PN/Bla, dihadiri jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Blora, Hary Riyadi, Karyono, dan staf pendukung dari PN serta Kejari.

Tampak  Polisi belasan berseragam dan bersenjata lengkap, ikut mengamankan jalannya sidang di dua gudang, gudang milik Cholil di Kelurahan Ngawen, dan gudang milik H. Slamet di Desa Muraharjo, Kecamatan Kunduran, Blora.

Kedua gudang itu, tersimpan 1.240 ton gula kristal putih milik Lie Kamadjaja, mantan Presiden Direktur PT Gendhis Multi Manis (PT GMM) Pabrik Gula (PG) Blora, yang disebut JPU gula non-Stantar Nasional Indonesia (SNI).

“Kami sudah cek, sudah melihat alat bukti, sidang dilanjutkan Kamis (4/10) depan di PN Blora,” jelas Ketua Majelis Hakim, Dwi Ananda.

Tersegel

Di dua gudang itu, majelis hakim, memeriksa dengan teliti sempel secara acak bagian dari 1.240 ton gula produksi PG Blora, yakni alat bukti yang kini masih tersimpan dan tersegel (police line) di dua gudang itu.

Sebelumnya saat sidang di PN Blora, Lie Kamadjaja melalui pensehat hukumnya Heriyanto, mengungkapkan keabsahan gula di dua gudang itu sudah bersertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI).

Dibeber Heriyanto, produk gula kristal putih produksi PT GMM  pada saat itu telah lulus sertifikasi SNI, dan lulus sertifikasi sistem manajemen mutu ISO 9000:2008.

Demikian juga dengan produk gula kristal putih PT GMM yang dimaksud JPU dalam perkara itu, justru memenuhi syarat SNI, karena memperoleh SPPT-SNI Nomor 414/BBIA/LSPro-BBIA.

Dijelaskan Heriyanto, Ketua LSPro Balai Besar Industri Agro, Rochmi Widjajanti, menadaskan tidak pernah menerbitkan surat pencabutan atas sertifikat SNI itu,  dan pencabutannya tidak berdasarkan prosedur serta ketentuan yang berlaku.

Di sela-sela sidang setempat, Heriyanto pengacara Lie Kamadjaja, menyatakan sidang berjalan baik, normatif, dan majelis hakim bertindak sebagaimana mestinya.

Hanya saja, lanjutnya, selama barang bukti berada dalam penguasaan penyidik (di-police line) sekitar 1,5 tahun, terjadi kerusakan, karena sebagian gula meleleh.

Dalam hal ini, Heriyanto mempertanyakan tanggungjawab kerusakan barang bukti itu, termasuk jika terjadi kehilangan sebagian, karena tempat (gudang) dalam penguasaan penyidik, dan sebagian dindingnya pernah roboh/ambrol.

Menurutnya, bila seseorang tersangka baru diduga saja jika merusak atau menghilangkan barang bukti bisa ditahan, bagiaman dengan  barang bukti rusak atau hilang sebagian ketika di penguasaan penyidik dan di-police line.(suarabaru.id/wahono)