blank
Seniman Dalang Ki KRAT Suparmo Hadinagoro (kanan) menerima tokoh wayang Betara Guru dari Kasek SMK Negeri 1 Jatiroto, Gunarsi, ketika melakukan ruwatan mendalang lakon Murwakala di SMK negeri 1 Jatiroto, Wonogiri.(suarabaru.id/bp)

WONOGIRI – Ruwatan massal lakon Murwakala, yang terbuka untuk masyarakat umum, Minggu (23/9), akan digelar di obyek wisata Waduk Gajahmungkur Wonogiri. Pelaksanaan ruwatan massal ini, akan dilakukan bersamaan dengan gelar event wisata budaya prosesi kirab dan jamasan pusaka Mangkunegara I, yang telah diagendakan tahunan setiap Bulan Sura. Bagi masyarakat yang berminat, dapat mendaftarkan ke Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Wonogiri Jalan Diponegoro KM 3 Bulusulur, Wonogiri.
Menurut Kepala Dikbud Kabupaten Wonogiri, Siswanto, dan Kabid Kebudayaan Eko Sunarsono, dalang yang akan tampil melakukan ruwatan massal adalah Ki Suparmo Broto Carita dari Jatiroto, Wonogiri. Dalang yang abdi dalem Keraton Surakarta dengan mendapatkan gelar kekancingan Kanjeng Raden Arya Tumenggung (KRAT) Hadinagoro ini, akan mementaskan wayang kulit lakon Murwakala.
Ketika berperan tampil sebagai Dalang Kanda Buwana di pakeliran, Ki Suparmo yang menjabat sebagai Anggota DPRD Wonogiri dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, akan meruwat Kama Salah yang tumbuh menjadi Betara Kala, sebagai sarana untuk membebaskan lilitan aura ‘sukerta’ dan ‘sebel sial’ pada sejumlah anak yang menyandang ‘pengaran-aran.’ Seperti anak tunggal (ontang-anting), anak dua putri semua (kembang sepasang), anak dua pria semua (uger-uger lawang), anak lima putra semua (pendawa), anak lima semua putri (pendawi) dan lain-lain.
Berikut juga pada orang-orang penyandang ‘bebasan.’ Yakni mereka yang  sewaktu menanak nasi tapi periuknya mendadak jebol atau terguling roboh, yang mematahkan batu pipisan (pelumat dedaunan untuk jamu), pada tiga orang yang berjalan di siang bolong (gotong mayit), dan mereka yang merasa nasib kehidupannya tidak beruntung karena dililit oleh aura gaib negatif. Dalam meruwat, Ki Suparmo memanjatkan doa ruwat versi pedalangan Kejawen sebagaimana lazimnya, yang dia kolaborasikan dengan doa-doa Islami seperti Al Fatikah, Al Ikhlas, Al Falaq, Al Anas maupun Ayat Kursi. Kolaborasi doa Kejawen-Islam ini jarang dijumpai pada sejumlah dalang sepuh, ketika mementaskan lakon ruwatan Murkala.
”Bagi warga masyarakat yang berminat mengikuti ruwatan massal, diminta untuk membawa serta sarana kelengkapan kain mori warna putih sepanjang empat meter,” jelas Guritno, staf Kebudayaan yang menjadi personel panitia ruwatan dan jamas pusaka. Ruwatan massal ini digelar untuk tujuan meringankan warga, mengingat kalau menyelenggarakan sendiri ruwatan dengan wayangan, biayanya mahal.(suarabaru.id/bp)