blank
TERDAKWA : Mukhidin, terdakwa perkara dugaan korupsi pengadaan tanah PA Blora, saat di dalam mobil tahanan untuk dikirim ke Rutan Blora, beberapa waktu lalu.

SEMARANG – Vonis rendah dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang terhadap dua terdakwa perkara dugaan korupsi pengadaan tanah kantor Pengadilan Agama (PA) Blora 2008, yakni Mukhidin dan Ida Nursanti.

Mukhidin (Panmud Hukum Pengadilan Tinggi Agama Semarang nonaktif) divonis setahun dan 10 bulan penjara, dan denda Rp 50 juta subsidair 2 bulan kurungan.

Sementara Ida Nursanti (pengacara) dipidana setahun dan 6 bulan penjara, serta denda Rp 50 juta subsidair 2 bulan kurungan.

“Terdakwa Ida Nursanti juga dibebani membayar Uang Pengganti korupsi Rp 564.873.800 subsidair setahun penjara,” beber Rendy Indro N, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasie Pidsus) Kejari Blora ke Wawasan, Rabu (12/9).

Sebelumnya, penuntut umum menuntut majelis agar memidana Mukhidin dengan pidana 2 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan.

Sementara Ida Nursanti 7 tahun 6 bulan penjara, denda Rp 200 juta subsidair 3 bulan kurungan.  Serta mengembalikan UP kerugian negara Rp 1.030. 924.200 subsidair 3 tahun penjara.

Putusan dijatuhkan majelis hakim terdiri, Antonius Widijantono, Sulistiyono dan Robert Pasaribu, Senin (10/9).

Fikir-fikir

Kedua terdakwa, kata Rendi, dinilai bersalah korupsi bersama-sama, menyalahgunakan kewenangannya.

Sesuai dakwaan subsidair melanggar pasal 3 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20/ 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.

Hakim tak sependapat dengan jaksa, bahwa Ida Nursanti dinilai bersalah secara melawan hukum menguntungkan diri sendiri, sesuai dakwaan primair, melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU yang sama pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

“Atas vonis terhadap perkara keduanya, kami dan kedua terdakwa sama-sama menyatakan pikir-pikir,” imbuh Rendi.

Hakim menyatakan, Ida Nursanti terbukti memperkaya diri sendiri Rp 564 juta.

Sementara terkait jumlah kerugian negara sekitar Rp 1 miliar lebih menurut jaksa, Rendi mengaku, belum mengetahui dan menunggu salinan putusan.

“Rp 564 juta itu yang dinikmati Ida Nursanti. Kami belum tahu jelasnya (jumlah kerugian negara dan pihak penanggungjawabnya-red). Kami masih menunggu salinan putusan,” imbuhnya.

Sesuai dakwaan penuntut umum, Mukhidin selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Ida Nursanti selaku penjual tanah dinilai korupsi bersama Sumadi, Pejabat Pembuat Komitmen (telah dipidana).

Bersama-sama mereka, merekayasa proses jual beli lahan untuj kantor PA Blora.

Kasus bermula pada 2007, saat Ahsin Abdul Hamid selaku Ketua (PA) Blora memerintahkan M.Hafidl dan Sumadi, SH mencari lahan untuk kantor PA.

Hasil survei diperoleh tiga lokasi, yakni Joko Suharjo seluas 7.465 m2, Supardji dan Siti seluas 7.110 m2 dan  Hartomi Wibowo seluas 4.270 m2. Mengacu Harga Pasaran Umum tanah milik Djoko Suhardjo diusulkan dengan Rp 2,239 miliar atau 7.465 m2 x Rp 300 ribu.

Dari DIPA PA Blora diterima Rp 3 miliar, dengan rincian pengadaan tanah Rp 2,239 miliar, honor panitia Rp 2,750 juta, pengurusan sertifikat Rp 111,9 juta, biaya pengurukan Rp 636,7 juta dan perjalanan dinas Rp 9 juta.

Mukhidin yang saat itu menjabat Panitera Sekretaris dan menjadi KPA menunjuk Sumadi, sebagai PPKom atau penanggung jawab kegiatan.

Selain itu, dibentuk pula kepanitian dengan susunan Riyanto sebagai ketua, Rofi’atun, Sekretaris, Djamhuri, Moch. Munawir, Nur Hamid sebagai anggota.

“Panitia membuat pengumunan tentang rencana pengadaan tanah, namun hanya ditempel di kantor dan tidak dimuat di media cetak,” jelas jaksa dalam dakwaannya.

Atas pengumuman itu, Ida Nursanti mengajukan penawaran. Ida Nursanti dan Dwi Entari Handayani seluas tanah 5.002 m2 seharga Rp 500 ribu atau Rp 2,501 miliar.

Namun dokumen penawaran atas nama Ida Nursanti disiapkan Mukhidin.

Selain menyiapkan dokumen Ida Nursanti, Mukhidin juga menyiapkan semua dokumen penawaran untuk dua orang pemilik tanah lain.

Pemilik tanah itu,  atas nama  Joko Suhardjo seluas 7.465 m2 seharga Rp 300 ribu atau Rp 2,239 miliar. Supardji seluas 7.110 m2 Rp 2,133 miliar.

Dalam dokumennya, Ida Nursanti menawarkan harga Rp 500 ribu per m2 dengan melampirkan Surat Keterangan Harga Pasaran Umum (HPU) tanah.

Namun harga itu tidak sesuai sebenarnya. HPU dibuat fiktif oleh Ngatmin, Kades Seso, Kecamatan Jepon dan Sunarto Sekretaris Camat Jepon.

HPU senyatanya hanya Rp 150 ribu sampai Rp 250 ribu permeter peseginya.

“Hasil dari kajian Ketua PA Blora diperoleh rangking tanah Djoko Suhardjo rangking I, Supardji rangking II dan Ida Nursanti serta Dwi Entari Handayani rangking III,” katanya.

Usai tim pengadaan tanah Mahkamah Agung, Sekretaris MA memilih dan menetapkan tanah Ida dan Dwi di Jalan Raya Blora-Cepu, Desa Seso, Jepon. Usai ditetapkan, PA Blora menawar dari permeter Rp 500 ribu menjadi Rp 470 ribu meski HPU hanya Rp 150 sampai Rp 250 ribu.

Karena DIPA awal hanya Rp 2,239 miliar, pengadilan akhirnya mengusulkan penambahan dan disetujui.

Pada 30 Mei 2008 dilakukan pelepasan hak dari pemilik tanah kepada PA Blora dengan pembayaran Rp 2,326 miliar.

Rinciannya, Dwi Entari Rp 729,2 juta, Ida Rp 753,7 juta dan Rp 877,9 juta. Atau sesuai akad Rp 2,242 miliar ke Ida dan Rp 692,7 juta ke Dwi. (suarabaru.id/Rdi/Hn)