blank
Panggung kesenian di Kawasan Budaya Mantyasih, Kota Magelang, (Suarabaru.id/dok)

 

MAGELANG- Semua sanggar, sekolah dan masyarakat di setiap kelurahan diminta bergantian pentas di Kawasan Budaya Mantyasih, Kota Magelang. ‘’Selain dapat menghidupkan kawasan budaya, juga dapat meningkatkan kemampuan seluruh elemen dalam berkesenian,’’ pinta Kabid Kebudayaan Disdikbud Kota Magelang, Sugeng Supriyadi, kemarin.

Dia juga mengapresiasi  semangat para pelajar dengan penampilan kesenian terbaiknya di kawasan budaya tersebut.

Beberapa hari lalu tim kesenian SMP Negeri 13 pentas Drama Tari Roro Jonggrang dan Tari Golek pada Pentas Seni dan Budaya Minggu Pahing yang diadakan Disdikbud setempat di Kawasan Budaya Mantyasih.

Penampilan para pelajar itu memukau penonton. Para pelajar dengan apik menampilkan drama yang bercerita tentang dibangunnya  seribu candi. Cerita itu sudah tersohor, di mana Roro Jonggrang enggan dipersunting Bandung Bondowoso dan mengajukan syarat dibuatkan seribu candi hanya semalam.

Meski drama tari dikemas sederhana dan dalam waktu singkat, pertunjukan ini tetap membuat penonton kagum. Ceritanya yang juga sederhana dan ringan membuat penonton mudah memahami gerakan tari dan dialog yang dibawakan para pemeran secara lip sync ini.

Terlebih ketika muncul sejumlah buto sebagai gambaran jin-jin pembantu Bandung Bondowoso dalam membuat seribu candi, anak-anak kecil yang menonton ikut berlarian mengikuti irama.

‘’Penampilan anak-anak bagus sesuai latihan. Dengan penampilan ini kami ingin tunjukkan kemampuan siswa-siswi kepada masyarakat, bahwa mereka layak dan mampu memberikan penampilkan serta karya yang baik,’’  ujar Kepala SMP 13 Magelang, Yuli Astuti SPd yang ikut menonton pertunjukan siswanya tersebut.

Selain  Drama Tari Roro Jonggrang, tim kesenian SMP Negeri 13 juga menampilkan Tari Golek. Tarian klasik ini dibawakan oleh Eka (15) dari kelas 9 dan Dewi (14) dari kelas 8. Kedua penari ini butuh waktu latihan selama tiga minggu sebelum pementasan.

‘’Sebenarnya bukan hanya ditampilkan di Mantyasih ini saja, Tari Golek ini juga akan kami tarikan dalam lomba tari klasik se-Kota Magelang mendatang,’’ ungkap Eka.

Menurutnya, Tari Golek mengisahkan tentang keceriaan remaja putri yang sedang berhias diri atau bersolek. Selain itu, tarian ini juga menggambarkan pencarian seorang perempuan terhadap ilmu, pengalaman, potensi dan jati diri.

‘’Saya senang bisa tampil di sini, hitung-hitung latihan sebelum lomba nanti,’’ tutur Dewi, partner Eka dalam membawakan Tari Golek.  (Suarabaru.id/dh)