blank
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memberikan Sambutan, di Monumen Pers Solo

SOLO- Berada di antara para wartawan senior, pimpinan media, dan para tokoh organisasi profesi, Ganjar Pranowo merasa di tengah “kewarasan”. Gubernur Jawa Tengah itu memuji Deklarasi “Kaukus Media Bermartabat untuk Pemilu Berkualitas”, bertagar #santunbermedia2019 di Gedung Monumen Pers, Solo, Senin (6/8) malam.

Kegiatan yang diinisiasi oleh Kaukus Media dengan Kementerian Informatika dan Komunikasi itu dinilainya sebagai komitmen mengembalikan praktik-praktik berjurnalistik dan bermedia yang waras, yang selalu bersandar pada etika.Ia menyentil perilaku bermedia yang terefleksikan dalam sikap asal posting dan asal mengambil informasi tanpa kemauan mempertimbangkan verifikasi.

Ganjar mengaku mendapat banyak pelajaran, termasuk ketika suatu saat mengalami sendiri praktik bermedia yang tidak beretika, dan bagaimana ketika ia mendukung pelaporan sebuah berita ke Dewan Pers.

Ganjar menjadi salah satu bintang dalam acara tersebut. Hadir pula untuk menyampaikan pandangan ringkas, Ketua Dewan Pers Yoseph Adi Prasetyo, mantan ketua Dewan Pers Bagir Manan dan Atmakusumah, Ketua PWI Pusat Margiono, wartawan senior Bambang Harymurti dan Ninok Leksono, serta Wakil Wali Kota Solo Achmad Purnomo.Acara dipandu oleh budayawan Garin Nurgoho dan entertainer serbabisa, Endah Laras.

Ketua Dewan Pers Yoseph Adi Prasetyo mengingatkan, Pemilu 2019 berpotensi diwarnai kegaduhan jika independensi media tidak dijaga. “Para pimpinan redaksi harus bisa menaga independensi agar tidak dicampuri kepentingan politik atau kepentingan pemilik,” tuturnya.

Konten Positif

Sementara itu Menteri Kominfo Rudiantara menyerukan agar media massa tidak dimanfaatkan untuk mengumbar informasi negatif dan hoaks. “Saya yakin produk jurnalistik tidak hoaks, karena ada acuan etika aprofesi. Yang harus dilakukan sekarang adalah mengajak masyarakat untuk memanfaatkan media dengan teknologi baru, tetapi dengan konten positif,” katanya.

Yang belakangan ini terjadi, menurut Menteri, persaingan media kerap menghadirkan kompetisi yang tidak sehat. Media ingin berlomba menyajikan berita, yang akhirnya justru tidak jarang mengambil sumber dari media sosial. Pola ini seperti lingkaran detan dan harus diputus,” ungkapnya.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, kata Rudiantara, tetap dijaga sebagai peraturan yang tidak diintervensi oleh kepentingan pemerintah, sehingga tidak menggunakan peraturan pelaksana apa pun. (suara baru/am)