blank
FOTO BERSAMA : Para pelatih, tokoh sepak bola dan mantan pemain PSIS yang tergabung dalam Legends PSIS foto bersama seusai Halal Bihalal.

SEMARANG-Pertemuan para legendaris pemain club andalan Jawa Tengah, PSIS Semarang sungguh mengharukan.

”Saya merasakan merinding hadir di tengah acara ini (Halal Bihalal dan HUT 1 Legends PSIS). Saya takjub dan merasa tidak peracaya bahwa suasana sedemikian syahdu,” kata mantan pelatih PSIS Halilintar Gunawan saat mendapat kesempata sambutan.

”Di beberapa kota seperti Surabaya, Jakarta dan kota lain di Indonesia memang sudah banyak terbentuk perkumpulan seperti ini. Namun rata-rata hanya kumpul dan sekadar bermain sepak bola. Jadi, saya rasa ini satu-satunya paguyuban mantan pemain yang benar-benar guyub,” lanjutnya.

Halin,demikian biasa dia dipanggil, memang bukan nama asing bagi persepakbolaan Kota Semarang dan Jawa Tengah.

Sejak kuliah di Undip tahun 1970-an, dia sudah aktif di PSIS. Kemudian menjadi pelatih PON Jateng, kemudian PSIS dan terakhir BPD Galatama Jateng tahun 2000-an. Selepas itu, dia kembali ke kampung halamannya di Lampung.

Dia menyempatkan menghadiri undangan secara khusus dari Lampung untuk berjumpa dengan rekan-rekannya di Semarang.

Hadir dalam acara tersebut hadir ketua Legends PSIS Djoko Yogyanto, Sekretaris M Sobirin, pelatih senior Soengkowo Soediarto, Sartono Anwar, C Soetadi (berkursi roda), Benny Hartono, mantan Komda PSSI Jateng Soetjipto, mantan manajer tim PSIS/BPD Jateng Ganang Ismail.

Kemudian Sudaryanto, Budi Wahyono, Syaiful Amri, Ahmad Muhariah, Untung Suwahon, Yuli Setiabudi, Budiawan Hendrano, FX Thahjono, Budiman, Ridwan, Edy Sudarmadji dan para pemain dri l lintas generasi mulai tahun 1960an.

Tuan rumah dan penggagas acara dokter Yuslam Samihardja pun terharu dengan suksesnya Halal Bihalal di kediamannya Jl Puspogiwang IV Semarang. ”Silaturahmi ini harus kita jaga. Kekayaan kita bukan terletak pada harta, namun banyaknya teman dan saudara,” kata Yuslam.

Adapun Djoko yogyanto menyebut organisasi yang dipimpinnya disebut paguyuban bukan perkumpulan. Sebab perkumpulan harus ada syarat-syarat tertentu. Sedangkan paguyiuban lebih fleksibel. ”Kita sebut paguyuban, yang lebih fleksibel,” kata mantan kapten tim kini berprofesi sebagai notaris itu.

Yang tak boleh dilupakan dari kelancaran organisasi itu adalah Suparyono. Perwira mengengah Akpol berpangkat Kombes itu menjadi motor organisasi. Tokoh yang sejak kecil hobi sepak bola itu merasa mendapat komunitas bermainnya. ”Saya bersyukur bisa ketemu para senior dan yunior di sepak bola, termasuk pelatih-pelatih heba,” katanya.