blank
Jajaran pengurus dan sesepuh PWI Jateng saat mengikuti sarasehan IKWI

SEMARANG- Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia (IKWI) Semarang menggelar sarasehan bijak menggunakan media sosial, sekaligus memperingati 60 tahun kelahiran organisasi keluarga wartawan tersebut di Gedung Pers, Jalan Trilomba Juang 10 Semarang, Jumat (27/7).

Kegiatan ini dihadiri tak kurang 30-an anggota IKWI dan juga hadir wartawan senior seperti mantan Ketua PWI Jateng Soetjipto SH MH, mantan Sekretaris PWI Jateng Soewarsono, mantan pengurus Chandra Kusnadi, M Zuhdi, dan sebagainya. Ketua PWI Jateng Amir Machmud NS menyambut baik penyelenggaraan kegiatan oleh IKWI ini. “Kalau dulu saya menganggap IKWI itu ngregoni, tetapi ternyata memang dibutuhkan,” katanya.

blank
Widiyartono R, pengurus PWI dan wartawan Wawasan mengambil topic, bijak bermedia sosial

Senior di IKWI, Dra Humaini AS menyatakan, bahwa organisasi keluarga wartawan ini lahir pertama kali di Semarang bulan Maret tahun 1958. “Kemudian disusul daerah-daerah lain di Indonesia. Lagu Mars IKWi juga ciptaan anggota dari Semarang, yaitu Ibu Mien Soeyono dulu wartawan majalah Bina,” ujar Humaini AS mantan wartawan Suara Merdeka ini.

Sarasehan dengan narasumber Widiyartono R, pengurus PWI dan wartawan Wawasan mengambil topic, bijak bermedia sosial. Dikatakanya, saat ini kita tidak lepas dari apa yang disebut ponsel pintar, yang menjadikan kita bisa tahu kabar apa saja di tangan kita.

“Berbeda dengan tiga puluh atau 40 tahun lalu. Alat komunikasi hanya ada telepon engkol yang kemudian berkembang jadi telpon putar, dan telepon digital sudah sangat modern. Tetapi hanya bisa buat telepon saja. Kemudian berkembang ada teleks, faksimili, lebih hebat lagi muncul kompuer, dan sekarang ponsel. Semua menjadi serba lebih mudah can cepat,” katanya.

Dia mencontohkan, seseorang bisa langsung dikenal hanya dalam waktu lima menit. Foto selfi lalu diunggak di media sosial, semua yang punya akses dengan media sosial, apalagi yang berteman pasti langsung melihat. “Berbeda dengan zaman dulu, pakai telegram. Setiap kali orang terima telegram isinya hanya deg-degan, karena biasanya kabar kematian. Tetapi dengan ponsel sekarang kita bisa dengan cepat mendapatkan informasi, langsung di tangan,” ujarnya.

Tetapi diingatkan, bahwa berita, kabar, gambar, video yang masuk di ponsel kita itu tidak sepenuhnya merupakankabar yang benar. Maka kita harus melakukan seleksi, tidak serampangan begitu dapat kiriman atau berita di WA atau Facebook langsung disebarkan atau dibagikan (share).

“Kita harus cermat bila mendapat kiriman berita yang agak aneh. Harus dicek kebenarannya. Pengguna media sosial juga harus terliterasi, artinya bisa melek tentang media tersebut. Kabar aneh itu bisa dicek, yang paling gampang lewat google. Dicocokkan dengan berita yang lain, kalau memang aneh bahkan tidak nalar, dan tidak ada lainnya ya jangan di-share. Baca sendiri saja, kalau peru dihapus,” ujarnya.

Ciri-ciri kabar bohong atau hoaks biasanya berita meledak-ledak, provokatif, sehingga orang tertarik untuk membuka. “Kadang kita langsung saja, karena itu dianggap berita bagus, kita sebarkan. Padahal ternyata fitnah belaka. Maka, kita mesti cermat jangan sampai menyebarkan berita bohong, fitnah, dan sebagainya,” ujarnya.

Diingatkan, tahun 2014 banyak berita simpang-siur tentang calon presiden. Ada kabar Jokowi keturunan Cina ada kabar tentang pelanggaran HAM oleh Prabowo. Orang yang suka Jokowi marah orang yang pro-Prabowo marah juga. “Media sosial jadi tempat bertengkar dan menerikan sekali. Padahal berita keduanya bisa saja salah dan hanya fitnah, tetapi kesatuan dan persatuan kita sudah dihancurkan,” tambahnya.

Maka kepada anggota IKWI khususnya, disarankan bijak bermedsos. “Nggak perlu curhat-curhat di medsos. Bertengkar dengan suami kok curhat di medsos, kan tidak elok, orang bisa menafsirkan macam-macam,” katanya.(suarabaru.id/sl)