blank
Prof Dr Johanes Widodo pakar dari National University of Singapure (belakang paling kanan) ikut berfoto dengan para juara menulis essay tentang wisata kota lama.(Foto: dok)

SEMARANG – Pakar heritage dari National University of Singapure (NUS), Prof Dr Johanes Widodo memaparkan materi di hadapan ratusan peserta dari kalangan mahasiswa dan akademisi pada seminar nasional heritage bertajuk “Dualisme perkotaan di Era Milenial” beberapa hari lalu, di hotel Semesta, Semarang.

Acara yang diselenggarakan oleh Prodi Perencanaan Wilayah Perkotaan (PWK) bekerja sama dengan Himpunan Mahasiswa Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota (HMTPWK) Unissula ini, merupakan puncak acara dari rangkaian acara dalam rangka dua dekade prodi PWK Unissula.

Narasumber lainnya Nik Sutiyani, ST, MT dari Pemerintah Kota Semarang, Riris Purbasari, Ssi MSi wakil dari Balai Pelestarian Cagar Budaya-Jawa Tengah. Tommy Faisal Wahyono dari Kementerian PUPR, serta Dekan Fakultas Teknik, Ir Rahmad Mudiyono MTPhD sekaligus membuka acara.

Tema heritage diambil karena banyak kawasan penting di Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah panjang, sehingga meninggalkan artefak tangible maupun intangible. Namun terjadi kebimbangan, antara ditinggalkan atau tetap dipertahankan ketika arus modernitas tidak dapat dibendung.

Pada pemaparannya, Prof Yo mengambil contoh Malaka sebagai kota heritage dunia. “Kota Malaka yang terkenal dengan peninggalan bangunan Portugis sekarang telah dirusak dengan berbagai bangunan yang bertujuan untuk bisnis dan kegiatan ekonomi.”

Menurutnya, seringkali proyek wisata tidak mempertimbangkan sejarah kota masa lalu. Kemudian contoh lain kawasan kota lama Semarang. “Jika berbicara tentang kawasan kota lama, maka bukan hanya kawasan sekarang ini, melainkan termasuk Kampung Melayu, rumah-rumah Banjar, Masjid Layur, peninggalan anak buah Cheng Ho, Pecinan, hingga Komunitas Ki Ageng Pandanarang,”  tuturnya.

“Yang kita perlukan saat ini adalah sharing di masyarakat, membuka kembali peta Kota Semarang untuk menentukan mana yang harus dikonversi atau tidak agar tidak ada konflik di kemudian hari. Boleh saja kota warisan budaya dunia ini sebagian dibangun kawasan wisata, tetapi harus tetap menganut asas kepatutan dan etika.”

lebih lanjut ia juga mengingatkan bahwa Semarang tidak bisa dipisahkan dari sungai. “Sungai merupakan unsur terpenting Kota Semarang, khususnya Kali Semarang sebagai lanskap asli Kota Semarang.”

Dosen PWK, Ir Mohammad Agung Ridlo MT menuturkan kegiatan ini adalah dalam rangka diseminasi keilmuan prodi PWK Unissula ke  masyarakat. Serta sebagai salah satu bukti kontribusi nyata mahasiswa PWK Unissula untuk mendukung pelestarian cagar budaya di Indonesia.

“PWK Unissula telah banyak melahirkan alumni-alumni yang berkarya di berbagai sektor, termasuk instansi pemerintah seperti BPN Pusat, pemerintah provinsi seperti di  Disperakim, PU Bina Marga, Badan Lingkungan Hidup hingga kantor perbankan.

Lomba Essay

Selain seminar nasional, juga diselenggarakan call for paper untuk mahasiswa dan dosen, serta lomba essay tentang perencanaan wilayah dan perkotaan untuk siswa SMA sederajat.

Muncul sebagai juara, berturut-turut Nanda Fibriyana (SMAN 2 Kudus), Ananda Nailis Sa’adah (SMKN 1 Kudus), Anistia Dewi M (SMKN 9 Semarang), dan M Rifki Romadhon (MA Al Asror Semarang) sebagai juara 1, 2, 3, dan harapan.

Penyerahan hadiah dan plakat diberikan pada sesi kedua seminar nasional oleh Kaprodi PWK Unissula, Ir Eppy Yuliani MT, disaksikan oleh Ardiana Yuli Puspitasari ST MT (juri), serta dosen dan pakar planologi lainnya.

Ir Mohammad Agung Ridlo MT, salah satu juri, sangat mengapresiasi karya-karya siswa. “Wawasan para pelajar tentang masalah wilayah dan perkotaan sudah cukup bagus, dan ini menggembirakan, bahwa kepedulian generasi muda kepada lingkungannya sangat tinggi.” (SuaraBaru.id)