blank
Pertunjukan seni tari yang diberi nama 'Latar Seni Mantyasih' (Latasih) oleh mahasiswa ISI Surakarta di Pendapa Mantyasih, Kota Magelang, (Suarabaru.id/dh)

 

MAGELANG– Mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta beberapa hari lalu (10/7) menggelar pertunjukan seni yang diberi nama ‘Latar Seni Mantyasih (Latasih).

Pagelaran itu  memanfaatkan panggung terbuka di kompleks Pendapa Mantyasih, Kampung Meteseh, Kelurahan Magelang, Kota Magelang, yang menjadi cikal bakal lahirnya kota tersebut.

Ternyata Kampung Meteseh menarik perhatian para mahasiswa ISI Surakarta. Mereka tidak hanya belajar mengenai sejarahnya, namun juga menggelar seni pertunjukan tari untuk menghibur warga sekitar.

Berdasar Prasasti Mantyasih yang ditemukan di kampung ini, usia Kota Magelang saat ini sudah 1.112 tahun. Beragam seni tari ditampilkan baik dari mahasiswa ISI Surakarta  maupun anak-anak yang bernaung di berbagai sanggar seni di Kota Magelang.

Pagelaran tari oleh mahasiswa ISI Surakarta disambut baik oleh salah seorang budayawan asal Magelang, Alit Maryono. Dia

mengapresiasi digelarnya Latasih. Dengan mengambil tempat di Kampung Meteseh (Mantyasih), berarti mereka turut mempromosikan kampung wisata sejarah ini ke masyarakat luas.

‘’Mantyasih tempat yang bersejarah, tanah pijakan terjadinya Kota Magelang. Saya sangat apresiasi upaya mahasiswa ini mengangkat Kampung Meteseh melalui kegiatan seni pertunjukan ini. Sekaligus juga upaya melestarikan seni dan budaya bangsa,” jelasnya.

Apresiasi serupa disampaikan Kasi Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Magelang, Indri yang menyampaikan sambutan. Pihaknya menyambut baik pertunjukan ini dan mengapresiasi upaya para mahasiswa dalam mengangkat Kampung Meteseh.

‘’Dengan kegiatan seperti ini Pendapa Mantyasih menjadi lebih hidup. Kami harap bisa memotivasi seniman-seniman Kota Magelang untuk sering pentas di sini. Semoga juga menjadi hiburan bagi masyarakat, yang saya lihat mereka antusias menonton,” terangnya.

Ketua Panitia Latasih, Bagus Pulung mengatakan, keberadaan Kampung Meteseh sangat penting bagi Kota Magelang. Kampung ini diyakini menjadi cikal bakal berdirinya Magelang berdasarkan Prasasti Mantyasih yang ditemukan di kampung ini.

‘’Terlebih sekarang berdiri panggung pertunjukkan yang megah di kompleks itu. Sebagai mahasiswa seni, kami tertarik untuk mendalami sejarah Kota Magelang dan tentunya ingin membuat pentas di sini,’’ katanya saat membuka pertunjukkan seni tersebut.

Dia menjelaskan, pagelaran Latasih sebenarnya merupakan ujian matakuliah manajemen seni pertunjukkan. Dia pun membentuk Tata Tilamas Management yang menjadi pelaksana Latasih di Kota Magelang.

‘’Kami tertarik pentas di sini selain Kampung Mantyasih yang bersejarah, juga ingin mengenalkan lebih luas lagi kampung ini. Termasuk mengenalkan beragam jenis seni tari yang ditampilkan oleh kami mahasiswa dan murid-murid sanggar seni di Kota Magelang,’’ tuturnya.

Menurutnya, ada belasan kelompok yang tampil di Latasih. Di antaranya tari gambyong pareanom, gedrug, tari jaranan anak, tari klana raja, tari prawira watang, tari dewi bulan (Sanggar Pitaloka), tari lenggasor (Sanggar Arum Sari) dan Tari Pimpah Othok (Sanggar Sekar Dahlia).

Kemudian tari satriya wanuda (prajurit wanita), tari rewanda kusuma, tari perang kembang, tari tanjung baru, tari jejer jaran dawuk, brondut dan kelompok seni Kampung Mantyasih. Mereka satu per satu tampil di panggung dan halaman terbuka yang disaksikan ratusan penonton. (Suarabaru.id/dh)