blank
Mahasiswi Psikologi Unissula Maulida Edlin Pratiwi, Maharani Cahya Dewi, dan Cetryn Tatiana meneliti Pengaruh Expressive writing therapy terhadap emotion focused-coping pada penderita HIV-AIDS.(Foto: dok)

SEMARANG – Penanganan stress pada penderita HIV/AIDS menjadi perhatian tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) mahasiswa Fakultas Psikologi Unissula yang digawangi oleh Maulida Edlin Pratiwi, Maharani Cahya Dewi, dan Cetryn Tatiana.

Kemudian mereka melakukan penelitian bertajuk “Pengaruh Expressive writing therapy terhadap emotion focused-coping pada penderita HIV-AIDS”. Tim yang dibimbing oleh Erni Agustina Setiowati SPsi MPsi ini berhasil lolos didanai Dikti pada tahun pendanaan 2018.

Emotion focused-coping adalah strategi untuk meredakan emosi individu yang ditimbulkan oleh stressor yang bertujuan untuk mengatur emosi. “Pengendalian emosi dapat dilakukan melalui perilaku positif seperti expressive writing therapy atau terapi menulis ekspresif yang kami angkat sebagai judul ini,” kata Maulida, ketua tim.

Menurut Maulida, Expressive writing therapy adalah proses menulis sebagai wadah ekspresi dan refleksi individu yang dilakukan atas dasar keinginan sendiri atau bimbingan terapis. “Tujuannya adalah untuk meningkatkan kreatifitas, ekspresi diri, dan memperkuat komunikasi. Dan yang terpenting adalah agar mampu mengatasi emosinya.”

Ia mengungkapkan alasan memilih ODHA sebagai subjek penelitian, “Para ODHA mengalami stress karena terkena penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Mereka mengalami berbagai permasalahan seperti cemas, stress, hingga depresi. Karena lingkungan yang diskriminatif juga. Maka mereka membutuhkan suatu kegiatan yang dapat memotivasi dirinya.”

Menurutnya, penanganan penderita HIV/AIDS memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak. Bukan hanya masalah kesehatan, namun juga sisi psikologisnya.

Maka dengan menulis, kata Maulida, diharapkan mereka dapat lebih produktif, mengisi waktu luang. Nantinya, tulisan-tulisan mereka bisa dikumpulkan dan dibukukan, lalu dipublikasikan.

“Kami membuatkan buku harian yang didesain khusus agar mereka bisa menulis, mengungkapkan yang dirasakan sehari-hari. Kami tidak membatasi mereka harus menulis apa, namun kami memberikan pancingan.” Ungkapnya.

Maulida mengaku ia bersama tim mengalami beberapa kesulitan dalam proses penelitian ini. “Kesulitan kami pada pendekatan secara personal, jarang yang mau dibuka identitasnya.

Selain itu, karena subjek yang kami dapatkan menyebar di berbagai area Semarang, maka sulit dikumpulkan, jadi kami harus mendatangi satu per satu.

”Targetnya, mereka akan melakukan penelitian pada 10-15 orang. Menurutnya, sebagian ada yang bekerja, ibu rumah tangga, ada yang tinggal di rumah singgah, di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan lain-lain.”

“Pertama kami melakukan pretest, kemudian memberikan buku jurnal/ diari lalu diuji. Cara penilaiannya, kami menggunakan penelitian kuantitatif, dengan uji T. Hasil akhirnya, mereka bisa meningkat emotional fokusnya.” Sementara diari yang telah ditulis diuji dengan metode kualitatif, hasilnya adalah tulisannya semakin kuat, serta lebih mampu mengendalikan emosi.(SuaraBaru.id)