blank
Wakil Bupati Edy Santosa (kanan), menyerahkan tokoh wayang Semar kepada dalang Ki Sutopo dengan didampingi tiga dalang lainnya yakni Ki Karman, Ki Sutardi dan Ki Eko Sunarsono, untuk memainkan lakon Wahyu Katentreman dalam memeriahkan resepsi peringatan Hardiknas Tahun 2018.(SMNet.Com/bd)
WONOGIRI – Lakon Wahyu Katentreman dipentaskan di gedung pertemuan Dinas Pendidikan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Wonogiri. Pentas wayang kulit semalam suntuk ini, dimainkan oleh empat orang dalang, untuk memeriahkan resepsi peringatah Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) Tahun 2018 tingkat Kabupaten Wonogiri.

Kuartet dalang yang tampil, semuanya merupakan pejabat di lingkungan Dikbud Kabupaten Wonogiri. Yakni Kabid Kebudayaan Eko Sunarsono, Kasi Kesejarahan Sutopo, Kepala Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Sutardi, dan Kasi Pertunjukan Seni Tradisional Karman. Diiringi para seniman pengawit dari group Wiyata Laras yang para personelnya merupakan lulusan SMKI (SMK 8) Surakarta dan sebagian besar merupakan putra-putra Wonogiri.

Dalam pentas wayang purwa semalam suntuk ini, ditampilkan pula panca waranggana atau panca swarawati. Mereka terdiri atas Sri Haryanti Endah Swara dari SKB Wonogiri, Jayanti Verawati dari Donorojo Kabupaten Pacitan Jatim, Arum Sari Indahwati dari Kabupaten Blora, Widowati Pujastuti dan Uning Mustikawati dari Kabupaten Wonogiri. Juga dihadirkan bintang tamu pelawak Pak Badut dari Jatisron Kabupaten Wonogiri.

Kepala Dikbud Kabupaten Wonogiri, Siswanto, menyatakan, pentas wayang kulit semalam suntuk ini, disamping untuk memeriahkan mala resepsi peringatan Hardiknas Tahun 2018, sekaligus dalam rangka ikut nguri-uri (melestarikan) kesenian wayang kulit yang adiluhung.

Sebagaimana diketahui, wayang kulit atau wayang purwa telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Pada Tanggal 7 November 2003, UNESCO mengukuhkan wayang kulit sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity atau warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur asli Indonesia.
Menurut Kepala Dikbud Kabupaten Wonogiri, Siswanto, tema peringatan Hardiknas kali ini adalah ‘Dengan Hardiknas Tahun 2018, kita mantapkan sesarengan mbangun Wonogiri ‘ dengan sub tema ‘Memperkuat pendidikan dan memajukan kebudayaan.”
Bersamaan itu, Bupati Wonogiri yang diwakili Wakil Bupati Edy Santosa, berkenan menyerahkan hadiah dan trpi kejuaraan kepadan 43 pemenang lomba. Termasuk tropi kejuraan untuk tim tari Ritual Bangun Tulak dari SMK 2 Wonogiri, yang meraih gelar sebagai penyaji terbaik lomba tari tingkat nasional Tahun 2018 di TMII Jakarta.
Tari ‘Saidi’ yang menggambarkan perjalanan bocah badung yang akhirnya sadar dan sukses menjalani kehidupannya di jalan lurus, ikut ditampilkan oleh para penari dari siswa-siswi SMP 1 Wonogiri. Untuk mengawali pentas wayang kulit lakon Wahyu Katentreman, Bupati Wonogiri yang diwakili Wakil Bupati Edy Santosa, berkenan menyerahkan tokoh wayang kulit Semar Bodronoyo, kepada dalang Ki Sutopo dengan didampingi Ki Sutardi, Ki Karman dan Ki Eko Sunarsono.
Pentas wayang kulit semalam suntuk ini, diawali tampilnya dalang Ki Sutopo dan Ki Eko Sunarsono pada episode panthet enem termasuk adegan jenaka Limbuk-Cangik.
Disusul pada episode ”pathet sanga”, oleh Ki Sutardi yang di dalamnya mementaskan adegan gecul (lucu) gara-gara, dengan ditandai keluarnya kuartet tokoh Panakawan Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Usai gara-gara, dilanjutkan dengan episode pathet manyura yang dimainkan oleh Ki Karman, sampai tancep kayon untuk mengakhiri pementasan.
Wahyu Katenteram, merupakan jenis lakon carangan, bukan lakon baku dalam babat Lokapolo, Mahabarata, maupun Ramayana. Lakon ini, bertutur tentang kondisi karut marutnya situasi Kerajaan Pancawati, Ngastina, dan Ngamarta. Ketiga kerajaan ini, kemudian memperebutkan Semar untuk dijadikan penasehat spiritual, untuk membebahi karut-marutnya kerajaan.T
Terjadilah perang tanding para prajurit dari tiga kerajaan tersebut. Semar sebagai tokoh pamomong, akhirnya dapat diboyong ke Ngamarta, setelah para ksatria Pandawa bersama putra-putranya berhasil memenangi peperangan melawan para prajurit dari Pancawati dan Ngastina.(SMNet.Com/bd)