blank
Ketua LPKSM 'Keadilan Nusantara' Joko Pranowo (berpeci) ketika melakukan pendampingan para korban lintah darat yang mengadukan nasibnya ke DPRD Kabupaten Wonogiri.(SMNet.Com/bp)

WONOGIRI – Para korban lintah darat, Senin (30/4), mengadukan nasibnya ke DPRD Wonogiri. Mereka datang dengan pendampingan para relawan dari Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) ‘Keadilan Nusantara,’ untuk kemudian mengikuti ‘hearing’ bersama Komisi II DPRD Wonogiri di ruang sidang utama Graha Paripurna lantai atas.

Ketua dan Anggota LPKSM ‘Keadilan Nusantara’ Joko Pranowo dan Eko Riyanto menyatakan, korban jeratan lintah darat di Wonogiri timur (Kecamatan Purwantoro, Bulukerto, Puhpelem, Slogohimo, Kismantoro dan Jatisrono) jumlahnya banyak, mencapai ribuan. Mereka adalah para bakul yang berjualan di pasar-pasar tradisional, para pedagang kecil warungan dan ibu-ibu rumah tangga.

Ny Yani salah seorang bakul yang menjadi korban jeratan lintah darat menyatakan, begitu mudah untuk mencari pinjaman ke renternir karena tanpa agunan, cukup dengan KTP, kartu keluarga atau akta kelahiran anak.  ‘’Tapi bunga pinjamannya tinggi, sampai-sampai peminjam menjadi tidak berdaya untuk proses pengembaliannya,’’  keluhnya sembari menyebutkan karena berlaku hitungan ‘ngrolasi’.

Dicontohkan, ketika pinjam uang Rp 100 ribu, wajib mengembalikan Rp 120 ribu dalam tempo 19 kali hari pasaran atau dalam tempo 50 hari. Beban bunga 20 persen dalam tempo 50 hari tersebut, langsung dipotong pada awal penerimaan. Jadi riilnya, peminjam hanya mendapatkan uang tunai Rp 80 ribu. Sistem ‘ngrolasi’ yang besarnya bunga pinjaman 20 persen dalam kurun waktu 50 hari tersebut, sangatlah menjerat. Sebab, manakala angsurannya tidak lancar, maka beban bunga yang belum terbayarkan akan ditambahkan menjadi pokok pinjaman.

‘’Ini sangat memberatkan dan menjadikan peminjam tidak berdaya,’’ timpal Ny Karti yang ikut mengadukan nasibnya ke DPRD Wonogiri.

Joko Pranowo dan Eko Riyanto, mendesak agar Pemkab Wonogiri dapat memberikan kepeduliannya untuk menolong para korban lintah darat yang bernasib tidak berdaya oleh jeratan utangnya tersebut. Di sisi lain, juga mendesak agar ada tidakan kongkrit pelarangan lembaga koperasi dan perseorangan yang berpraktik renternir.

‘’Dari hasil investigasi kami, banyak ditemukan lembaga koperasi dan perseorangan yang menjadi bank plecit untuk bepraktik sebagai renternir atau lintah darat,’’  tegas Eko Riyanto sembari menyebutkan bahwa dirinya pernah menolak pemberian uang Rp 300 juta dari rentenir, manakala tidak mengganggu praktik mereka.

Agenda hearing (dengar pendapat) membahas korban lintah darat ini, dipimpin Ketua Komisi II DPRD Wonogiri, Sardi, didampingi Wakil Ketua dan Sekretaris Komisi II, Marhendi Indriatmoko dan Sunyoto. Ikut hadir Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Diperindagkop) Wonogiri Guruh Santosa, Kepala Satpol-PP Waluyo. Kabag Perekonomian Edhi Hidayanto dan jajaran pejabat dari instansi terkait.

Hasil hearing menyimpulkan, agar para bakul jangan meminjam ke lintah darat tapi ganti meminjam ke Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Badan Kredit Kecamatan (BKK) milik pemerintah. ‘’Bunga pinjamannya hanya 3 persen per tahun,’’ tutur Kabag Perekonomian, Edhi Hidayanto. Bersamaan itu, dinas teknis diminta untuk membuat surat edaran pelarangan koperasi dan perorangan renternir yang melakukan praktik ilegal perbankan dengan bunga yang menjerat.

Kepada mereka yang berpraktik sebagai lintah darat, hendaknya disikpai dengan langkah penindakan sesuai hukum. Komisi II DPRD Wonogiri juga mendesak agar LPKSM aktif membantu memberikan informasi untuk ditindaklanjuti oleh dinas teknis.

‘’Usulan agar membuat perda inisiatif tentang perlindungan konsumen, kami sikapi sebagai masukan untuk dilaksanakan,’’ ujar Sardi.(SMNet.Com/bp)