blank
Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Kulonprogo, Ponimin (kiri), menyerahkan cinderamata berupa miniatur lambang daerah kepada DPRD Wonogiri yang diterima Kabag Legislasi Persidangan, Sutopo.(SMNet.Com/bp)

 

WONOGIRI – DPRD Kabupaten Kulonprogo DI Yogyakarta, Rabu (25/4), melakukan studi banding ke DPRD Kabupaten Wonogiri. Kedatangan mereka untuk belajar mengenai pembangunan dan pengelolaan pasar tradisional  serta pengelolaan moda transportasi umum, termasuk upaya mengantisipasi konflik kepentingan.

Rombongan wakil rakyat dari Kabupaten Kulonprogo ini, dipimpin oleh Ketua Komisi II, Ponimin, dengan menyertakan para anggota Komisi III. ‘’Kami memilih studi banding ke Kabupaten Wonogiri, karena dalam beberapa hal Wonogiri memiliki kesamaan dengan kondisi dan situasi geografi Kabupaten Kulonprogo yang juga berbukit-bukit,’’ jelas  Ponimin.

Meski dari keluasan wilayah, tambah Ponimin, Kulonprogo lebih sempit dibandingkan dengan Wonogiri. Kalau Wonogiri terdiri atas 25 kecamatan, Kulonprogo hanya sebanyak 12 kecamatan. Jumlah penduduknya sebanyak 437.441 jiwa atau separonnya dari Wonogiri yang mencapai 1 juta jiwa lebih. Jumlah anggota DPRD Kulonprogo sebanyak 40 orang dan Wonogiri sebanyak 45 orang.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kulonprogo sebesar Rp 221 Miliar, yang ini imbang dengan PAD Wonogiri. Meski jumlah APBD-nya lebih kecil, kalau Kulonprogo Rp 1,2 Triliun, Wonogiri sebesar Rp 2,2 Triliun.  ‘’Kami datang ke Wonogiri, ingin mengetahui tentang pembangunan dan pengelolaan pasar tradisional, yang ketika dibangun tidak disertai kemunculan konflik kepentingan,’’  ujar Anggota DPRD Kulonprogo, Titik Wijayanti sembari menambahkan bahwa pasar tradisional menjadi potensi pemberdayaan ekonomi lokal yang perlu diberikan proteksi.

Anggota DPRD Kulonprogo Wisnu menambahkan, bagaimana Wonogiri mengelola moda angkutan publik, termasuk yang memiliki trayek pelayanan penumpang sampai ke wilayah perbukitan di pedalaman. ‘’Sebab di Kulonprogo, meski diberikan subsidi oleh pemkab, tapi pelayanan transportasi umum ke wilayah pelosok ternyata masih banyak mengalami kendala,’’ kata Wisnu.

Pada bagian lain, Anggota DPRD Kulonprogo, Mulyadi, menanyakan tentang pengelolaan ojek terkait dengan kemunculan ojek online yang belakangan berkembang pesat, dalam kaitannya dengan SK Menhub Nomor: 108 Tahun 2017 tentang angkutan nontrayek. ‘’Bagaimana pengelolaannya, supaya tidak memicu konflik dengan ojek tradisional,’’ tanyanya.

Sebelum menerima penjelasan teknis yang disampaikan oleh pimpinan Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) terkait, Pimpinan Rombongan DPRD Kabupaten Kulonprogo Ponimin menyerahkan cinderamata yang diterima oleh Kabag Legislasi dan Persidangan DPRD Wonogiri, Sutopo. Selanjutnya tuan rumah juga memberikan cinderamata kepada tamunya.
Kepala Dinas Koperasi UMKM Perindustrian Perdagangan Wonogiri, Guruh Santosa, menyatakan, Kabupaten Wonogiri memiliki 26 pasar tradisional yang tersebar di 25 kecamatan. Untuk memberikan proteksi, Bupati Wonogiri memberikan ketegasan tentang moratorium terhadap toko modern, agar pasar tradisional dapat tetap eksis.
Pemkab Wonogiri melalui panca program unggulan, setiap tahun melakukan pembangunan satu pasar tradisional yang berskala besar. Seperti pada pasar Baturetno, dibangun dengan dana Rp 50 miliar. Guruh menjelaskan, dalam membangun pasar tradisional, sejak awal melibatkan pengurus paguyuban pedagang, dan dilakukan secara transparan. Dana pembangunan pasar tradisional diambilkan dari APBD Wonogiri, dan tidak menarik dana dari pedagang.

Untuk menghindari konflik sesama bakul yang akan menempati pasar baru, ditempuh dengan cara memberlakukan zonasi penempatan sesuai jenis komoditas yang diperdagangkan, dibarengi dengan pembagian tempat usaha para bakul melalui cara pengundian yang dilakukan secara transparan, dan terbebaskan dari pratek KKN dengan mandor pasar. ‘’Dengan cara ini, tidak memunculkan konflik,’’ tegasnya.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Wonogiri yang diwakili Kabid Lalu Lintas, Sudarno, menjelaskan, Wonogiri memiliki 302 bus Antar-Kota Antar-Provinsi (AKAP) dan 125 bus Antar-Kota Dalam Provinsi (AKDP), 362 angkutan pedesaan (Angkudes) dan 85 angkutan kota (Angkot). Juga memiliki moda angkutan air sebanyak 28 unit perahu dan kereta api (KA) jurusan Wonogiri-Solo yang melakukan pelayanan sehari dua kali.

Kata Sudarno, sejauh ini pelayanan angkutan publik baik moda darat maupun moda air, dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan, meski dari Pemkab tidak pernah memberikan bantuan dana subsidi untuk jasa transportasi umum. Kemunculan ojek online Grab dan Gojek di Wonogiri, tidak memicu kemunculan gejolak dengan pengojek tradisional. ‘’Dapat berjalan seiring tanpa konflik,’’ tegas Sudarno. (SMNet.Com/bp)