blank
Susilo Nugroho, pemeran tokoh simbah/bapak dalam monolog pageblug. Foto: wied

PADA masa pandemi ini, seniman pun mesti berkreasi. Seniman memang banyak yang kehilangan job. Tetapi Drs. Susilo Nugroho yang dikenal sebagai Den Baguse Ngarsa menegaskan, seniman jangan dimesakke (dikasihani) lalu dibantu. Seniman bisa dibantu tetapi untuk diajak berkreasi di tengah keterbatasan.

Maka dia pun membuat karya monolog tentang pageblug corona.  “Timbang mboten wonten kegiyatan” atau daripada tidak ada aktivitas, katanya. Tentu bukan sekadar itu, meski dalam masa pandemi, kreativitas seorang seniman tidak akan pernah berhenti. Begitu pula apa yang dilakukan pensiunan guru SMK/SMEA ini.

Dituturkan, suatu saat dia ditelepon pihak Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Mereka punya ide, agar pada masa pandemi ini mereka tak hanya sekadar dibantu, tetapi diberi kesempatan untuk bekerja. “Dibantu untuk tetap kreatif, dan tentu saja dengan aturan kesehatan yang ditetapkan,” katanya.

Ini ide menarik, karena waktu terbatas, dana terbatas, tetapi dia harus berkreasi. Karena mempertimbangkan protokol kesehatan, maka dipilih pentas monolog yang tidak membutuhkan banyak pemain.

Baca juga Monolog Pageblug Den Baguse Ngarsa, “Wahing Tempiling”

Tentang pentas monolog daring lewat youtube ini, Susilo mengaku semula menyiapkan tiga judul dengan tiga naskah. Tetapi itu dirasa tidak efektif, membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang lebih besar. Maka kemudian diputuskan satu judul “Wabah di Rumah” tetapi di dalamnya terwakili ada orang tua (simbah) yang produktif bekerja, bapak/menantu, dan cucu yang diperankan oleh Susilo Nugroho, Herdina Lutfiani, dan Wisben Antoro. Kisahnya tentang keluarga menengah bawah.

“Saya tidak berpretensi apa-apa, kecuali untuk mengangkat gambaran ini, sekaligus untuk membuat suasana segar.

Tantangan Tersendiri

Susilo mengaku, pementasan dengan cara daring lewat youtube ini punya tantangan tersendiri. Penontonnya bukan penonton teater atau penonton sastra. “Maka cara penyampaian harus disesuaikan dan isinya ringan tetapi mengena. Saya harapkan masa-masa ini tetap menarik, sekaligus memancing teman untuk berkreasi,” katanya.

Baca Juga Monolog Den Baguse Ngarsa Nyentil Kuliah Online

Setelah ide muncul, Susilo menulis naskah, lalu diajaknya teman-teman kemudian Tulus Priyantono sebagai sutradara serta Wisben dan Herdina.

blank
Drs Susilo Nugroho yang dulu dikenal dengan perannya sebagai Den Baguse Ngarsa. Foto: wied

“Kebetulan teman-teman sedang tidak ada job otomatis yang saya ajak mau. Meski ada dana dari pemerintah, saya tak mau dana itu hanya sekadar digunakan dan dibagi dan selesai. Proses kreatif dan berlatih harus ada. Bertemu berkali-kali berlatih, dan menghasilkan karya ini,” katanya.

Susilo Nugroho juga menandaskan, ini memang program kepepet, tetapi justru memunculkan kreativitas pelaku seni dan Dinas Kebudayaan. Tetapi Susilo keberatan kalau ada yang menyebut ini dalam rangka membantu pelaku seni.

“Ini program kepepet, tetapi tetap dituntut kreativitas dan biaya yang tinggi, itu wajar. Tetapi jangan sekali-sekali dengan alasan mesakke pelaku seni. Tetapi yuk mumpung kepepet kita kreatif,” kata Susilo.

Widiyartono R