blank
Tiga Ronald- Ronaldo Luiz Nazario, Ronaldinho, dan Cristiano Ronaldo. Foto: Kompliasi-wied

blank

Oleh Amir Machmud NS

//…dan hanya ada pada suatu masa// dia menggenggam dunia // dengan keajaiban-keajaiban tak tepermanai// tak hanya mengguncang ranjang// di rumput lapangan dia menerjang// dari kuil suci sepak bola// lahir fenomena// seorang bocah dengan gigi kelinci// nafas pun terhenti// imajinasi mengembara tak bertepi…// (Sajak “Il Fenomeno”, 2020)

PEMBICARAAN tentang pemain sepak bola terbaik sepanjang masa, rupanya berlangsung pula melintas zaman. Salah satu nama yang selalu dipercaturkan, ternyata punya pilihan mengejutkan ketika diminta memilih lima pemain paling unggul saat ini. “Messi nomor satu. Dia talenta yang muncul 20 hingga 30 tahun sekali,” kata Ronaldo Luis Nazario de Lima, mengapresiasi.

Peraih Ballon d’Or 1997 dan 2002 itu tak ragu menunjuk empat bintang lain, yakni Mohamed Salah, Eden Hazard, Neymar Junior, dan Kylian Mbappe. Ronaldo Brazil tidak menyebut Ronaldo Portugal atau Cristiano Ronaldo di antara lima pilihannya.

Sah-sah saja pilihan itu, karena di antara sedikit yang paling baik, sepak bola dunia memang bertabur bakat dan bintang. Kuantifikasi capaian gelar klub, tim nasional, dan trofi individu memang menjadi parameter penilaian, namun apresiasi kualitatif bisa mempengaruhi bobot penilaian.

Hal yang sama pula disampaikan oleh bintang yang dikenal arogan, Zlatan Ibrahimovic ketika menilai siapa yang terbaik di antara tiga Ronaldo, yakni Ronaldo Luis Nazario de Lima, Ronaldo de Assis Moreira alias “Ronaldo Kecil” Ronaldinho, dan Cristiano Ronaldo dos Santos Aveiro.

“Ronaldo, Il Fenomeno yang terbaik. Dia adalah teladan mengenai apa itu sepak bola. Apa pun yang dia lakukan akan membuat Anda bilang ‘wow’, cara dia mendribel bola dan berlari,” kata Ibra dalam sebuah wawancara dengan ESPN Brazil pada akhir 2016.

Jose Mourinho, pelatih yang bertabur sukses bersama Porto, Chelsea, dan Inter Milan bahkan mengklaim Ronaldo adalah yang terbaik sepanjang masa. “Talentanya lebih baik ketimbang Messi dan Cristiano Ronaldo. Saat masih bermain di Barcelona, saya menyadari dia pemain terbaik yang pernah saya lihat,” tutur “The Special One”.

Karena masa edar yang tidak terlalu panjang dan lilitan cedera, si gigi kelinci pun cenderung bagai “tertepikan”. Apalagi orbit elite dalam dua dekade terakhir ini betul-betul dikunci oleh dua maharaja yang terus bersaing, Messi dan Ronaldo Portugal. Kita pun seolah-olah melupakan betapa dunia pernah memiliki bakat-bakat sehebat Ronaldo Brazil, Ronaldinho, atau Zinedine Zidane.

Padahal, Ronaldo adalah pengumpul gelar tim dan individu yang lengkap. Pemain kelahiran 18 September 1976 itu hanya minus trofi Liga Champions, tetapi dua kali mengangkat Piala Winners Eropa dan Piala UEFA. Dia meraih Piala Dunia 1994 dan 2002, Copa America 1997 dan 1999, Piala Konfederasi 1997, Piala Intercontinental, juga gelar La Liga. Selain dua trofi Ballon d’Or, dia menjadi Pemain Terbaik dan Sepatu Emas Piala Dunia 2002.

Rentetan petualangan di klub-klub besar menegaskannya sebagai artis gol luar biasa. Bersama Cruzerio (1993-1994) dia 34 kali bermain dan menyumbang 34 gol, PSV Eindhoven (1994-1996) 46 main/ 42 gol, Barcelona (1996-1997), 37/ 34, Internazionale Milan (1997-2002) 68/ 49, Real Madrid (2002-2007) 127/ 83, AC Milan (2007-2008) 20/ 9, Corinthians (2009-2011) 52/ 29. Dia tercatat 98 kali bermain untuk Selecao dengan kontribusi 62 gol.

*   *   *

APA yang Anda kenang dari Ronaldo Luis Nazario? Selain kehebatan skill-nya, dia juga populer sebagai “Il fenomeno di atas ranjang”, bintang dengan reputasi “male sex symbol” yang sangat terbuka setiap kali diwawancara soal kehidupan seksnya. Bermain cinta sebelum bertanding, kata Ronaldo, akan bersinggungan dengan gairah bermain. Dia salah satu mitos untuk urusan intim ini.

Dengan warna-warni itu, dia sembada dalam tanggung jawab teknis di lapangan. Anda yang sempat menyaksikan masa-masa kejayaannya, tentu menandai Ronaldo sebagai pemain dengan kecepatan langka, skill nyaris sempurna, daya ledak dan seni gol tiada duanya. Sedangkan bagi Anda yang lahir sebagai generasi setelah masa-masa Il Fenomeno berlalu, simak cuplikan aksi-aksinya lewat Youtube, pastilah akan berdecak melihat eksepsionalitasnya.

Seringkali, dia melakukan gerakan solo melintas dari tengah lapangan melewati sejumlah pemain lawan, lalu dengan teknik gol tinggi menceploskan bola mengelabuhi kiper. Tak jarang pula, dia seperti sengaja menerobos kepungan barikade pemain belakang, memilih menembus “kerumunan” dan lolos dengan bola tetap lengket dalam penguasaan.

“Dia alami dan dilahirkan seperti itu. Apa yang dia miliki bukan sesuatu yang bisa dilatih. Dia dilahirkan, bukan dibentuk,” puji Zlatan Ibrahimovic yang mengakui semasa kecil memasang banyak poster Ronalo Luis di kamarnya.

“Cederalah yang membunuh karier yang mungkin bisa menembus batas, tetapi talenta dari anak (yang waktu itu) 19 tahun itu sungguh luar biasa,” tambah Mourinho.

Metamorfosis cara bermain Ronaldo berproses seiring dengan perkembangan kebugarannya. Mulanya dia mengandalkan sprint, berkelak-kelok mengecoh — menari-nari, kata Christian Vieri –, atau mengajak lawan beradu lari. Pemain belakang yang frustrasi tak mampu menghadang sering memilih tindakan ekstrem tackle keras.

Sejak 2002, ketika bermain sebagai salah satu “Galacticos” di Madrid, dia menikmati layanan umpan-umpan presisi David Beckham atau Zidane dengan mencari ruang kosong. Pengaruh cedera lutut parah di Inter Milan terasa pada penurunan eksplosivitasnya. Ronaldo lebih banyak memanfaatkan kelebihan teknik tendangan jarak jauhnya.

Ketika pindah ke AC Milan, dia ibarat tinggal sisa-sisa. Pergerakannya tidak lagi lepas, apalagi badannya makin gendut. Kita sudah tidak lagi menyaksikan pemain dengan solo sprint dan skill ajaib yang melintas lapangan mengacak-acak pertahanan lawan.

Ronaldo adalah berkah kultur kehidupan masyarakat Brazil, dari “kuil suci sepak bola” yang selalu melahirkan seniman-seniman bola hebat pada setiap era, bahkan pada masa-masa yang hampir bersamaan.

Pada masa Pele ada Garrincha, Jairzinho, Tostao, dan Rivelino. Berikutnya pada zaman Zico Selecao punya Socrates, Falcao, Eder, dan Cerezo. Sedangkan pada kejayaan Ronaldo Luis hadir pula Ronaldinho, Roberto Carlos, Rivaldo, Kaka, dan Robinho. Kini pun, bersanding dengan Neymar Brazil punya Roberto Firmino, Vinicius Junior, Rodrygo, Reinier Jesus, Gabriel Veron, Joao Pedro, Gabriel “Ronaldo” Martinelli, dan Gustavo Maia.

Panjang masa edar membedakan publisitas Ronaldo dengan Messi dan Cristiano, yang menguasai deretan trofi Ballon d’Or. Kalau kita memperkuat pendapat Jose Mourinho, sejarahlah yang mencatat talenta tiada duanya dari seorang bocah, pada suatu masa…

Amir Machmud NS, wartawan SUARABARU.ID, kolumnis olahraga, Ketua PWI Provinsi Jateng