blank
Pasukan keamanan Afghanistan. Antara

KABUL (SUARABARU.ID) – Pemerintah Afghanistan mendesak Taliban untuk memperpanjang gencatan senjata yang berlaku selama 3 hari atau berakhir pada Selasa (26/5) malam, kemudian mengumumkan rencana membebaskan 900 anggota kelompok pemberontak itu.

Pembebasan itu adalah bagian dari pertukaran tahanan berdasarkan kesepakatan yang dicapai oleh Taliban dan Amerika Serikat di Doha, pada bulan Februari, sebagai pendahulu bagi pembicaraan damai antara militan Islam dan delegasi inklusif Afghanistan yang bertujuan untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung selama 2 dekade.

“Untuk penanganan masalah tahanan yang lebih baik, penting untuk memperpanjang gencatan senjata,” kata juru bicara penasihat keamanan nasional Afghanistan Javid Faisal pada konferensi pers.

Perpanjangan gencatan senjata adalah kunci untuk menghindari pertumpahan darah lebih lanjut dan pemerintah Afghanistan siap untuk itu, kata Faisal menambahkan.

Taliban telah mengumumkan gencatan senjata selama 3 hari untuk liburan Idul Fitri yang mengakhiri bulan suci Ramadan, dalam sebuah langkah yang disambut baik oleh pemerintah Afghanistan dan AS.

Namun, Taliban belum mengatakan apakah mereka bersedia memperpanjang gencatan senjata setelah berakhir pada hari Selasa tengah malam (19.30 GMT).

Pada bulan lalu, kelompok itu menolak seruan pemerintah Afghanistan untuk melakukan gencatan senjata selama Ramadan.

Pertempuran antara pasukan Taliban dan Afghanistan telah meningkat sebelum gencatan senjata. Pemerintah mengatakan akan melanjutkan serangan terhadap kelompok militan setelah serangan mematikannya secara nasional bulan ini.

Pembebasan tahanan dimulai pada bulan April. Akan tetapi, berlangsung lambat dan diwarnai perselisihan antara Taliban dan pemerintah, yang akan membebaskan 5.000 tahanan di bawah pakta Doha, sementara Taliban membebaskan 1.000 pasukan keamanan Afghanistan.

Sejauh ini, pemerintah telah membebaskan 1.000 tahanan, sedangkan Taliban membebaskan 105 orang, kata Faisal, juru bicara penasihat Hamdullah Mohib, kepada Reuters sebelum konferensi pers.

Ant/Muha