blank

blankJudul Buku: Muladi; Jejak, Pemikiran, dan Kiprah
Penulis: Amir Machmud NS, dkk.
Penerbit: Universitas Semarang Press
Cetakan: Ke-1, 2020
Tebal: 272 halaman.

PROFESOR Dr. Muladi, S.H. boleh jadi adalah contoh paradoks tentang perjalanan nasib dan kehidupan manusia. Judul resensi buku ini, “Dari Jago Gelut ke Intelektual Hukum”, paralel dengan Kata Pengantar Editor, “Intelektual Jagoan Jagoan Intelektual”. Dua judul itu menggambarkan sebuah perjalanan transformatif, proses perubahan “haluan” yang terkait dengan sikap, perilaku, kemauan, dan ketekunan pemikiran akademik.

Kehebatan transformasi Muladi, seorang ahli hukum pidana dengan reputasi internasional, itu tecermin dari fakta-fakta betapa ia baru punya ijazah sekolah setelah menamatkan SMA. Artinya, dari SD hingga SMP tidak punya tanda kelulusan, dan hanya surat keterangan bahwa ia selesai sekolah. Bayangkan, ketika ia dilantik sebagai Rektor Universitas Diponegoro pada 1994, sebagian guru SD dan SMP-nya dibuat takjub, “Apa tidak salah, Muladi jadi Rektor?”

Bahkan Muladi sendiri pun tidak mengira bakal jadi orang besar. “Untuk bermimpi bisa seperti ini pun saya tidak pernah. Semua mengalir saja. Namun, saya percaya bhwa segala kejadian dan pengalaman pribadi ini tidak ada yang terjadi secara bebetulan, melainkan atas dasar kehendak dan rida Tuhan Allah SWT,” ujar Muladi. (Halaman 183).

Pendapat yang menjadi “sikap syukur” secara spiritual itu ada benarnya. Sederet jejak dan kiprahnya yang cemerlang, mulai dari sebagai dosen, anggota MPR, Menteri Kehakiman, Hakim Agung, Gubernur Lemhannas, Ketua Tim Ahli RKUHP, kemudian menjadi tulang punggung Universitas Semarang, jauh dari gambaran bahwa dia adalah sosok cross boy pada masa remajanya.

Maka realitas tentang perilaku jagoan nakal yang bertransformasi menjadi seorang akademisi hebat itu tepat dilukiskan sebagai “Intelektual Jagoan, Jagoan Intelektual”.

Teknik Kilas Balik

Buku ini disajikan dengan gaya bertutur yang mengilas balik secara novelik. Bab 1, dengan titel “Dari Menteri Kehakiman ke Puncak Lemhannas” mengisahkan perjalanan proses-proses Muladi masuk ke orbit elite pemerintahan mulai zaman Soeharto, B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid, hingga Susilo Bambang Yudhoyono. Bagaimana pada suatu sore dia ditelepon langsung oleh Pak Harto, belajar memahami kebiasaan Presiden dari gestur melihat arloji dan minum teh.

Yang juga menarik, bagaimana pada suatu siang dalam perjalanan melintas Jalan Thamrin Semarang dia mendapat telepon dari Presiden SBY yang memintanya menjadi Gubernur Lemhannas; satu dari hanya dua tokoh di luar militer yang pernah menduduki jabatan prestisius itu.

Bab 2, “Jejak dari Kampus Pleburan”, mengisahkan kiprahnya di Undip hingga terjun ke politik lewat Partai Golkar. Dia berproses dari seorang aktivis mahasiswa hingga terpilih sebagai Rektor di alamamaternya itu.

Pada puncak karier di Undip, Muladi membuka ruang aspirasi bagi mahasiswa dengan menggelar mimbar bebas yang membuat tidak nyaman sejumlah elite. Sedangkan sebagai politisi yang ahli hukum, dia menjadi penengah konflik Partai Golkar. Bab ini dilengkapi sejarah suka duka mendirikan dan mem-branding Universitas Semarang.

Bagaimana pula dengan perjalanan pemikirannya dalam Hukum Pidana? Bab 3, “Dari Pleburan Melanglang Pemikiran” menuturkan bagaimana ketekunan membaca menjadi kelebihan Muladi, yang membentuknya sebagai mahasiswa kritis dan berpandangan luas. Hal itu terungkap dalam sub-bab “Ngebut Membaca saat Kawan-kawan Berdansa”.

Pernak-pernik kisah masa remajanya tersaji secara renyah dan enak dalam Bab 4, “Transformasi Si Jago Gelut”. Antara lain dilukiskan tentang hobi gelut yang membuat dia disegani sekaligus dijauhi, serta bagaimana transformasi kesadaran melecutnya untuk mulai tekun belajar atas dorongan kepala sekolah dan sang ibu. Bagaimana pula dia menggaet gadis idamannya, Nanny Ratna Asmara, hingga lika-liku masa remaja lainnya disajikan ringan dalam bab ini.

Inti dari penilaian dan pengakuan akan ketokohan Muladi diketengahkan dalam Bab 5, “Hitam-Putih Testimoni”, lewat penuturan 22 tokoh yang mengenalnya secara dekat. Istri, anak-anak, kolega di Undip, USM, Lemhannas, The Habibie Center, ahli hukum, serta akademisi menjadi saksi tentang perkembangan jejak, konsistensi pemikiran, dan kiprah seorang Muladi.

Bab ini melengkapi prolog panjang Bambang Sadono. Politisi, wartawan, dan akademisi yang pernah menjadi mahasiswa Muladi ini mengikuti detail perjalanan intelektual dan politik sang tokoh, dari seorang dosen menjadi tokoh penting dalam orbit elite pemerintahan.

Lewat gaya penulisan tim wartawan Amir Machmud NS (editor), Ade Oesman, Solikun, Wisnu Aji, Sofie Dwi Rifayani, dan Bekti Maharani, buku ini menjadi biografi yang bersifat reportatif yang enak dibaca. Pembaca dapat memetik banyak sisi yang menginspirasi lewat jejak, perjuangan, dan ketekunan seorang Muladi. Juga konsistensi pemikirannya tentang hukum dan Hukum Pidana.

Intan Hidayatullah