blank
Poster film Gadis Penakluk, cuplikan film Gadis Penakluk, dan wajah Adi Kurdi. Foto: ilustrasi wied

ADI KURDI, bagi kalangan teater, sosok dengan nama lengkap Agustinus Adi Kurdi ini tentu sangat dikenal. Begitu pula di dalam kancah perfilman Indonesia, sinetron, namanya juga ada di papan terhormat. Agustinus Adi Kurdi, lekaki kelahiran 22 September 1948, adik ipar Rendra ini meninggal dunia Jumat siang, 8 Mei 2020. Dikabarkan, Adi Kurdi meninggal akibat penyumbatan otak.

blank
Adi Kurdi

Tahun 90-an, ada tayangan setiap petang, sinetron serial Keluarga Cemara, yang sangat dikenal itu. Keluarga Cemara adalah Adi Kurdi sebagai Abah, Novia Kolopaking sebagai emak, dan tiga anaknya Euis, Ara, dan Agil. Ketika Novia Kolopaking berhenti, perannya digantikan Anneke Putri.

Abah, bekas orang kaya di kota, yang karena nasib kekayaannya hilang kemudian pindah tinggal di desa yang sepi dan teduh. Hidup sebagai orang desa, bertani, beternak ikan sebagai sambilan, dan [ekerjaan utamanya adalah tulang becak. Sementara anak-anaknya berjualan opak.

Saya membayangkan, saat nonton sinetron ini, kemudian ada Laura Ingals yang diperankan Mellisa Gilbert dan Michael Landon sang ayah, dalam Little House on the Prairie. Tampaknya Arswendo ingin membuat Little House on The Prairie ala Indonesia lewat Keluarga Cemara.

Adi Kurdi, suaranya yang khas, dan gaya bicara yang lembut itu juga tampak pada perannya di Keluarga Cemara. Senyumnya, tawanya. Dia memang aktor, karena dia adalah anak Bengkel Teater asuhan Rendra yang menjadi kakak iparnya.

Gadis Penakluk

“Perkenalan” saya dengan Adi Kurdi terjadi semasa masih SMA, tahun 1980. Sebagai penyuka film Indonesia, saya tertarik menonton film berjudul Gadis Penakluk. Pemeran utama prianya bukan binta terkenal saat itu seperti Roy Marten, Robby Sugara, Rudy Salam. Juga pemeran utama wnaitanya bukan Yenny Rachman, Yatty Octavia atau Doris Callebaut yang terkenal sebagai The Big Five bersama Roy Marten dan Robby Sugara.

blank
Adi Kurdi dan Merlyna Hoesin dalam film Gadi Penakluk. Foto: Dok/Istimewa

Nama yang benar-benar baru saya kenal, Adi Kurdi dan Merlyna Hoesin. Sedang pemeran pembantunya sangat saya kenal, Tuty Kirana yang saat itu sudah menjadi istri Sjumandjaja. Kemudian Zainal Abidin yang berperan sebagai ayah.

Adi Kurdi berperan sebagai Wing Ganda, guru muda di SMA tempat Agnes (Merlyna Hoesin) belajar. Ada dua murid yang menjadiperhatian Wing. Wing melihat ada sesuatu yang aneh pada Agnes, perilakunya, sikap-sikapnya yang terkesan urakan, mbeling, badung meskipun punya kecerdasan lebih. Wing pun punya kepedulian lebih terhadap Agnes.

Sebenarnya sebatas perhatian guru kepada murid. Seperti halnya perhatian Wing pada Marni, murid pendiam, yang harus bekerja keras membantu ibunya, dan kurang bisa mengikuti pelajaran di sekolah. Dua orang ini menjadi perhatian Wing. Perhatian guru terhadap murid yang memang butuh perhatian.

Agnes yang kurang mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya, seakan mendapatkan orang yang mau peduli. Ayahnya punya banyak istri, dan Agnes sendiri tinggal bersama salah satu ibu tirinya. Ibu tiri (Tuty Kirana) yang sebenarnya sangat mencintainya pun tidak dihormati oleh Agnes, bahkan terkesan sebagai musuhnya.

Agnes pun jatuh cinta pada Pak Wing, guru bahasa Indonesianya. Muncullah dialog-dialog guru bahasa Indonesia saat Pak Wing mengantar Agnes pulang suatu malam.

“Kapan bapak berkunjung lagi ke sini?” tanya Agnes
“Kapan-kapan,” jawab Pak Wing.
“Kapan-kapan ada batasnya, Pak,” kata Agnes
“Yah Kali lain lah,” jawab Pak Wing.
“Kali lain atau lain kali, Pak?” tanya Agnes
“Yang betul kali lain, tetapi orang sering bilang lain kali padahal ini salah,” urai Pak Wing.

Lalu Pak Wing mengingatkan bahwa dalam bahasa Indonesia dikenal ada hukum DM, yang Agnes sendiri mengaku tidak tahu apa itu hukum DM. Lalu Pak Wing menerangkan kaidah hukum DM, dengan memberikan contoh, “Malam tadi bukan tadi malam dan baju kuning bukan kuning baju.”
Saat Pak Wing pamit, Agnes pun bertanya, “Yang benar jatuh cinta ya Pak, bukan cinta jatuh.”

Agnes yang mbeling dan badung itu bisa jadi lembut dan tertib ketika bertemu Pak Wing. Bahkan dia pun jatuh cinta pada gurunya. Tetapi kemudian Agnes benar-benar patah hati saat datang ke rumah Wing dan bertemu perempuan hamil.  Perempuan itu ternyata istri Wing Ganda.

Agnes hancur lebur, pulang dalam keadaan galau, menangis meraung-raung di rumah, Kebetulan ibu tiri dan ayahnya ada. Lalu bertanya pada Risma (diperankan Ita Mustafa), teman Agnes yang mengantarkan ke rumah Wing Ganda. Diceritakanlah kejadian itu, bahwa mereka baru saja ke rumah gurunya, tetapi yang ada perempuan hamil, istri Wing Ganda.

Saat Wing pulang, istrinya menceritakan kedatangan dua murid perempuannya. Dan Wing diminta untuk menjelaskannya kepada Agnes tentang keadaan yang sebenarnya. Lalu pergilah Wing ke rumah Agnes dan menjelaskan kepada orang tuanya. Dikisahkan, kakaknyalah yang paling berjasa hingga Wing bisa sekolah, lulus IKIP, dan jadi guru. Dia berjanji akan menunjukkan baktinya pada kakaknya itu.

Dan ketika perempuan kekasih kakaknya menceritakan dirinya hamil, sementara sang kakak bernama Wid diperankan Mangara Siahaan meninggal, itulah saatnya untuk berbakti. Menikahi kekasih kakaknya.  Selanjutnya ibu tiri Agnes membelai sambil menasihati Agnes. Dan, yang menggetarkan, saat itulah Agnes menyebutnya, “Ibu”. Kata yang tak pernah diucapkannya, selama ini hanya menyapa ibunya dengan sebutan “situ”.

blank
Poster film Gadis Penakluk. Foto: Dok/Istimewa

Film Psikologi

Film Gadis Penakluk yang disutradarai Ed(ward) Pesta Sirait ini memang mungkin dianggap seperti film remaja pada umumnya seperti saat itu. Ada film-film adaptasi novel-novel Eddy D. Iskandar Gita Cinta dari SMA, Puspa Indah Taman Hati, Cowok Komersil, Musim Bercinta, dan sebagainya. Dengan bintang film Rano Karno, Yessy Goesman, Roy Marten, Gina Adriana, anak-anak SMA waktu itu tentu tak melewatkan.

Tetapi Gadis Penakluk memang tidak sepopuler itu. Mungkin karena “nggak terlalu ngepop” juga, selain bintang-binta juga bukan artis top. Tetapi menonton film ini memang mendaatkan kesan, bahkan, ini terkesan sebagai film psikologi.

Agnes, yang hidup dalam suasana broken home. Ayahnya kawin lagi, dan dia sendiri tinggal bersama ibu tiri. Ayahnya tidakpernah memberikan cinta kasih, sementara ibu tirinya yang mencintainya pun diabaikan. Mungkin Agnes menganggap, semua tidak ada yang menyayanginya, termasuk ibu tiri yang sesungguhnya sangat mengasihinya itu. Agnes pun tidak percaya.

Saat Bangun tidur kesiangan, dia melihat keluar, ada orang memasang spanduk pertandingan tinju. Kemudian dia gunting spanduk itu, dan dijahit menjadi blus. Blus spanduk itu dipadupadankan dengan rok bawahan yang terbuat dari kantong gandum segi tiga biru. Betapa mbeling-nya anak ini.

Kemudian ketika dia bertengkar dengan guru olahraganya gara-gara dia tidak masuk. Kepada guru menjelaskan kalau dia sakit. Guru tidak percaya, dan diminta memeriksa. Tetapi Pak Tamrin sang guru olahraga kemudian tak jadi memeriksa, saat Agnes dengan nekatnya hendak membuka baju.

Hingga kemudian hadirnya guru baru bahasa Indonesia, Wing Ganda. Saat pertama kali datang, Guru ini menjadikan Agnes jatuh cinta pada gurunya, yang setidaknya umurnya pasti lebih tua. Lelaki yang penuh perhatian, membimbing tanpa memarahi, memotivasi tanpa intimidasi. Dia menemukan lelaki yang diimpikannya, bukan seperti ayahnya.

Tetapi hatinya harus hancur ketika tahu bahwa gurunya ternyata kemudian menikah dengan pacar kakaknya yang sedang hamil. Sang kakak meninggal karena suatu kejadian, sementara pacarnya hamil. Wing Ganda yng merasa berutang budi pada kakak yang membiayai studinya sampai bsia menjadi guru, akhirnya harus menikahi perempuan pacar kakaknya. Dia melakukan demi bakti suci yang dijanjikannya.

Hancur leburlah hati Agnes menemui kejadian ini. Frusrtasi seberat-beratnya, karena sosok yang diimpikannya ternyata sudah berada dalam pelukan orang lain. Sementara Wing Ganda juga dalam kebingungannya, disarankan oleh sang istri untuk menemui Agnes, dan menjelaskan segala yang sudah terjadi.

Hancur memang. Ambyar, kalau menurut bahasa Didi Kempot. Tetapi dari sinilah kemudian tumbuh kedewasaannya. Dia menjadi berubah, meninggalkan Agnes yang lama. Perempuan mbeling, badung, semaunya sendiri, tidak ada yang ditakuti, dan semacamnya. Sekarang dia benar-benar menghentikan semua itu. Menutup masa lalunya, membakar semua kenangan yang berkaitan dengan kebadungannya, termasuk rok karung gandum dan blues spanduk itu.

Agnes menyebut itu tirinya “Ibu”, tidak seperti sebelumnya, tidak ada hormat-hormatnya. Dia memanggil ibu tirinya dengan sapaan “situ”.

Semua itu setidaknya berkat Wing Ganda, guru yang dicintai, tetapi tidak membalas cintanya. Dan guru itu diperankan oleh Adi Kurdi, yang Jumat siang 8 Mei 2020 meninggal dunia. Selamat jalan Agustinus Adi Kurdi. Tuhan sudah menyiapkan rumah yang indah di surga.

Widiyartono R.

Tonton filmnya di https://www.youtube.com/watch?v=8hF6nv1tEoU