blank
sate srepeh ayam kampung

Indonesia adalah negara yang kaya rempah-rempah. Masyarakatnya memiliki banyak tradisi yang berkaitan dengan rempah-rempah. Ada pengobatan dengan bahan baku rempah-rempah, ada juga masakan khas dengan rasa rempah asli Indonesia. Bahkan ada kalanya penduduk di negeri ini menciptakan masakan yang memiliki ciri khas sesuai dengan adat dan suku setempat.

Salahsatunya Kabupaten Rembang, yang juga memiliki aneka olahan makanan yang tidak ada di daerah lain. Beberapa masakan khas dari Kota Garam Rembang diantaranya adalah Lontong Tuyuhan, Sayur Mrico dan Sate Srepeh. Semua masakan khas dari Kabupaten Rembang itu juga mengunakan bumbu dapur dari rempah-rempah yang dihasilkan di negeri ini.

Sate Srepeh adalah makanan khas Kabupaten Rembang yang beberapa tahun terakhir ini mulai dikenal masyarakat, baik itu warga Rembang sendiri ataupun masyarakat dari luar Kabupaten Rembang.

Bagi warga asli Kabupaten Rembang yang hidup di perantauan, rasanya tidak komplit jika saat mudik ke kampung halaman tidak makan dengan lauk Sate Srepeh. Warung-warung Sate Srepeh juga selalu ramai didatangi penikmat kuliner.

Jumadi , 43 tahun, watga Desa Sawahan, Kecamatan Rembang adalah salah satu orang yang memperkenalkan Sate Srepeh pada masyarakat. Bapak satu anak ini adalah penerus ke-4 dari penjual Sate Srepeh.

Ditemui di warungnya yang ada di pinggir jalan RA Kartini, Jumadi mengungkapkan bahwa buyutnya sudah berjualan lontong tahu dan Sate Srepeh sejak awal pemerintahan Orde Lama (Orla).

Kemudian neneknya meneruskan usaha tersebut. Setelah itu usaha itu diteruskan pamannya. “Karena Pak Lik saya sakit-sakitan akhirnya berhenti jualan. Kemudian peralatannya saya tembung untuk saya pakai jualan,” ungkapnya.

blank
kuah sate sreoeh dan sayur lodeh

Awal mula berjualan lontong tahu dan Sate Srepeh itu sendiri lantaran terpaksa. Tujuh tahun yang lalu pasar Kota Rembang terbakar, padahal ia bekerja membantu saudaranya yang seorang bengkel elektronik. Lantaran kiosnya terbakar beserta peralatan servis elektronik, akhirnya ia menganggur.

Dari situlah ia memulai berjualan lontong tahu dan Sate Srepeh di trotoar tidak jauh dari
rumahnya. Tempat yang diberi nama Warung Srepeh Tenda Biru itu akhirnya ramai pengunjung.

Namun setahun terakhir ia pindah dan menyewa tempat lantaran trotoar untuk berjualan dibangun, dan pedagang kaki lima tidak boleh berjualan diatas trotoar.
Ditanya tentang Sate Srepeh, Jumadi mengaku tidak tahu riwatnya. Bahkan saat remaja dulu, ia juga pernah bertanya pada neneknya tentang asal muasal Sate Srepeh. Namun neneknyapun mengaku tidak tahu.

Jumadi memang sering membantu neneknya berjualan. Warungnya menempel di sisi selatan gedung bioskop. Meski pada awal tahun 80-an sudah ada listrik, namun nenek Jumadi memilih lampu teplok untuk menerangi jualannya.

Seiring perkembangan waktu usaha bioskop di Rembang gulung tikar, akhirnya bangunannya dirobohkan, termasuk pula warung lontong Srepeh yang menempel di bangunan itu. Tempat itu akhirnya berubah menjadi Pasar Senggol.

Beberapa tahun kemudian lapak yang sempat menganggur kembali dibuka untuk jualan.
Tempatnya juga tidak jauh dari tempat semula. Hanya orangnya saja yang berganti, yaitu pamannya Jumadi. Kini Jumadi menjadi pemilik bangkrak alias lapak yang dipakai berjualan puluhan tahun lalu oleh neneknya.

“Tapi bumbu srepehnya tidak sama, ada sedikit modifikasi,” ungkap Jumadi.
Jumadi mengungkapkan, ada perbedaan lontong atau nasi tahu Rembang dengan lontong
tahu dari daerah lain. Lontong atau nasi tahu khas Rembang selalu memakai sayur lodeh.

Sedangkan bumbu Sate Srepeh khas Rembang menggunakan santan kental, bukan memakai kacang seperti kebanyakan sate pada uumnya. Ayam yang disate adaah ayam kampung. “Bumbunya santan kental dan cabe merah. Juga ada bumbu rempah-rempah,” pungka Jumadi.

Sanyoto