blank
Yoyok B Priyambodo (Pimpinan Sanggar Greget Semarang). Foto: heri priyono

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Sanggar Tari Greget Semarang, kembali melahirkan karya seni tari yang menarik. Dengan judul Three Power Dance (Tarian Tiga Daya) part 2, karya ini didedikasikan sebagai mantera, tembang dan doa untuk orang sakit, berduka dan meninggal dunia.

Pimpinan Sanggar Greget, Yoyok B Priyambodo mengatakan, repertoar karya ini terinspirasi dari doa orang-orang atau keluarga yang berduka, karena ada anggota keluarganya meninggal karena Covid-19 dan penyakit lain, yang menerpa kehidupan di dunia saat ini.

BACA JUGA : GP Ansor dan Aice Segera Distribusikan APD ke Rumah Sakit Rujukan

”Meskipun lahir, hidup, jodoh, rezeki, kematian dan semuanya adalah kehendak Tuhan, namun manusia harus berusaha serta berdoa, agar dapat menerima apa adanya. Dan harus selalu bersyukur kepada Tuhan,” katanya, Selasa (21/4/2020).

Selain Yoyok yang bertindak sebagai koreografer, sutradara, dan penari, juga melibatkan seniman tari lainnya, seperti Djarot B Darsono dan Eko Supendi. Sedangkan untuk musik melibatkan komposer seperti Sudarsono, Mas Yok, Sulamin, Mahendra, Bayu, dan Arianti Radma.

Ada pun untuk latar belakang penggarapan, Yoyok menjelaskan, mengapa dirinya mengambil konsep tiga daya, dikarenakan tiga hal itu merupakan simbol jiwa manusia yang tercermin dalam Trimurti, Tripama, dan Tridaya.

blank

Sebuah Implementasi
Tiga cerminan simbol jiwa manusia itu semuanya harus dibersihkan dengan Pancasila Diri (5 Butir) yaitu sabar, rela, narima, jujur dan berbudi luhur.

”Angka 3 dan 5 itu merupakan perwujudan dari karya tari ini dengan diiringi delapan tembang. Mengapa? karena penggarapan karya tari ini merupakan sebuah implementasi dari lelaku hasta brata, yang merupakan perilaku sifat manusia dalam sebuah simbol,” katanya.

Dalam proses penggarapannya, Tembang 8 Pupuh beserta koreografi dan komposisi musik secara mandiri, disusun di rumah masing-masing seniman, dengan arahan sutradara yang kemudian dirangkum dalam sebuah bentuk pertunjukan tari.

Heri Priyono-Riyan