blank
Anggota Komisi IV DPR-RI, Drs Hamid Noor Yasin MM, mengkritisi Indonesia negeri agraris yang subur, tapi masih dominan memiliki ketergantungan pada impor pangan dari luar negeri.

JAKARTA (SUARABARU.ID) – Indonesia merupakan negeri agraris yang subur, tapi ironisnya sampai sekarang masih dominan memiliki ketergantungan impor produk pangan dari luar negeri. Menyikapi ini, pemerintah harus melakukan langkah strategis, untuk mengurangi ketergantungan impor produk pangan.

Demikian ditegaskan Anggota Komisi IV DPR-RI, Drs Hamid Noor Yasin MM, yang meminta pemerintah agar mulai membenahi implementasi impor pangan nasional, agar tidak terlalu dominan memiliki ketergantungan pada negara lain. Kata Hamid, pemerintah harus segera melakukan langkah konkrit, untuk menyikapi kemunculan isu fluktuasi harga produk pangan yang kerap terjadi di Tanah Air. Seperti pada komoditas daging, cabai maupun bawang putih, yang baru-baru ini terjadi akibat penerapan kebijakan masa lalu yang terlalu tergantung pada satu negara yang terlalu dominan.

Hamid Noor Yasin, legisator asal Daerah Pemilihan (Dapil) IV Jateng (Wonogiri, Karanganyar dan Sragen) ini, menyatakan, tiap daerah di Indonesia punya potensi yang sangat menarik untuk pengembangan produksi pertanian atau peternakan. ”Tidak sepatutnya kita lemah dalam menghadapi kelangkaan produk pangan yang seharusnya mampu kita produksi sendiri”, tegas Hamid.
Potensi Besar
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, mencontohkan seperti Kabupaten Wonogiri memiliki lahan untuk sawah seluas 32.569 Ha (17,88%), lahan tegalan seluas 88.638 Ha (48,85%), lahan bukan pertanian seluas 37.925 Ha (20,82%), lahan hutan rakyat seluas 4.370 Ha (2,40%), dan areal hutan negara seluas 17.662 Ha (9,69%). Kemudian Kaanganyar, memiliki potensi yang sangat besar untuk komoditas pertanian jenis padi sawah, jagung dan kacang tanah, dengan luasan lebih dari 56 ribu Hektar (Ha) dan angka kapasitas produksinya mencapai 400 ribu ton lebih. Di Karanganyar, juga memiliki potensi perikanan dan peternakan yang cukup besar seperti domba, ayam petelur dan budidaya ikan tawar.
 
Selanjutnya, di Kabupaten Sragen, merupakan daerah yang mengalami surplus pangan rata-rata 205 ribu ton beras per tahun. Kabupaten Sragen dikenal sebagai lumbung pangan Jawa Tengah, dengan potensi agraris yang cukup beragam yang didukung oleh banyaknya penduduk di Kabupaten Sragen yang bekerja di sektor pertanian. Selain itu kawasan pertanian di Kabupaten Sragen mempunyai prospek yang baik, khususnya pertanian lahan basah, yang didukung oleh pemilikan sarana dan prasarana (Sapras) saluran irigasi teknis dari Waduk Gajah Mungkur Wonogiri serta adanya tujuh waduk di Sragen yakni Gebyar, Blimbing, Kembangan, Bothok, Brambang, Gembong, dan Ketro.
 
“Saya yakin, setiap daerah punya kekhasan untuk dikembangkan sebagai daerah sentra pangan tertentu dan beragam untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri,” tegas Hamid Noor Yasin sembari berharap agar pemerintah pusat mampu menangkap semua peluang dari potensi-potensi yang ada di daerah tersebut. Para pihak yang berada di tingkat pusat, diharapkan dapat dengan tegas melalui idealismenya, mampu mewujudkan kesejahteraan bagi bangsanya.
 
Satu Negara
Hamid, legislator dari Dapil Jateng IV ini menyarankan kepada pemerintah, kalaupun mau impor produk pangan, jangan terlalu dominan pada satu negara saja. Pada kasus bawang putih, dari 13 perusahaan importir besar bawang putih, 10 perusahaan impornya bergantung pada satu negara saja, yakni China. Akan ada produk-produk pangan strategis yang berpotensi berfluktuasi harganya, bila tidak dikelola dengan baik, utamanya untuk komoditas padi, jagung, kedelai, kacang tanah, ketela, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, dan sorghum. 
 
Pada kasus gula dan garam, lanjut Hamid, ketergantungan kita terhadap produk impor juga masih tinggi. Ini menjadi tantangan tersendiri, sebab diprediksi akan terjadi defisit kebutuhan akan gula bila pemerintah tidak membuka kran impor dalam beberapa bulan ke depan. Apalagi dalam waktu menjelang lebaran, akan ada tantangan di masyarakat apakah pemerintah mampu mengendalikan harga-harga secara wajar terhadap produk pangan.

Hamid berharap, pemerintah mampu memberi kenyamanan pada masyarakat. Saat ini kepuasan masyarakat kepada pemerintah dalam pengelolaan tata niaga pangan masih rendah. Banyak keluhan dari masyarakat, terkait stabilitas harga pangan. ”Semoga pemerintah mendengar suara rakyat untuk kestabilan harga pangan ini,” tegas Hamid seraya menyarankan kalau memang terpaksa akan impor pangan, jangan terlalu dominan pada satu negara saja, dan Impor hendaknya dilakukan saat dalam keadaan terpaksa saja.

Bambang Pur