blank
Wakil Ketua DPRD Wonogiri, Siti Hardiyani (kiri), menyampaikan sambutan pada acara pembukaan public hearing terkait dengan pembuatan Perda KLA.

WONOGIRI (SUARABARU.ID) – Di Kabupaten Wonogiri, jumlah kasus tindak kekerasan terhadap anak cukup tinggi, dan bahkan terhitung menonjol untuk wilayah Provinsi Jateng. Ironinsnya, Wonogiri belum memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Kabupaten Layak Anak (KLA), sebagai payung hukum untuk memberikan proteksi kepada anak-anak sebagai generasi penerus bangsa.

Demikian dikemukakan Ketua Komisi IV DPRD Wonogiri, Sriyono, SPd, Rabu (5/2), ketika menyampaikan sambutan pada acara public hearing yang digelar di ruang sidang utama Graha Paripurna lantai dua Gedung DPRD Kabupaten Wonogiri. Kegiatan ini, menandai acara perdana penggunaan ruang Graha Paripuna tersebut, setelah dilakukan pemugaran interior tata ruangnya.

Kata Sriyono, ada 3 dari 35 kabupaten/kota se Jateng yang belum memiliki Perda KLA. ”Salah satu dari tiga itu, adalah Kabupaten Wonogiri,” jelas Sriyono. Pada hal, pemerintah Indonesia pada Tahun 2030 kelak, memprogramkan semua kabupaten/kota di Tanah Air, harus sudah menjadi kabupaten/kota layak anak.

blank
Ketua Komisi IV DPRD Wonogiri, Sriyono (tengah) didampingi Kepala DPPKBPPA Dokter Setya Rini (kiri), menyampaikan argumentasi betapa pentingnya menginisiasi pembuatan Perda tentang KLA.


Kekerasan Seksual
Betapa pentingnya Perda KLA itu harus dibuat, ikut dilatarbelakangi kasus kekerasan terhadap anak, utamanya tindak kekerasan seksual pada anak di Kabupaten Wonogiri cukup tinggi. Kata Sriyono, dalam Bulan Januari 2020 ini saja, di Kabupaten Wonogiri telah terjadi 4 kasus tindak kekerasan pada anak.

Ketua DPRD Kabupaten Wonogiri, Setyo Sukarno, melalui Wakil Ketua DPRD Siti Hardiyani SE, MM, menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada Komisi IV DPRD Wonogiri, yang telah menginisiasi pembuatan Perda KLA. ”DPRD Kabupaten Wonogiri, mendukung sepenuhnya langkah Komisi IV yang mengajukan Raperda inisiatif tentang KLA,” tegas Siti Hardiyani, sembari menyambut baik digelarnya acara public hearing untuk mendapatkan masukan demi penyempurnaan pembuatan Perda KLA.

Sekretaris DPRD Kabupaten Wonogiri, Ir Gatot Siswoyo, MM, melalui Kabag Produk Hukum DPRD Kabupaten Wonogiri, Sutopo, SH, MM, menyatakan, acara public hearing (dengan pendapat) ini, diikuti oleh para pimpinan dinas dan isntasi terkait, pimpinan dan anggota DPRD, para pejabat dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud), Dinas Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Anak (DPPKBPPA) dan para camat se Kabupaten Wonogiri.

Menjadi Predator

Berikut juga diundang Kapolres, Kajari, Ketua Pengadilan Negeri (PN) dan Ketua Pengadilan Agama, Kepala Sekolah (Kasek) dari sekolah negeri dan swasta, pengurus OSIS dari sejumlah sekolah mewakili siswa, pengurus Organisasi Perempuan yang eksis di Wonogiri, tokoh-tokoh Pendidik Anak Usia Dini (PAUD), tokoh masyarakat yang memiliki kepedulian pada anak, serta para tokoh agama.
”Siswa juga kami undang, setidak-tidaknya agar ikut mengetahui dan memahami tentang keberadaan Perda KLA,” tegas Kabag Produk Hukum DPRD Wonogiri, Sutopo.

blank
Sebagai perwakilan siswa, para pengurus OSIS dari sejumlah sekolah, ikut diundang mengikuti public hearing pembuatan Perda KLA.

Pelibatan para siswa ini, dilakukan setelah sebelumnya pada acara Jaring Asmara (Penjaringan Aspirasi Masyarakat) di Kecamatan Manyaran, Kabupaten Wonogiri, muncul otrokritik yang mempermasalahkan mengapa yang diundang hanya para orang tua saja, pada hal Perda yang dibuat menyangkut anak. Tampil sebagai nara sumber dalam acara dengar pendapat tersebut, Kepala Dinas (DPPKBPPA) Kabupaten Wonogiri, Dokter Setya Rini, M Kes, dan Dosen Bagian Hukum Tata Negara Administrasi Negara Fakultas Hukum Unnes, Saru Arifin SH, LLM.

Menurut Saru Arifin, dampak kemajuan zaman telah menjadikan TI ikut berperan sebagai predator bagi anak-anak, yang dapat mendorong mereka menjadi generasi asosial, dan tidak tertutup pula mendorong untuk melakukan tindak kriminal, kenakalan dan bullying. Secara kritis, Saru Arifin, menyampaikan sesuatu yang ironis ketika pemerintah hanya berorientasi pada pembangunan ekonomi dan politik, serta belum melakukan langkah riil untuk melakukan pembangunan yang berbasis anak.
Bambang Pur