blank

blank

KARENA mengejar gemerlap dunia, banyak orang mencari jalan pintas yang diyakini dapat mempercepat apa yang diinginkan. Namun, ketika angan-angan itu sulit didapatkan, sebagian orang menempuh cara lain, termasuk cara batin:  mendatangi tempat keramat, orang pintar, memburu harta karun dan sebagainya.

Kecenderungan masyarakat mencari jalan pintas itu kemudian  dimanfaatkan orang-orang “pintar” yang menebarkan janji muluk tentang mudahnya mendapatkan gemerlap dunia melalui praktik penipuan berkedok keajaiban.

Tragisnya, para pelaku itu sebagiannya sering berpenampilan seperti rohaniawan. Hal itu dilakukan agar calon korban tidak mencurigainya, karena kesan dari sosok rohaniawan itu oleh sebagian masyarakat diyakini sebagai profesi yang baik dan terhormat yang tak mungkin melakukan penipuan.

Trik-trik penipuan yang dikemas dalam bungkus spiritual dan supranatural itu dilakukan sedemikian rupa dan dilakukan dengan perhitungan matang. Salah satu yang pernah saya amati  adalah penipuan membongkar harta karun yang terpendam dalam tanah dan melarung sejumlah uang ke laut.

Modus ini dilakukan dengan melibatkan banyak pihak. Misalnya seorang penipu yang akan beroperasi pada suatu desa, satu bulan bahkan lebih, sebelumnya anak buahnya sudah melakukan survei dan aksi. Misalnya, memendam pusaka pada suatu lokasi yang dianggap angker atau keramat.

Ketika akan mulai beraksi mereka minta izin salah satu warga yang punya pengaruh untuk diajak melakukan pendeteksian benda-benda terpendam.  Saat dia menentukan letak tanah yang disebut ada benda pusakanya, lalu dilakukan pembongkaran oleh warga setempat.

Karena jarak penanaman dan pembongkaran itu dilakukan pada jeda waktu yang lama, apalagi tanah lokasi pusaka itu ditemukan sudah ditumbuhi rerumputan, warga pun tidak mencurigainya.

Apakah yang dilakukan itu murni magis? Tentu saja tidak! Semua sudah dipersiapkan jauh-jauh bulan. Bahkan ada benda magis (batu, akik) dsb, yang ditemukan dalam bambu yang masih hidup. Karena bambu itu tidak ada bekas luka atau dilubangi, warga pun heran bahkan ada yang berani membayar mahal.

Uang Ratu Laut

Ada juga teknik penipuan yang mencatut nama Ratu Pantai Selatan. Cara ini pernah memakan korban sekumpulan warga tetangga desa saya. Modusnya, diawali dengan kedatangan tamu yang menemui tokoh masyarat setempat dan dia mengaku bisa mendatangkan uang secara gaib dan secara massal.

Modus yang dilakukan, warga desa yang punya pengikut banyak  itu disuruh membuat kotak dari kayu, lengkap dengan kuncinya. Setelah itu, secara berjamaah mereka menyerahkan sejumlah uang. Dijelaskan, semakin banyak uang yang diserahkan, uang yang akan masuk dalam kotak setiap pagi itu pun semakin banyak.

Karena percaya dengan penampilan dan diplomasinya, warga lalu membuat kotak dan mengumpulkan “uang bibit”. Selanjutnya, pada hari yang dianggap baik, mereka  sowan ke rumah orang pintar yang tinggal dekat wilayah pantai selatan. Mereka menyerahkan uang yang pada awal tahun 90-an sejumlah Rp 41 Juta.

Malam hari, jamaah itu diajak ritual ke pantai selatan membawa uang jamaah yang dimasukkan dalam kantong terigu. Selanjutnya, disaksikan yang pada iuran, uang itu dilemparkan ke laut. Dan setelah itu mereka pulang.

Uang Balik

Benarkah pagi harinya ada uang yang datang secara gaib masuk dalam kotak kayu peserta ritual? Ternyata benar adanya! Ada kotak yang tiba-tiba berisi uang Rp. 20.000 ada yang Rp 10.000  dan ada yang hanya Rp 5.000. Dan saat dicek di bank, uang bau wangi itu dinyatakan asli.

Kesannya ini benar-benar ajaib, karena semua kotak semula tampak kosong dan terkunci. Mereka pun ribut. Setelah hari ketiga tidak ada perubahan, dalam artian kotak masih tetap kosong, tak ada uang datang lagi, kepala rombongan didampingi sebagian peserta laporan ke pihak yang mengundang uang itu.

Apa jawabnya? “Sampeyan kan melihat sendiri kalau semua uang dalam kantong itu sudah saya lempar ke laut. Jika kemudian ada yang jodoh dan ada yang tidak, saya tidak tahu. Mungkin dari sekian jamaah ini ada yang hatinya tidak bersih!”

Mereka lalu balik ke daerah masing-masing. Tradisi orang kita itu saat mengalami hal yang kurang menyenangkan, cara  menghibur dirinya  sederhana sekali : “Ya wis lah… belum rezeki…” Bahkan di antara mereka malah  bertengkar, sesama korban karena saling menuduh temannya sebagai penyebab kegagalan.

Rahasia dari permainan atau dolanan macam itu sederhana. Pelaku sudah menyiapkan  dua kantong (terigu) yang sama. Yang dilempar ke laut itu bukan kantong berisi uang yang dikumpulkan calon korban, melainkan kantong duplikat yang berisi guntingan kertas.

Lantas, bagaimana dengan tiga kotak yang ada uangnya pada pagi yang pertama itu? Nah, yang ini tidak boleh dibuka rahasianya di forum umum. Nanti bisa ditiru. Intinya, dalam kehidupan itu jangan mudah percaya hal-hal yang (katanya) ajaib.

Di seputar komunitas “orang pintar” yang suka mengeksploatasi perburuan “harta karun” berlaku hukum “senior makan junior”. Mereka yang jam terbangnya tinggi makan pendatang baru yang masih awam.

Maka, jika ada senior yang hartanya melimpah itu bukan karena dia sudah berhasil mendatangkan  uang melalui kekuatan ilmu gaibnya, melainkan keberhasilan itu hasil dari ngerjain junior atau “pendatang baru”.

Masruri adalah pengamat dan konsultan metafisika, tinggal di Sirahan, Cluwak, Pati