blank

blank

Ada ungkapan, keramat itu seperti air mancur yang tidak membasahi tempat terdekatnya, melainkan lebih membasahi tempat yang jauh. Hal seperti ini dapat dilihat dari fenomena seputar praktisi supranatural: Ahli hikmah, paranormal, tabib, dukun, yang kebanyakan mereka itu lebih  manjur bagi orang jauh, dan  kurang atau bahkan tidak bagi tetangga sendiri.

Kunci keberhasilan seseorang saat ikhtiar yang berkaitan masalah metafisika, selain faktor izin-Nya, juga berkaitan dengan keyakinan tamunya. Karena itu, seseorang yang benar-benar percaya kepada orang yang diyakini, baru melihat atau bertemu, beban yang dialaminya terasa lebih ringan, bahkan hilang atau sembuh.

Hingga ada ungkapan, orang yang datang ke orang pintar, itu sesungguhnya dia sudah membawa obat bagi dirinya sendiri. Karena itu, semakin jauh jarak yang ditempuh menuju kediaman Guru atau “orang pintar” hal itu sebanding tingkat keberhasilannya.

Seseorang yang sudah berniat kuat menempuh perjalanan jauh mencari obat atau solusi atas problem-problemnya, berarti dia sudah menunjukkan niatnya yang kuat. Dan niat itu yang dinilai Tuhan. Maka, ketika dia diberi kesembuhan atau keberkahan dari apa yang diinginkan, belum tentu itu faktor kemanjuran dari pihak yang didatanginya, melainkan faktor yang mendatangi.

Karena itu, ketika ada yang bertanya  bagaimana mencari keberkahan ilmu atau bentuk ikhtiar lain, saran saya, carilah guru atau penyembuh yang jauh dari tempat tinggalmu,  jika perlu yang melalui proses pencarian panjang dan melelahkan.

Proses berjuang itu berbeda jika Anda ikhtiar dengan orang dekat yang dalam kesehariannya Anda lihat dengan mata kepala sendiri.  Ini berbeda dengan orang jauh yang tidak dikenal kesehariannya.  Karena itu, mencari berkah dari orang jauh itu lebih mudah connect dibanding dengan orang dekat.

Faktor yang Datang

Keajaiban lebih berlaku bagi orang jauh ini menurut kaidah agama dapat dibenarkah. Selain faktor kesungguhan, juga ada faktor lain. Karena  termasuk doa yang diprioritaskan Tuhan, salah satunya adalah doa para musyafir. Artinya, ketika ikhtiar itu berhasil, faktor yang membawa keberkahan itu boleh jadi karena pihak (tamu) yang datang, dan belum tentu orang pintar yang didatanginya.

Keterikatan seseorang terhadap orang lain sering kali lebih kuat dan mengalahkan keyakinan diri sendiri hingga memunculkan auto-sugesti atau kalimat pembenaran: ora ana wong sing bisa buwang klilipe dhewe, yang artinya tidak ada orang yang bisa membuang kelilipnya sendiri. Atau pepatah tukang cukur tidak bisa mencukur rambut sendiri, karena itu dia masih perlu bantuan orang lain.

Sementara itu dari pihak yang didatangi, untuk menjaga keyakinan  orang yang datang dari jauh itu dilakukan “pemblokiran” sugesti melalui tradisi, tamu saat  pulang tidak boleh mampir- mampir, untuk makan atau minum di warung di daerah orang pintar yang didatanginya.

Tradisi ini untuk menjaga jangan sampai tamu itu nanti bertemu warga yang memberi masukan negatif tentang orang yang baru didatangi hingga mengurangi tingkat keyakinannya. Keyakinan bahwa ikhtiar atau berguru dengan orang jauh itu bisa diterima. Selain faktor kesungguhan,  juga karena termasuk tiga doa yang mustajab atau mudah terkabul itu adalah  doa orang berpuasa, doa orang yang terzalimi dan doa para musafir.

Namun majurnya  doa itu perlu ditunjang  hal yang  menyebabkan  terkabulnya doa,  seperti : Keikhlasan dan kesungguhan dalam doa, besarnya harapan dan berprangka baik kepada Allah, hadirnya hati dan tidak ada halangan yang menyebabkan doa tertolak.

Persepsi Tamu

Walau lebih memosisikan diri sebagai penulis masalah metafisika, oleh pembaca buku, saya pun terkadang diposisikan sebagai “orang pintar” karena dianggap mampu melakukan hal-hal yang (aslinya) tidak sengaja namun oleh orang lain, itu dikait-kaitkan dengan keajaiban.

Misalnya, malam hari ketika sedang menerima beberapa tamu dari luar kota, saya izin ke dapur untuk mengambil lampu minyak untuk dinyalakan. Hal itu saya lakukan  karena di desa saat hujan angin rawan mati lampu karena banyak pepohonan.

Ketika lampu baru saya nyalakan, tiba-tiba mati lampu. Tamu pun geleng-gelang kepala, heran, menganggap lampu atau listrik mau mati, tuan rumah sudah mengetahui.

Begitu juga saat kami jagong, saya bergegas ke kamar untuk mengambil spidol. Dan baru beberapa langkah, telepon dalam kamar berdering. Para tamu menganggap itu sebagai keajaiban, “Bapak ini luar biasa.. lampu mau mati, telepon mau bunyi Bapak sudah didatangi … “

Jadi? Sesuatu yang terjadi secara kebetulan itu oleh orang lain ditafsiri secara berlebihan, dan itu menambah keyakinan bagi yang sedang ikhtiar.

Masruri adalah pengamat dan konsultan metafisika, tinggal di Sirahan, Cluwak, Pati