blank
Salah satu raja yang sering diklaim yaitu Raja Sulaiman dan Ratu Bilqis.

Oleh Masruri

blank

SESEORANG mengaku sebagai pemegang kunci amanah harta karun mengatakan bahwa awal ditunjuknya dia sebagai pemegang amanah itu setelah rapat di langit tingkat sap/tingkat tujuh bersama Ratu Bilqis setelah bertapa di goa gunung Ceremai – Jawa Barat.

Begitu dia turun di sebuah tanah lapang di desa perbatasan Jateng – Jatim, dia bertemu Eyang Kilir (Nabi Khidir). Dia lalu ditugaskan  mengurus harta Romo Soekarno, di seluruh dunia. Dan seseorang itu mengaku sebagai keluarga “sudut dalam”, entah apa artinya.

Dia mengaku sebagai pemegang amanah kunci harta karun dari Eyang Karno (Bung Karno) yang tersimpan di sekitar gunung kecil di laut utara  perbatasan Pati – Jepara.  Menurutnya, di lokasi itu dia menguasai lempengan emas, batu giok, uang dollar hasil perjanjian antara Soekarno dengan Jhon F Kennedy yang jumlahnya mencapai setengah lautan dan panjangnya sampai laut merah.

Dia  mengaku sebagai penguasa harta karun itu dari trah “sudut dalam” dan  ditugaskan untuk membagi harta karun untuk kesejahteraan Indonesia. Sayangnya, untuk proses membuka harta karun itu perlu dia dana setidaknya dua miliar.

Konon, kata “pemegang amanah” harta karun itu peninggalan Eyang Sulaiman (Nabi Sulaiman AS) yang kata mereka wafatnya di daerah Sleman. Sedangkan Ratu Bilqis atau istri Eyang Sulaiman, itu oleh orang Jawa dipanggil Nyi Roro Kidul yang kini berkuasa di Laut Selatan.

Apakah gerakan yang mengeksploitasi “harta karun” semacam ini terorganisasi atau hanya aktivitas pribadi-pribadi yang lebih berorientasi kepentingan materi, entahlah!

Ini tampaknya ini perlu diwaspadai. Terlebih lagi, pada lingkup para pemburu harta karun itu juga ada ajaran-ajran yang bersinggungan dengan agama. Bahkan mereka juga memiliki “syahadat” tersendiri berbunyi :

“Kotak hitam lauful mahfudz/selendang sutra wara kuning mas/Air perjanjian laut merah/Air perjanjian warnasaba/Sabda Palon Naya Genggong/Air perjanjian tape ketan hitam/Cangkir Jawi yen ora iku bangka (mati?)”

Gejala Kejiwaan?

Orang yang sudah terlilit masalah harta karun itu hanya dua hal yang mampu menyadarkannya, yaitu ketika hartanya sudah habis, atau dia dapat hidayah dari-Nya. Lazimnya, mereka itu sulit dinasihati bahkan menurut para ahli ilmu jiwa, gejalanya sudah mendekati tingkat “waham” (keyakinan palsu).

blank
Raja dan Permaisuri Keraton Sejagat, Sinuwun Totok Santoso dan Fanni Aminadia. Foto: Istimewa

Belakangan ini, beberapa dari pemburu harta karun yang “kiblat”-nya ke arah selatan (Sleman) dan Pantai Selatan, mengatakan bahwa saat ini harta karun terpendam di bawah candi Borobudur.

Risiko memburu harta karun itu selain merusak pikiran, harta pun bisa amblas, hutang menumpuk, masuk penjara karena tindak pidana, terlilit hutang, Dsb.

Menasihati orang yang terjerat isu harta karun itu tidak mudah. Keyakinan mereka sulit dipatahkan, bahkan menurut dawuh sesepuh panutan, beliau mengatakan, “Orang menganggapku  wali, namun kalau mendoakan orang yang sudah memburu harta karun itu doaku tidak mempan, bahkan wali tujuh pun tidak mempan, karena hati mereka sudah dipeluk iblis.”  Wallahu a’lam.

Gangguan jiwa berawal dari nafsu-nafsu rendah yang dituruti, karena itu kita perlu mengetahui tanda-tandanya, di antaranya :

1. lsolasi diri (suka menyendiri) dan merasa terganggu jika didekati.
2. Perilaku aneh, melakukan aktivitas yang tidak biasa dilakukan.
3. Biara kacau, jika diajak berbicara, jawabannya yang tidak semestinya.
4. Berkurang kesadarannya tentang kebersihan, malas mandi, dll.
5. Fungsi peran berkurang : Prestasi atau kerja merosot.
6. Emosi tak sesuai yang dibicarakan. Bbicara kematian sambil tertawa.
7. Persepsi tidak lazim, sering mendengar, melihat atau merasakan sesuatu, yang hakikatnya tidak ada.
8. Ide tidak lazim, memburu harta karun/gaib, memastikan bisa kaya mendadak, dan gejala ini datang dalam waktu yang tidak rutin (kadang-kadang).

Jika terdapat minimal dua dari gejala itu dan berlangsung dalam  enam bulan, maka gejala gangguan jiwa itu sudah ada. Namun jika gejala itu hanya muncul sesaat , dua – tiga hari lalu hilang, itu belum bisa dianggap dari gangguan jiwa.

Gangguan jiwa yang tidak ditangani, dapat berkembang menjadi gangguan yang sesungguhnya dan itu ditandai oleh:

1 . Wahamnya jelas. Yang dimaksud waham adalah keyakinan palsu. Mmempercayai sesuatu yang hakikatnya tidak ada.
2. Hidup emosi tumpul.
3. Diam kronik. Tidak bergerak dan tidak berekspresi dalam waktu lama.
4. Halusinasi menonjol, merasa dikejar orang, hantu, Dsb.
5. Bicaranya kacau dan banyak namun tidak nyambung antara satu pembicaraan dengan yang lain.

Kelima gejala ini diditambah dua gejala lain, yaitu tidak mampu bersosiasi dengan lingkungan dan tidak pula dapat memanfaatkan waktu luangnya untuk hal-hal yang positif, itu menjadi tanda dari gangguan jiwa yang sebenarnya, apabila minimal ada dua gejala tersebut diatas, dan itu berlangsung satu Minggu.

Waham berasal dari bahasa Arab yang artinya prasangka, menurut  ahli jiwa diartikan “keyakinan palsu”.  Adanya waham dalam pribadi seseorang, merupakan adalah tanda kelainan jiwa.

Tanda adanya  waham ditandai oleh lima hal, yaitu :

1 . Egosentris. Setiap berbicara selalu menonjolkan keakuannya.
2. Ide dan keyakinannya selalu dipercaya 100 presen.
3 .Tidak realistis. Berkeyakinan yang mustahil dapat dilakukan.
4. Tidak logis. Berkeyakinan yang tidak masuk akal.
5. Tidak dapat dibelokkan. Yaitu, jika mempunyai kepercayaan terhadap sesuatu, maka ide itu tidak dapat dibelokkan orang lain.

Namun jika idenya masih dapat dibelokkan atau diarahkan orang lain, tahapnya belum mencapai waham kebesaran, melainkan tingkat ide kebesaran.

Waham terkait sifat sombong, pamer dan kagum diri (takabur, riya’, ujub). Dan dalam keseharian itu dapat kita dilihat pada orang yang meyakini dirinya sebagai “tokoh spiritual” dengan tanpa mengukur diri.

Namun jika orang itu masih sadar bahwa yang dilakukan itu sebuah kebohongan, maka dia belum termasuk kena gangguan kejiwaan. Namun jika ide itu dikembangkan oleh fantasi atau kebohongan-kebohongan dan itu diyakini sebagai hal yang benar-benar terjadi, maka ini sudah termasuk dari gangguan jiwa.

Masruri – Penulis dan pengamat masalah metafisika, tinggal di Sirahan, Cluwak, Pati.