blank
Kholid Mawardi. foto: dok/Suarabaru.id

KUDUS (SUARABARU.ID) – Kesaksian Sekda Kudus Sam’ani Intakoris dalam persidangan kasus dugaan jual beli jabatan Bupati Kudus nonaktif HM Tamzil, menuai reaksi masyarakat. Sejumlah pihak meminta aparat hukum menjadikan kesaksian tersebut sebagai pijakan pengembangan kasus-kasus lain di Kudus.

Reaksi tersebut salah satunya disampaikan aktivis sekaligus pengamat politik Kholid Mawardi. Menurut Kholid, apa yang disampaikan Sekda di hadapan majelis hakim, semestinya menjadi  awal untuk mengungkap praktik-praktik kotor yang terjadi di lingkungan pemerintahan kota Kretek.

“Sebelumnya, saya mengapresiasi Sekda saat memberi kesaksian. Tapi lebih dari itu, kesaksian ini tak harus berhenti  di persidangan saja, tapi harus ditindaklanjuti oleh aparat hukum,”kata Kholid, Selasa (14/1).

Salah satu kesaksian Sekda yang patut jadi perhatian, kata Kholid, adalah perihal adanya perjanjian antara Tamzil dengan pengusaha saat Pilkada. Dan yang ironis, dalam perjanjian tersebut terungkap adanya aliran dana dari pengusaha untuk pemenangan Tamzil dalam Pilkada, namun disertai dengan sejumlah syarat.

Menurut Kholid, jika hal tersebut benar adanya, maka aliran dana tersebut bisa pula diusut lebih lanjut. Sebab, syarat-syarat dalam perjanjian yang diungkap Sekda tersebut, salah satunya memberi hak para donatur Tamzil ikut intervensi dalam proses pengerjaan proyek daerah dan pemilihan pejabat.

“Tentu ini persoalan sangat serius dan harus ditindaklanjut karena ini bisa diartikan bentuk gratifikasi lainnya. Aparat tentu bisa mengembangkan fakta tersebut ke kasus yang lebih mendalam,”tambah Kholid.

Ditambahkan Kholid, aliran dana pengusaha dalam Pilkada tersebut juga patut dipertanyakan keabsahannya. Sebab, semua aliran dana kampanye semestinya dicatat dan dilaporkan ke KPU.

“Kami juga minta KPU membuka apakah aliran dana sebagaimana disebutkan Sekda tersebut ikut dilaporkan. Jika tidak, apa konsekuensinya secara hukum,”tandasnya.

Fee Proyek

Sementara, terkait kesaksian Sekda yang menyatakan bupati sebelum Tamzil juga mendapat fee proyek 5 persen, juga patut ditindaklanjuti secara serius. Menurutnya, aparat penegak hukum juga harus berinisatif untuk mengusut lebih lanjut keterangan tersebut.

“Kalau benar, tentu ini gratifikasi. Jadi, juga harus ditindaklanjuti,”katanya.

Sebab, jika tidak bisa dibuktikan kebenarannya, kata Kholid, kesaksian tersebut bisa menjadi fitnah. Apalagi, bupati sebelum Tamzil dimana Sam’ani masih menjabat Kadinas PUPR adalah H Musthofa yang kini menjabat sebagai anggota DPR RI.

Baca juga: 

Sam’ani Ungkap Perjanjian Tamzil dengan Pengusaha untuk Pilkada

Sekda: Bupati Sebelum Tamzil Terima Fee Proyek 5 Persen

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dalam persidangan kasus dugaan jual beli jabatan bupati nonaktif HM Tamzil, Sekda Kudus Sam’ani Intakoris menyampaikan beberapa hal yang cukup mengejutkan.

Salah satunya adalah adanya aliran dana dari pengusaha bus yakni H Haryanto dan pengusaha kontraktor Noer Halim ke Tamzil untuk Pilkada 2018 silam. Dikatakan, Haryanto memberi Tamzil Rp 30 miliar dan Halim Rp 10 miliar. Dalam perjanjian tersebut, disyaratkan kalau kedua pengusaha tersebut bisa melakukan intervensi dalam pengambilan kebijakan pengangkatan pejabat dan pengaturan proyek.

Selain itu, Sam’ani juga membeberkan praktik pemberian fee proyek sebesar 5 persen kepada bupati sebelum Tamzil saat dirinya menjabat Kadinas PUPR. Bupati Kudus saat itu, adalah H Musthofa.

Tm-Sb/Ab