blank

blank

Di pinggiran kota, banyak warga terlilit masalah karena memburu “harta karun”, mulai yang disebut dana revolusi, dana amanah, pelipatgandaan uang, uang balik, dsb. Sebagian dari mereka hartanya habis, keluarga pun berantakan.

Aktivitas memburu harta karun biasa disebut “bisnis uka-uka”. Dalam kesehariana, mereka jalan tak jelas kemana dan siapa yang akan didatangi. Orang yang sudah terlilit masalah ini, hanya dua hal yang mampu menyadarkannya, yaitu ketika hartanya sudah habis, atau dapat hidayah dari-Nya.

Dalam pengamatan penulis, orang yang memburu “harta karun” itu sulit dinasihati. Dalam ilmu jiwa, gejalanya sudah mendekati tingkat “waham”. Walau korban sudah banyak, hampir setiap generasi selalu muncul mereka yang hobi memburu harta karun.

Saya bertemu dengan “tokoh spiritual” dan diperdengarkan rekaman dari seseorang yang mengaku sebagai juru kurci harta karun. Dalam rekaman disebutkan, harta karun itu saat ini terpendam di bawah Candi Borobudur. Dan pemegang kunci dari harta karun itu adalah pemilik suara yang ada dalam rekaman itu.

Dia yang mengaku memegang kunci harta karun dari Eyang Karno (Bung Karno). Sayangnya, untuk proses membuka itu dia perlu dana dua miliar. Disebutkan juga, harta karun itu peninggalan dari Eyang Nabi Sulaiman, dan disbut wafatnya di sekitar Yogyakarta, tepatnya di daerah Sleman. Sedangkan Ratu Bilqis itu adalah adalah istri dari Eyang Sulaiman, namun oleh orang Jawa dipanggil sebagai Nyi Roro Kidul.

Mereka Berkelompok

Sebagai penulis dan pengamat masalah metafisika, saya punya pergaulan yang luas dengan mereka. Pada umumnya mereka yang kemudian bergabung dalam kelompok itu dulunya adalah korban yang tidak berani pulang ke rumah karena soal keuangan.

Bagi seorang penulis, informasi dari mereka itu luar biasa, banyak modus yang belum diketahui khalayak, misalnya, bagaimana untuk meyakinkan calon korban itu mereka bisa menampakkan tumpukan uang asli dalam suatu kamar yang semula kosong, bahkan uang itu boleh dicek di bank. Demo-demo macam itu untuk mengelabui calon korbannya.

Modus mereka sulit terendus, namun jika itu ditulis, seperti buah simalakama. Karena, tidak ditulis masyarakat tidak mengetahui trik atau rahasia mereka, ditulis pun bisa menjadi inspirasi bagi orang yang memang sudah “berbakat” untuk melakukan tindak kriminal. Namun, bisa jadi suatu saat trik semacam itu perlu ditulis dengan mempertimbangkan teknik penulisannya lebih dikuatkan dampak negatifnya, dan sisi tekniknya (modus dan teknik) dibatasi.

Pada sebagian pihak dianggap pembongkaran (rahasia) itu perlu, karena image metafisika selama ini sebagian sudah dikotori oleh oknum untuk kepentingan mereka, bahkan jika perlu lebih kupasannya lebih detail untuk tujuan mencerdaskan.

Karena kalau soal risiko “penyalahgunaan” itu akan selalu ada, seperti beredarnya obat nyamuk cair juga berefek orang cenderung bunuh diri dengan meminumnya. Dan ketika ada dua sisi yang sama-sama membawa manfaat dan mudharat, kembali pada kaidah al’ a’malu binniyat, segalal sesuatu tergantung dari niatnya.

Saya juga ada teman sampai sekarang masih belum sadar. Sudah 10 tahun lebih memburu urusan dana ghaib, dana revolusi, dana kerajaan sampai dana salah kirim dari luar negeri. Dan sepertinya memang susah sadarnya. Artinya, menulis untuk memberi informasi atau tidak menulis dengan pertimbangan nanti menjadi inspirasi (penipuan) pun seperti sebuah pena, yang bisa untuk menulis surat cinta, namun bisa juga untuk memalsu kuitansi. Pena netral, tergantung siapa di balik pena itu.

Kalau dilihat dari pembaca segmen mistis, khususnya pecinta perburuan harta karun, ini bisa jadi mudharat, karena mereka terobsesi dengan hal itu, namun bagi masyarakat umum lebih banyak manfaatnya. Namun demikian, misalkan perlu dibongkar teknik atau modusnya lebih baik jangan dibuka total. Tetap ada bagian yang harus ditutupi untuk mengurangi sisi mudharatnya.

Penulisan yang membongkar rahasia, kalaupun dia terinspirasi mau nipu dengan menyadap teknik dalam buku atau sebuah rubrik, yang mau ditipu pun juga sudah membacanya. Akhirnya, kembali kepada kaidah : Jika melihat kemunkaran, ubahlah dengan tanganmu. Dan sosok penulis, termasuk yang punya power mencegah dengan tangan atau tulisannya.

Risiko Berburu Karun

Serombongan orang mendatangi orang pintar yang diyakini bisa menggandakan uang menjadi tujuh kali lipat. Pada malam yang dianggap keramat, mereka disuruh melakukan ritual di sebuah hutan sambil membawa uang dan berbagai sarana ritual (menyan, minyak), dsb.

Dalam perjalanan menuju tempat ritual, mobil mereka dihadang kawanan orang bersenjata tajam. Dan yang melakukan perampokan adalah anak buah “orang pintar” itu. Pahami modusnya. Dan orang dalam kondisi mata gelap karena harta karun itu, otaknya sudah tidak sehat, tidak sempat mikir risiko, yang ada dalam pikirannya adalah khayalan jadi orang kaya mendadak.

Bahkan, di sebuah desa dulu ada modus ritual, pasien yang suruh minum air putih yang sudah di campur apotas, dan akhirnya mereka meninggal, dan dukun palsu asal tetangga daerah itu akhirnya juga meninggal dalam penjara.

Beberapa orang yang pernah ikut mencari hal-hal seputar harta karun itu, menuturkan resiko paling kecil dapat lelah, pikiran “rusak” dibuai khayalan dan maksimalnya harta amblas dan hutangnya pun menumpuh, bahkan ada yang berakhir di penjara karena tindak pidana akibat terlilit hutang.

Padahal, jika dipikir secara logika, jika ada orang itu mampu mendatangkan uang dengan ilmunya, atau mengaku sebagai kunci gudang harta karun, untuk apa mereka masih keliling mencari “nasabah” untuk uang sarat “uba rampe” dan sebagainya, misalnya dalih membeli minyak khusus, yang harga aslinya Rp 300.000,- ketika sudah masuk lingkup “syarat harta karun” harganya bisa puluhan juta.

Untuk menasihati orang yang sudah terjerat lingkaran harta karun itu tidak mudah. Keyakinan mereka sulit dibelokkan, bahkan ada salah satu orang tua yang sowan ke Kiai Khos yang sangat dihormati ummat untuk mengadukan anaknya yang selalu memburu harta karun.

Dan apa jawab beliau? “Orang menganggapku wali, namun kalau mendoakan orang yang yang senangnya memburu harat karun itu doaku tidak mempan, bahkan wali tujuh pun tidak mempan, karena hatinya sudah dipeluk sama iblis.” Wallahu a’lam.

Masruri – Penulis dan pengamat masalah metafisika, tinggal di Sirahan, Cluwak, Pati.