blank

Kemegahan Marathon 

dan Keanggunan Candi Borobudur

Oleh Amir Machmud NS

KEMEGAHAN itu menyatu dengan aura keanggunan. Sebuah pergelaran marathon ber-chemistry dengan mahakarya budaya. Event olahraga dikolaborasikan dengan dunia pariwisata. Dan, adonan kental sport-tourism itu hadir dengan label menggetarkan: Borobudur Marathon.

Sudah dalam tiga warsa, termasuk pada Minggu 17 November 2019 ini, Borobudur Marathon bergerak menuju grafik eksistensi yang makin menjulang. Para pelari dari 35 negara hadir menandainya sebagai peristiwa penting dalam khazanah lari jarak jauh.

Ketua Yayasan Borobudur Marathon Liem Chie An dengan bangga menyebut, inilah event yang layak dibilang sebagai “Lebarannya para pelari”. Dari berbagai negara dan kota-kota di Tanah Air, mereka berkumpul di kawasan Taman Wisata Candi Borobudur untuk mengikuti ritus penting lomba lari yang dibagi dalam tiga kategori, yakni marathon, half marathon, dan 10K.

Lomba ini pun makin melembaga sebagai “ritual penting” yang tidak dilepaskan oleh para pelari, baik mancanegara maupun domestik. Dalam dua tahun terakhir ketika meliput event ini, terasa berkembang penghayatan nilai tradisi di balik penyelenggaraan BorMar sebagai sebuah “perayaan” yang dinanti.

Faktor Pembeda

Apa yang membuat BorMar punya “faktor pembeda” dibandingkan dengan marathon-marathon ber-branding hebat? Katakanlah kita mengenal Tokyo Marathon, New York Marathon, Boston Marathon, Berlin Marathon, juga sederet event yang mewarnai pembicaraan tentang lari jarak jauh berbalut pariwisata. Ya, poin pembedanya, BorMar mengetengahkan performa lomba lari di bawah bayangan keanggunan situs bersejarah Candi Borobudur.

Event Organizer Grup Kompas melengkapi faktor pembeda marathon ini dengan eksplorasi suguhan kearifan lokal di lokasi-lokasi yang dilewati para pelari. Mulai dari suasana alam yang sejuk indah, atraksi keunikan kesenian-kesenian lokal, hingga kuliner khas Magelang dan Jawa Tengah. Keunggulan-keunggulan itu juga disuguhkan untuk para pengunjung Borobudur yang ikut menyaksikan dan menikmati suasana marathon.

Candi dengan dominasi arsitektur stupa di atas bukit Bhumi Sambharabudhaya itu menjadi latar pemandangan yang menciptakan kesan anggun. Ribuan manusia beradu kencang dalam konsep abadi Olimpiade citius, altius, fortius. Aura gembira dan berwisata terasa di balik lomba yang menuntut sikap kompetitif. Maka inilah hakikat pemaknaan sport-tourism, produk kolaborasi antara olahraga dengan pariwisata.

Peluang dan Komitmen

Dari realitas peningkatan jumlah peminat marathon dalam tiga tahun terakhir ini, posisi BorMar jelas menunjukkan eksistensi penting sebagai peluang branding Borobudur dan pariwisata Indonesia. Yang akan menangguk keuntungan sebagai multiplier effect bukan hanya sisi olahraganya, akan tetapi terutama adalah visi pariwisatanya.

Gubernur Ganjar Pranowo yang mengibaskan bendera start marathon, menegaskan ajakan untuk menjadikan event ini sebagai bagian dari kekuatan branding pariwisata.

Marathon ini memang menjadi yang terbesar di Tanah Air dan mulai menjajari event serupa di berbagai belahan dunia. Dalam teori branding, BorMar punya kekuatan posisi distingtif di “kancah” pasar. “Perbedaan” itu ada pada muatan “jualannya”, yakni Borobudur sebagai sebuah tujuan. Maka marathon dan objek wisata yang menjadi latar belakang dikaloborasikan untuk saling mem-branding.

Pemahaman kinerja yang komprrhensif dituntut dalam kerja besar ini. Yakni dari komitmen dan dedikasi para pemangku kepentingan yang terlibat. Mulai dari Yayasan Borobudur Marathon, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kabupaten Magelang, sponsor-sponsor, pelaku industri pariwisata, dan otoritas pembinaan olahraga. Barang tentu, elemen-elemen inilah yang dijembatani oleh EO, yang kemudian bermuara pada kepentingan pemberdayaan dan penyejahteraan masyarakat.

Dari apa yang tersaji pada Minggu 17 November 2019, kita meyakini BorMar akan menjadi representasi terpenting sport-tourism di Indonesia yang mendatangkan banyak manfaat, efek yang pengaruh-mempengaruhi untuk menuju ke titik branding tentang marathon, tentang Candi Borobudur, tentang pariwisata di Indonesia, tentang kebudayaan, dan yang tidak kalah penting: sampai pada magnet besar untuk berinvestasi.

— Amir Machmud NS, wartawan suarabaru.id dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah