blank
Sebelum pamit melanjutkan perjalanan, Kuno foto bersama dengan keluarga yang ditinggalinya meski hanya semalam. (Foto : Hana Eswe).

GROBOGAN– Sebelumnya, Anton Bayu tidak pernah bermimpi akan memberikan tempat istirahat bagi seorang bule di rumahnya. Namun, saat hendak menutup bengkelnya, ia bertemu dengan Kuno Auf Riesen. Kuno, sapaan akrabnya, merupakan seorang wisatawan backpacker dari Jerman melewati depan bengkel milik Anton, di Dusun Krajan RT2RW1 Desa Pengkol, Penawangan, Kabupaten Grobogan, Selasa (5/11) menjelang magrib.

“Saat itu dia lewat depan bengkel. Kebetulan, saya mau menutup bengkel karena sudah hampir malam. Tiba-tiba dia datang dan saya sempat kebingungan dengan bahasa Inggris yang disampaikannya. Kemudian, ada aplikasi penerjemah di ponsel, akhirnya kita berkomunikasi. Lalu, saya ajak dia beristirahat ke rumah,” ujar pria yang juga berprofesi sebagai guru SMK Diponegoro Purwodadi ini.

blank
Sebelum berangkat, Kuno mengecek peralatan yang dibawanya sebelum melanjutkan perjalanannya. Foto : Hana Eswe.. (Foto : Hana Eswe).

Awalnya, Kuno tidak mau merepotkan keluarga Anton. Lalu, ia hendak mendirikan tenda di depan rumah. Karena cuaca tidak bisa diprediksi, Anton sekeluarga meminta Kuno masuk ke dalam rumah milik orang tuanya, yang jaraknya hanya selemparan batu saja.

Setelah dipaksa, Kuno akhirnya masuk ke dalam rumah. Pihak keluarga Anton menyambut baik bule tersebut.

Perjalanan 2,5 Tahun

Kuno Auf Riesen merupakan pria asal Jerman yang berusia 69 tahun. Di usianya yang hampir masuk kepala tujuh itu, Kuno masih terlihat segar. Ia melakukan perjalanan keliling dunia sejak 2,5 tahun lalu. Hingga saat ini, ia sudah melakukan perjalanan lebih dari 24.000 kilometer. Ia beralasan memilih cara backpacker (turis ransel) ini agar bisa melihat dunia yang sesungguhnya.

blank
Sebelum berangkat, Kuno mengecek peralatan yang dibawanya sebelum melanjutkan perjalanannya. (Foto : Hana Eswe).

“Saya memilih berkeliling dunia dengan berjalan kaki. Alasan saya, kalau pakai sarana transportasi, saya menjadi ‘buta’, dalam artian saya tidak bisa belajar atau mempelajari kehidupan orang-orang di negara-negara yang saya jelajahi ini,” ujar Kuno.

Kuno meninggalkan kampung halamannya dengan berbekal tas yang bisa ditarik atau didorong selama melakukan perjalanan. Saat singgah di suatu tempat, Kuno selalu menuliskan pengalaman selama perjalanan di blog pribadinya.

Sambil menunjukkan blog pribadinya, Kuno menjelaskan tujuan perjalanan selanjutnya yakni sekarang Timor Leste.  Ia menargetkan, dua bulan ke depan ia bisa sampai di negara tersebut. Karena mengejar waktu, ia membeli tiket kereta api dan menaikinya dari Jakarta ke Semarang.

blank
Inilah tulisan dalam blog Kuno, tentang perjalananannya melintas jembatan di Tegowanu. Foto: Blog Kuno.

“Tanggal 4 November 2019, saya sampai di Tegowanu. Di sini, saya menyeberang sebuah jembatan dan menaiki perahu. Untuk menaiki perahu ini, ada pintu seperti pintu tol dan wajib membayar Rp 2 ribu atau sekitar 12 sen euro. Mereka membantu saya mendorong tas saya di jalan yang curam di tepi sungai,” tulis Kuno dalam blognya yang berbahasa Jerman.

Sempat Diare

Kuno sempat mengeluhkan dirinya mengalami diare. Ia menduga, saat sampai di Asia, makanan yang dimakannya sebagian tidak steril. Namun, setelah sampai di Indonesia, ia merasa sudah lebih baik.

“Tadi pagi saya ajak sarapan. Menunya sederhana, ada kangkung, peyek dele dan tahu tempe. Tetapi dia mau melahap makanannya sampai habis. Setelah itu ia bercerita banyak dan berpamitan untuk melanjutkan perjalanannya lagi. Saya tawarkan untuk diantarkan ke kota, tetapi dia menolak dan akan berjalan kaki seperti niatnya,” pungkas Anton, Rabu (6/11).

suarabaru.id/Hana Eswe.