blank
Bupati Wonosobo Eko Purnomo SE MM ketika menerima kenang-kenangan dari Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono ketika hadir dalam acara Muhibah Budaya yang digelar di Pendopo Bupati Wonosobo. Foto : SuaraBaru.id/Muharno Zarka

WONOSOBO-Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubowono X mengatakan dipilihnya Wonosobo oleh Keraton Yogyakarta dan Pemerintah Propinsi DIY sebagai tempat Muhibah Budaya, tak lepas dari sejarah masa lampau dalam pemajuan kebudayaan Mataraman.

“Muhibah Budaya ini bukan sekadar kunjungan biasa, tetapi bermakna merajut persahabatan untuk merangkai kembali kesejarahan Mataram. Dalam lembaran sejarah, terbukti terentang benang merah yang menyambung hubungan Yogyakarta dengan Wonosobo,” katanya.

Sri Sultan Hamengkubuwobono X mengatakan hal tersebut dalam “Muhibah Budaya” yang digelar kerjasama antara Keraton Yogyakarta dan Pemprov DIY dengan Pemkab Wonosobo di Pendopo Bupati setempat.

blank
Sejumlah penari menunjukkan kebolehannya dalam menyambut kedatangan Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono. Foto : SuaraBaru.id/Muharno Zarka

Jejak jejak sejarah tersebut, imbuhnya, tidak hanya tentang keprajuritan saja, tetapi bisa juga dilacak dari peningggalan budaya berupa seni tari, busana dan tembang mocopat. Wonosobo dikenal dengan banyak peninggalan sejarah Kerajaan Mataram.

“Karena itu, Muhibah Budaya ini juga dimaksudkan untuk menggali, menguji dan mengkaji serta berbagi gagasan melalui Workshop yang dilanjutkan dengan pagelaran budaya. Ada benang merah antara Keraton Yogyakarta dengan sejarah Wonosobo,” ungkapnya.

Menurut Sri Sultan, mengapa budaya yang melekat menjadi tradisi masih memiliki vitalitas dan bisa bertahan hidup hingga sekarang. Karena budaya menyimpan energi spiritual-kultural yang selalu direvitalisasi secara kreatif sejarawan.

Sejarah Mataram

“Revitalisasi adalah upaya menghidupkan kembali pusaka budaya yang dulu pernah menjadi bagian dari vitalitas hidup masyarakat. Dimana pendekatan revitalisasi mencakup aspek yang komprehensif, baik dalam aspek sejarah, makna, keunikan dan citra,” sebutnya.

Revitalisasi, katanya, bukan sesuatu yang hanya berorientasi pada aspek estetika saja, tetapi harus menukik sampai ke akar maknanya yang substansial. Inilah makna terdalam dari muhibah budaya ini. Melalui kegiatan ini bisa disingkap sejarah yang ada.

“Mengapa manusia harus belajar dari sejarah. Karena manusia adalah makhluk yang selalu mengingat kenangan. Kematian menjadi ancaman akan ambruknya kenangan. Manusia tak mau lupa dan tak mau dilupakan. Sejarah selalu ditulis untuk melawan lupa,” ujarnya.

Sekali lagi, tegasnya, Muhibah Budaya ini dikemas dengan tujuan merajut budaya Mataraman dari Yogyakarta dan Wonosobo untuk memperkaya khasanah budaya Indonesia. Dengan visi dan harapan menyambut baik dan mengapresiasi peristiwa hari ini.

Bupati Wonosobo, Eko Purnomo SE MM berharap kedatangan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu Hemas dan jajarannya di Wonosobo semakin mempererat kerjasama antara Pemerintah DIY, Pemprov Jateng dan Pemka Wonosobo dalam segala bidang.

“Dengan Muhibah Budaya ini semoga mampu memotivasi seniman, budayawan, pemerhati budaya dan organisasi seni untuk terus dan terus mengembangkan kreasi dan inovasi sekaligus mengaktualisasikan diri melalui aktivitas dan prestasi seni,” tegasnya, Selasa (29/10).

Eko Purnomo yakin kegiatan budaya tersebut mampu menumbuhkan kesadaran bersama guna melestarikan dan menjaga nilai-nilai luhur budaya bangsa yang ada dengan berbasis kearifan lokal yang sangat kaya serta merajut ikatan budaya berbasis sejarah.

SuaraBaru.id/Muharno Zarka