blank
FOTO BERSAMA: Legenda bulu tangkis Indonesia, Liliyana Natsir mengajak ratusan peserta Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis Solo Raya 2019 berfoto bersama dalam acara "Meet and Greet Liliyana Natsir" di Gor RM Said, Karanganyar, Minggu (27/10), petang. (suarabaru.id/dok PB Djarum)

KARANGANYAR – Kesuksesan yang diraih Liliyana Natsir hingga menggenggam puluhan titel juara ganda campuran bersama Tontowi Ahmad, tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Mereka berdua harus mengalami tempaan proses yang tak ringan. Kerja keras, disiplin, serta pantang menyerah ditanamkan sejak dini untuk melahirkan calon juara-juara dunia pada masa mendatang.

Di depan ratusan peserta Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis 2019 Solo Raya yang diselenggarakan PB Djarum di Gor RM Said, Karanganyar, legenda bulu tangkis Tanah Air, Liliyana Natsir, berbagi pengalamannya sejak pertama kali memegang raket hingga menggenggam titel gelar juara dunia.

“Kita bisa sampai ke titik seperti sekarang ini (juara dunia), pasti sebelumnya pernah merasakan kegagalan dan kalah saat bertanding. Termasuk saya, Kak Tontowi, Kak Kevin Sanjaya, pernah merasakah sakitnya kegagalan,” terang atlet yang akrab disapa Butet tersebut.

“Menang atau kalah itu biasa, yang penting kita jangan putus asa. Kalau gagal, berarti latihan kurang keras, kurang disiplin, atau kondisi kurang bisa dijaga. Tolong diikuti semua program pelatih,” sambungnya.

Dia mencontohkan, pasangan ganda terbaik dunia saat ini dimiliki oleh Indonesia, yakni Kevin Sanjaya-Marcus Fernaldi Gideon, juga pernah mengalami fase kegagalan.

“Kayak Kak Kevin Sanjaya juga pernah ikut audisi, gagal!.Terus dia ikut audisi yang kedua baru diterima. Semua teman-teman atlet itu pernah merasakan gagal. Jika belum lolos, kecewa boleh tapi jangan berlarut-larut. Harus dan wajib latihan lagi,” tambahnya.

blank

Pemegang titel juara All England, Kejuaraan Dunia, medali emas Olimpiade 2016 Rio de Janeiro Brasil, dan puluhan gelar juara lainnya tersebut menyampaikan pesan agar peserta audisi tidak mudah menyerah. Sebaliknya, jika sudah lolos audisi untuk tidak cepat berpuas diri.

Dalam sesi talkshow yang dikemas sangat akrab tersebut, Butet tanpa ragu menjawab beberapa pertanyaan dari orang tua peserta yang sangat mendukung langkah para putra-putrinya menjadi atlet bulu tangkis masa depan Indonesia.

Jangan Dipaksa

Saat ditanya bagaimana membangkitkan gairah anak untuk bermain bulu tangkis, dia pun menjawab, “ Era sekarang, anak-anak lebih dikasih pengertian. Dan perlu juga ditanya ke anaknya, “mau main bulutangkis nggak sih?”. Olahraga ini nggak bisa karena paksaan. Kalau anaknya mau, pengen main itu lebih bagus ketimbang orangtuanya memaksa. Kalau anak setengah-setengah mau, boleh dibujuk dan siapa tahu nanti mau (main bulu tangkis). Tapi jangan dipaksa terus, lebih baik diarahkan ke bakat yang lain.”

Dia melanjutkan, untuk menjadi altet bulu tangkis memang lahir dari motivasi anak-anak itu sendiri. Motivasi itu bisa bermula dari si anak melihat idola-idola bulu tangkis mereka, lalu punya target untuk seperti idola-idola mereka itu.

Atlet yang gantung raket pada akhir Januari 2019 tersebut, menanggapi pertanyaan orang tua seputar porsi latihan bagi anak usia sembilan tahun. Menurut pengalaman pribadi, dia mengenal bulu tangkis sejak usia sembilan tahun. Jenis latihan tidak terlalu spesifik dan Cuma diajarkan memegang raket yang benar, selain itu fisik juga tidak diforsir seperti atlet dewasa.

“Kalau anak-anak sekarang, orang tua atau pelatih harus menerapkan sistem semacam tarik ulur, yang penting si anak senang dulu. Kalau kita “siksa” dulu, nanti malah nggak mau anaknya. Selanjutkan kalau sudah di sekitar umur 10-11 tahun, itu baru mulai siap serius. Karena usia 11 saja ada yang sudah di asrama PB Djarum,” jelasnya.

blank

Butet mengenang saat pertama kali berlatih bulu tangkis. Kala itu saat masih sekolah, dia berlatih bulu tangkis pada sore hari, karena tidak seperti saat ini ada audisi umum yang dipantau langsung tim pencari bakat.

“Kalau dulu sudah ada audisi umum, pasti sudah ikut. Dan, jika dulu sudah ada audisi umum dan lolos, enak! Dari latihan sampai makan itu sudah ditanggung, gratis!,” tegasnya disambut riuh peserta audisi.

Peran orang tua, lanjut Butet, tidak bisa dipandang sebelah mata. Orang tua Butet saat itu mendukung penuh anaknya meraih impian menjadi pebulu tangkis nasional dan akhirnya terwujud.

“Bukti orang tua mendukung saya, kalau latihan diantar orang tua, karena jarak rumah dengan tempat latihan cukup jauh. Kalau sekarang kan, dengan adanya audisi umum, kalau adik-adik ini bisa lolos dan jadi atlet PB Djarum, wah enak banget lho! Orang tua harus support terus anaknya dan saya berharap, mudah-mudahan audisi umum tahun depan masih ada dan diadakan lagi di Solo Raya,” urainya.

Dari sesi tersebut, ada seorang anak kelas 5 SD dari Tulungagung bertanya kepada Butet, kapan pertama kali merasakan gelar juara dan itu memacu semangatnya menekuni dunia tepok bulu hingga mengharumkan nama Indonesia di dunia.

“Pertama kali juara di kejuaraan lokal di Manado, semacam kejuaraan antar-daerah. Umur saya waktu itu kalau nggak salah sekitar 10-11 tahun,” ungkapnya.

Dari kejuaraan tersebut, dia lalu hijrah ke Jakarta waktu berusia 12 tahun. Anak bungsu dari dua bersaudara ini memutuskan ke Jakarta dan pisah dengan orang tua.

“Itu hal terberat di hidup saya. Saya biasa minum susu sudah disiapin, pergi ke mana-mana dianterin, atau kalau sakit diurusin, tapi waktu umur 12 itu saya harus mandiri  Perjuangan itu yang sampai sekarang saya tidak bisa lupakan,” kenangnya.

Di pengujung pertemuan dengan para peserta audisi, Butet yang kini berusia 34 tahun ini berpesan dan berharap agar para peserta memiliki keinginan dan semangat pantang menyerah.

“Siapa tahu dari audisi Solo Raya ini ada yang menjadi juara dunia pada masa mendatang. Saya berharap di sini adik-adik punya keinginan sendiri, pengen jadi pebulu tangkis dan juara! Tapi itu pun tentunya dengan dukungan besar dari orang tua. Dan semoga adik-adik di Solo Raya ini bisa sukses!,” tutupnya. (LBC)