blank
Mengawali kegiatan Saparan di Dusun Mantran Wetan, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, masyarakat setempat melakukan kirab mengusung tumpeng dan ingkung “Jongko”. Foto: Suarabaru.Id/ Yon

MAGELANG- Sebagai ungkapan syukur atas hasil panen dari tanaman sayuran dan palawija , masyarakat  Dusun Mantran Wetan,  Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang menggelar  merti desa atau yang sering dikenal dengan istilah “Saparan”.

Tradisi yang  masih dipertahankan bagi masyarakat yang ada di lawasan lereng Gunung Andong  tersebut, biasanya digelar  bertepatan  pada hari Rabu Pahing ( penanggalan Jawa-red) di bulan Sapar,  dan pada tahun ini jatuh pada  Rabu (9/10)

Salah satu sesepuh dusun setempat, Supadi Haryono mengatakan, merti desa  yang dilakukan masyarakat Dusun Mantran Wetan  merupakan ungkapan atas keberhasilan panen berupa aneka jenis sayuran yang melimpah dan saat ini harga-harga sayuran juga relatif cukup tinggi, sehingga  masyarakat Mantran Wetan diberi kelimpahan.

Sebelum pelaksanaan doa bersama tersebut, masyarakat setempat dalam menjalankan  tradisi itu, ditandai dengan kirab ratusan orang  dan orang mengusung tumpeng dan ingkung, berjalan kaki dari tempat ujung dusun setempat hingga halaman rumah Kepala Dusun Mantran Wetan, Handoko.
Dari sekian banyak nasi tumpeng yang  disediakan dalam ritual tersebut, ada satu tumpeng  dengan ukuran lebih besar dan lengkap beraneka sayur-mayur hasil panenan ladang para petani setempat.Tumpeng tersebut dinamakan tumpeng “Jongko” atau tumpeng pengharapan.

Selama kirab yang dipimpin pemuka agama setempat,  Muhammad Thohir itu, mereka melantunkan  shalawat nabi secara takzim. Sesampainya, di halaman rumah kadus setempat, meletakkan tumpeng dan ingkung di atas tikar yang ada di atas panggung yang akan dijadikan tempat untuk pergelaran wayang kulit semalam suntuk.

“Saparan tahun ini agak istimewa, dengan digelarnya wayang kulit semalam suntuk dengan dalang Ki  Triyono Labdo Carito dari Pakis,Kabupaten Magelang,” ujarnya.

Supadi menambahkan, sebelum pelaksanaan merti desa tersebut, sehari sebelumnya,  masyarakat setempat menggelar tradisi  Njanen (melantunkan salawat dalam Bahasa Jawa Kuna  dan Arab) semalam suntuk mulai pukul 20.30 hingga 04.30 dinihari..

Menurutnya, dengan digelarnya tradisi Saparan tersebut, masyarakat Dusun Mantran Wetan berharapselalu memperoleh kehidupan tenteram dan damai di lingkungan yang ada di lereng Gunung Andong.  “Kami juga minta kepada Tuhan untuk keselamatan dan kehidupan tenteram seluruh warga supaya bisa terus giat bekerja menggarap pertaniannya,” katanya.

Jaran Papat

Usai pelaksanaan kenduri, masyarakat melanjutkan tradisi itu dengan mementaskan kesenian yang telah ratusan tahun ada di masyarakat setempat yakni kesenian tradisional “Jaran Papat”.

Ia menambahkan, dalam acara merti  dusun tersebut, ada salah satu kesenian tradisional yang “wajib ” ditampilkan yakni kesenian “Jaran Kepang   Papat” yang semuanya dibawakan oleh empat  penari  yang telah lanjut usianya.
“Tarian Jaran  Papat   merupakan tarian yang dipentaskan hanya  dua kali dalam setahun yakni saat Bulan Sapar (kalender Jawa) dan  Lebaran di Dusun Mantran,”kata Supadi yang juga Ketua Komunitas Lima Gunung.

Menurutnya, kesenian jaran papat tersebut dipentaskan  dalam satu hari  utuh, meskipun tidak ada yang menonton dan dalam segala kondisi cuaca. “Kalau hujan turun, biasanya dipentaskan di dalam rumah salah seorang penduduk,”ujarnya.

Ia menambahkan, tarian Jaran papat  tersebut menceritakan perjalanan Prabu Klanasewandono dari Kerajaan Kediri untuk melamar seorang putri dari suatu kerajaan di Pulau Bali. “Tarian ini tentang peperangan prajurit Klanasewandono melawan para raksasa, tidak ada yang menang dan kalah, karena sesungguhnya perang itu adalah peperangan melawan hawa nafsu,”tuturnya.

Menurutnya,  kesenian jaran papat merupakan kesenian pembuka  dalam acara merti dusun. Tidak boleh ada kesenian lain yang pentas, sebelum Jaran Papat dimainkan.
“Setelah jaran papat main, kesenian lainnya yang ikut meramaikan merti dusun  baru bisa dimainkan,’jelasnya.

Selain pementasan tarian “Jaran Papat” dan pergelaran wayang kulit semalam suntuk, pada Jumat ( 11/10) besok juga akan dipentaskan sejumlah kesenian. Yakni,  Warok, Topeng Ireng dari  Mantran Andong,kuda lumping dari Padan Semarang,  jaranan dari Polobogo Semarang.

“ Pada Jumat malam akan dimainkan tarian  Mojopahitan dari Mantran Andong, kemudian sendratari dari Polobogo Semarang dan dari Padan Semarang. Dan, sebagai penutup akan dimainkan kuda kumping dari Mantran Andong,” ujarnya.

Suarabaru. Id/ Yon