blank
FOTO BERSAMA: Para peserta bimbingan teknis terkait monitoring keuangan desa berfoto bersama setelah acara. (dok)

SEMARANG – Pemerintah menempatkan desa sebagai ujung tombak pembangunan sehingga pedesaan diberi sumber dana memadai agar dapat dikelola untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Masuknya uang negara ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), berpotensi terjadi penyimpangan keuangan pedesaan. Karena itu, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jateng memiliki upaya preventif atau pencegahan terhadap potensi penyimpangan itu. “Tidak hanya represif atau penindakan, Kejati Jateng juga punya upaya preventif. Ada pak camat, kades, dan perangkat desa, upaya preventif Kejaksaan ini salah satunya melalui bimbingan teknis,” ujar Kasi Sosial Budaya, Kejati Jateng Sasmito dalam Bimbingan Teknis (Binteks) Pendidikan dan Pelatihan e-Monitoring Keuangan Desa di Hotel Pandanaran, Semarang, Senin (16/9).

Bentuk penyimpangan itu seperti penggelembungan dana atau mark up, semisal pembangunan tidak sesuai spesifikasi atau pagu anggaran. Selain itu, bentuk penyimpangan suap, dana desa untuk kepentingan pribadi, serta pengadaan fiktif. Bentuk penyimpangan itu bisa ditindak sesuai ketentuan hukum. Sesuai prosedur, pembangunan fisik untuk pemberdayaan masyarakat desa harus disesuaikan dengan petunjuk pelaksanaan (juklak) maupun petunjuk teknis (juknis). “Pelaksanaan pembangunan pedesaan bakal aman apabila realisasinya memenuhi peraturan perundang-undangan,” ungkapnya.

Camat Bonang Haris mewakili Pemkab Demak mengingatkan agar kades dan perangkatnya berhati-hati memanfaatkan dana desa. Mulai perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan harus memperhatikan juklak dan juknis. Di sisi lain, Koordinator Acara Binteks Ady Hartono menegaskan, program e-Monitoring keuangan desa diluncurkan untuk mempermudah integrasi antara Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan (TP4D) Kejaksaan Negeri Demak dengan desa. Selain itu, TP4D Kejari Demak bersama Kejati Jateng. “Dari catatan Indonesia Corruption Watch, kasus dana desa tahun 2015 ada 17 kasus, 2016 meningkat 41 kasus, selanjutnya 2017 melonjak menjadi 96 kasus. Karena itu, diluncurkan program Jaga Desa yang diimplementasikan TP4D,” paparnya. (rr)