blank
Warga terlihat berdesak-desakan untuk bisa mendapatkan nasi jangkrik dalam tradisi buka luwur makam Sunan Kudus. Foto:Suarabaru.id

KUDUS – Ribuan warga baik dari wilayah Kudus maupun daerah lain, Selasa (10/9) rela untuk berdesak-desakan guna berebut nasi jangkrik. Ritual ini merupakan salah satu bagian dari tradisi buka luwur (kelambu) makam Sunan Kudus yang jatuh setiap 10 Muharam.

Pembagian nasi tersebut diawali sejak usai shalat subuh. Saking banyaknya warga yang berebut nasi, berbagai insiden kecil sempat terjadi. Tak pelak aksi dorong-dorongan mengakibatkan sejumlah orang pingsan dan harus menjalani perawatan medis.

Selain itu, lokasi pembagian nasi bungkus yang melewati lorong-lorong sempit yang merupakan ciri khas permukiman di sekitar Masjid Menara. Tak jarang terjadi keributan kecil antara petugas jaga dengan para warga, karena ada sebagian warga yang memaksa menyerobot masuk tanpa antre terlebih dahulu. ”Saya ingin memperoleh nasi jangkrik biar dapat berkah,” ujar Ahmad, seorang peziarah asal Jepara.

Namun, kondisi tersebutlah yang menjadi daya tarik tradisi buka luwur setiap tahunnya. Meski pembagian sudah dimulai usai subuh, namun antrean warga yang menginginkan nasi jangkrik seakan tidak putus hingga pukul 09.00 WIB.

Selain perebutan nasi jangkrik, puncak tradisi buka luwur ditandai dengan prosesi pemasangan luwur cungkup makam Sunan Kudus. Dalam pemasangan ini tidak sembarangan orang yang diperbolehkan masuk ke dalam areal cungkup. Hanya para ulama dan orang-orang tertentu yang telah mendapat undangan dari yayasan, yang diperbolehkan masuk ke areal cungkup yang hanya berukuran 8 X 4 m. Hanya ada satu pintu masuk ke cungkup dengan lebar 60 cm dan tinggi 150 cm.

Ratusan kilogram beras

Ketua Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus, Nadjib Hasan menuturkan, tradisi buka luwur (kelambu), merupakan tradisi turun temurun di lingkungan Masjid Menara. Tradisi tersebut berawal dari upaya para ulama zaman dahulu untuk memperingati wafatnya Sunan Kudus.

“Karena wafatnya Sunan Kudus tidak diketahui secara pasti tanggal dan bulannya, oleh ulama dulu disepakati tidak ada Haul (hari wafatnya), tapi berbentuk buka luwur,’’ ujarnya.

Nadjib juga mengatakan, nasi jangkrik yang diperebutkan warga adalah nasi yang dimasak dengan daging kerbau dan dibungkus daun jati. Selain nasi jangkrik, ada pula jenis nasi uyah asem, yakni nasi daging kerbau yang dimasak dengan kuah. Nasi tersebut dibagikan sebagai bentuk rasa syukur dalam perayaan buka luwur.

‘’Awalnya, nasinya hanya ditaruh di nampan biasa selayaknya acara hajatan. Tapi dalam perkembangan waktu, kini nasi tersebut dibungkus dan dibagikan ke warga yang menginginkannya,’’ kata Nadjib.

Menurut Nadjib, kini tradisi Buka Luwur menjadi sebuah ritus kolosal. Untuk tahun ini, berkat buka luwur dengan masakan uyah asem dan jangkrik goreng disediakan sebanyak 33.662 bungkus, sedangkan nasi yang dikemas dengan keranjang sebanyak 2.396 bungkus.

Untuk memasak hidangan tersebut, diperlukan beras sebanyak 15,270 ton, kerbau 14 ekor, dan kambing sebanyak 84 ekor.  Pekerja yang bertugas di dapur maupun bidang tugas lainnya mencapai 1.179 orang.  Pembungkus nasi tetap menggunakan bahan alami, seperti daun jati serta pengikatnya menggunakan tali agel, meskipun ada sebagian kecil yang terpaksa menggunakan bungkus plastik karena melonjaknya jumlah masakan.

Sementara kebutuhan kain mori untuk mengganti mori yang terpasang di Makam Sunan Kudus sejak satu tahun yang lalu, menghabiskan sekitar 1.330,4 meter.

Suarabaru.id/Tm