blank
mantan Ketua Dewan Pers Bagir Manan, Ketua PWI Jateng Amir Machmud NS, Dr. Agus Sudibyo dalam sosialisasi Piala Presiden Kompetisi Nasional Media, di Semarang, Jumat (16/8/2019).

SEMARANG-Pemerintah perlu fokus pembangunan sumber daya manusia, mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan teknologi digital. Bila kurikulum pendidikan dan kejuruan yang dipraktekkan tidak selaras dengan kemajuan teknologi digitial, maka sulit manusia Indonesia bersaing dengan negara lain.

Wartawan senior Kompas Dr. Ninok Leksono menyampaikan, saat ini sudah terjadi disrupsi terutama yang disebabkan oleh kemajuan teknologi digital dan dunia pers sudah mengalaminya.

“Kami ini di media cetak, sedang menghitung hari sampai kapan masih bisa bertahan mencetak koran harian,” ungkap Ninok, dalam Urun Rembug Tokoh Pers Tentang Masalah Bangsa yang merupakanbagian dari sosialisasi Piala Presiden Kompetisi Nasional Media, di Semarang, Jumat (16/8/2019).

Piala presiden Kompetisi Nasional Media adalah penghargaan atas Karya Jurnalistik Lintas Platform yang berkaitan dengan tantangan utama yang dihadapi bangsa Indonesia. Karya jurnalistik tersebut dapat berbentuk laporan jurnalistik, tajuk rencana, maupun artikel opini. Piala diberikan kepada media maupun individu yang karyanya memberi manfaat besar bagi pemerintah maupun masyarakat luas dalam menghadapi persoalan-persoalan krusial Bangsa Indonesia dewasa ini.

Acara yang dipandu moderator Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo itu menghadirkan mantan Ketua Dewan Pers Bagir Manan, Rektor Universitas Multimedia Nusantara Ninok Leksono, Ketua PWI Jawa Tengah Amir Machmud, Budayawan Triyanto Triwikromo, Liliek Budiastuti dosen STIKOM Semarang, Triyono Lukmantoro Komite Etik AJI Semarang, Octo Lampito Kedaulatan Rakyat, Suwarmin pemred Solopos,  Mianto Nugroho Agung Yayasan Bina Dharma Salatiga dan beberapa tokoh pers Jawa Tengah.

Ninok menyoroti pendidikan pada revolusi industri 4.0 yang didominasi oleh maraknya Artificial Intelligence (AI), disebut akan menghilangkan jutaan lapangan kerja tradisional. Namun pada sisi lain, juga memunculkan lapangan kerja baru di bidang teknologi informasi.

Ia mengkritisi pengembangan pendirikan vokasi. Idenya sudah benar, namun belum selaras dengan industry yang dibangun pemerintah.

“Di vokasi diajarin memotong kayu, mengolah kayu sementara saat ini yang seksi oleh investor itu ekonomi digital  Padahal tantangan kedepan itu adalah pendidikan eksakta, STEM, Science, Technology, Engineering, Mathematics,” ujar Ninok, Rektor Universitas Multi Media.

Pada masa depan, pendidikan STEM ini yang  dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur, manufakturing, dan produksi lain. Orang muda sudah berubah, karena sukses sukses, kaya, dan populer, banyak terkait dengan ekonomi digital.

Tokoh pers Semarang Amir Machmud menyebutkan keunikan pers adalah mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat, pemanggku kebijakan, yang bergerak di UMKM dan menampilan pahlawan lokal, contoh keberhasilan yang bisa masyarakat pelaku industri berbasis digital.

“Pers sekarang harus memperkuat akses informasi tentang kebijakan-kebijakan pemerintah. Banyak segi yang harus diangkat dan dimunculkan ke permukaan oleh pers, selain yang berinisiatif memanfaatkan jejaring media sosial,” ujarnya.

Menurut Amir, pers tetap dapat menjadi  “jembatan” yang punya daya untuk didengarkan oleh para pengambil kebijakan tentang kebutuhan para pelaku ekonomi.

“Pers harus ikut mengawal dari dua sisi, penentu kebijakan dan industri berbasis digital. Pers secara sadar memosisikan diri menjadi bagian dari kolaborasi besar pembangunan ekonomi,” katanya.

Sementara budayawan Triyawan Triwikromo mengkritisi mantera pembangunan Indonesia. Ia memulai dengan tesis Apakah pembangunan di Indonesia sudah adil dan beradab?

Menurutnya Indonesia, sebagai negara yang tak mudah diurus dan masih berada dalam konsolidasi politik. Indonesia masih belum mandiri secara ekonomi, agak sulit melewati krisis yang bertubi-tubi.

“Hasilnya  penuh keretakan sosial, dan dipenuhi oleh aneka luka politik dan hantu masa silam agaknya memang belum mampu mencapai masyarakat adil makmur,” ungkapnya.

Triyawan skeptic bahwa karena belum bisa mencapai adil makmur sudah barang tentu masih terjadi peminggiran liyan, penindasan pihak lain oleh “yang membangun”.(Suarabaru.id/tim)