blank
Selain untuk memeriahkan HUT ke-74 Kemerdekaan RI, Gapura Dusun Gejayan, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang juga diikutkan Festival Gapura Cinta Negeri yang diselenggarakan Badan Ekonomi Kreatif, Kementerian Sekretariat Negara dan Kementrian Dalam Negeri. Foto: Suarabaru.id/ Yon

MAGELANG- Semarak memeriahkan HUT ke-74 Kemerdekaan RI masuk hingga pelosok negeri, termasuk masyarakat Dusun Gejayan, Desa Banyusidi,  Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang.

Uniknya, masyarakat di lereng Gunung Merbabu tersebut menghias gapura masuk dusun setempat dengan memanfaatkan barang limbah dari hasil pertanian dan hutan  yang ada di sekitarnya. Seperti daun pohon nangka, daun bendha (baca: bendo) (Artocarpus elasticus), jerami, gedebog (pelepah) pohon pisang, sabut kelapa, ijuk, dan bunga pinus.

Dari bahan baku tersebut ditata secara apik dan artistik menjadi sebuah karya instalasi seni berbentuk  lambang negara , Burung Garuda,  dua tokoh wayang  yang dipajang di atas gapura dusun  yang mempunyai ketinggian sekitar 7 meter dan lebar 5 meter.

“Hiasan gapura dari limbah tersebut, dikerjakan secara gotong royong oleh para pemuda Dusun Gejayan sejak 26 Juli lalu,” kata Riyadi, salah satu tokoh masyarakat Dusun Gejayan, Desa Banyusidi,  Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang.

Riyadi mengatakan, kegiatan menghias gapura masuk Dusun Gejayan  tersebut selain bertujuan untuk memeriahkan HUT ke-74 Kemerdekaan RI, juga untuk diikutkan lomba Festival Gapura Cinta Negeri yang diselenggarakan Badan Ekonomi Kreatif, Kementerian Sekretariat Negara dan Kementerian Dalam Negeri.

Ia menjelaskan, bahan baku yang digunakan untuk pembuatan gapura tersebut berbahan alami dengan memanfaatkan potensi  yang ada di Dusun Gejayan, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis. Baik yang didapat dari lahan sawah, perkebunan maupun hutan yang ada di sekitar dusun itu.

“Pemilihan bahan baku lokal  untuk hiasan gapura ini juga bertujuan untuk memaksimalkan kondisi yang dimiliki tanpa ketergantungan dari bahan bahan dari luar wilayah,” kata mantan Kepala Desa Banyusidi ini.

Ia menambahkan,  pemilihan bahan baku alami yang ramah lingkungan tersebut juga untuk mengurangi penggunaan bahan dari plastik  yang bisa mencemari lingkungan sekitarnya.

Riyadi menjelaskan, adapun bentuk Burung Garuda yang ada di tengah gapura tersebut  melambangkan keperkasaan dan kekuatan dalam berbangsa dan benegara.  “Selain itu garuda juga memiliki sifat gigih berjuang untuk mempertahankan hidupnya. Hendaknya kita sebagai bangsa, mampu berjuang dengan gigih untuk kemajuan bangsa dan negara. Garuda juga mencengkeram kalimat semboyan bangsa kita ” Bhineka Tunggal Ika”,” kata Riyadi yang juga Ketua Padepokan Seni “ Wargo Budoyo” Dusun Gejayan, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis.

Selain ornamen berbentuk Burung Garuda, di sisi kanan dan kiri gapura tersebut juga terdapat seni instalasi dari jerami padi berbentuk dua tokoh wayang, yakni wayang laki-laki dan perempuan.

Menurutnya, wayang merupakan warisan kebudayaan non bendawi yang telah diakui dunia. Adapun tokoh wayang yang dipasang,  merupakan tokoh laki laki dan perempuan,  sebagai lambang keseimbangan hidup berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat.

Ia menambahkan,  untuk menghias gapura dusun tersebut, masyarakat tidak mengalami hambatan yang berarti, karena sejumlah pemuda  setempat sudah berkali-kali membuat seni instalasi yang digunakan untuk kegiatan Festival Lima Gunung.

“ Pada even  pesta kesenian para petani dari lima gunung dan Dusun Gejayan  bertindak sebagai tuan rumah pada tahun 2017 lalu, masyarakat Dusun Gejayan membuat seni instalasi yang  terbuat dari jerami dan berbentuk burung garuda dan kepala naga yang cukup besar,” ujarnya.

Suarabaru.id/ Yon