blank
Peserta dialog interaktif merajut kehangatan kenalkan budaya Jepara

Jepara – Agar pembangunan  dan pengembangan budaya lokal dapat fokus dan terencana dengan baik,  maka dipandang perlu menyusun peta jalan pengembangan budaya. Peta itu disusun berdasarkan potensi budaya lokal yang ada dan arah  pengembangannya secara bertahap. Termasuk peran masing-masing pemangku kepentingan. Untuk memulai harus dilakukan identifikasi dan inventerisasi budaya lokal  yang ada.

Hal tersebut diungkapkan Hadi Priyanto ketika  menjadi salah satu pemateri dalam dialog interaktif  Merajut Kehangatan, Kenalkan Budaya  Jepara yang digelar oleh mahasiswa Swara Jepara  di Madura  dipendopo Kartini Jepara, Sabtu ( 27 /7 ). Pemateri lain adalah Kus Haryadi guru dan penulis buku Macan Kurung dan Relief  Jepara serta Agus Noor Slamet Kabid  Kebudayaan Dispartabud Jepara. Kegiatan tersebut diikuti oleh 200 mahasiswa Jepara,  baik yang ada di  Madura, Semarang, Magelang dan Jakarta. Juga sejumlah pengurus OSIS  SMA/ MA  serta beberapa pegiat budaya.

blank
Para pemateri dialog interaktif

Menurut Hadi  Priyanto, pada era global ini   pelestarian budaya lokal di daerah menghadapi persoalan yang cukup berat.  “ Tekanan budaya global melalui teknologi informasi,  membuat daya tahan dan kesadaran  budaya  kita semakin lemah. Apalagi pembelajaran tentang kearifan budaya lokal sulit mendapatkan tempat dalam kurikulum sekolah. Contoh konkritnya  adalah seni ukir yang sulit dimasukkan dalam  kurikulum tingkat  satuan pendidikan mulai SD sampai SLTA. Padahal seni ukir ini, menjadi salah satu kekuatan budaya  Jepara. Namun upaya pelestarian melalui pendidikan tidak dapat dilakukan, termasuk SMK  yang  harusnya dikembangkan berdasarkan potensi lokal, ” ujar Hadi Priyanto yang juga menjadi Ketua Lembaga Pelestarian Seni Ukir, Batik dan Tenun Jepara.

Sementara itu Plt Bupati  Jepara dalam sambutan  tertulis yang disampaikan oleh Rapawi menjelaskan, disamping  ada  progres perkembangan  budaya yang cukup baik dengan munculnya even-even budaya baru,  ada beberapa jenis seni yang minim regenerasi seperti kentrung,  emprak dan tayub. “Oleh sebab itu pengenalan budaya kepada generasi muda  perlu dilakukan agar budaya tersebut tidak hilang ditelan jaman. Perlu dilakukan inovasi seperti menggabungkan gelaran seni budaya dengan kegiatan periwisata,” ujar  Rapawi.

Sementara, Kus Haryadi dalam paparannya tentang seni ukir Jepara  mengungkapkan perjalanan sejarah dan budaya ukir di Jepara, termasuk peran RA Kartini  dalam pengembangan seni ukir Jepara hingga seni ukir dapat menjadi kekuatan budaya dan perekonomian Jepara.   “ Namun demikian  seni ukir  sekarang menghadapi persoalan jika berbicara dari aspek  pelestarian. Sebab tidak ada SMK  yang secara khusus  mengajarkan ketrampilan seni  ukir. Pelestarian melalui keluarga perajin juga kurang maksimal karena terkait dengan turunnya minat generasi  muda pada seni ukir. . Bahkan seni patung macan kurung yang menjadi salah ikon Jepara tidak ada pewaris sehebat alm Mbah Sunardi, ”papar Kus Haryadi.

Sedangkan Kabid Kebudayaan Disparbud Jepara Agus Noor Slamet mengajak  para mahasiswa  turut ambil bagian dalam pengembangan potensi wisata, termasuk potensi budaya  lokal  yang ada. “ Jika  bukan kita siapa lagi yang akan melestarikan  budaya  kita yang adhiluhung’ ujarAgus Noor Slemet. (SuaraBaru.Id/ Ulil Absor)