blank
Seorang siswa tuna netra saat mencoba braile matematika karya para mahasiswa UMK. foto:Suarabaru.id

KUDUS – Sania Alfi Novita, siswa kelas VIII SD Luar Biasa Purwosari terlihat cukup gembira saat mencoba memainkan kayu berbentuk kubus yang dibawakan oleh dua orang mahasiswi UMK di sekolahnya.  Sambil meraba mainan kubus tersebut, Sania mampu menjawab beberapa soal penjumlahan bilangan dengan cepat.

Hal yang sama juga dialami Nia, siswa lainnya. Penderita tuna netra sejak lahir tersebut mengaku sangat terbantu belajar matematika dengan alat yang dimainkannya. “Ternyata mudah bisa untuk belajar berhitung,” katanya.

Ya, kubus-kubus kayu yang dimainkan Sania dan Nia memang bukan mainan biasa. Namun, kubus tersebut adalah braile matematika hasil karya empat orang mahasiswa Universitas Muria Kudus. Braile matematika tersebut sengaja diciptakan untuk membantu siswa penyandang tuna netra belajar matematika.

Adalah Arinda Pratiwi Sukma, Indah Yuni Puspita Sari, Fitri Rachmawati dan Zulfa Nurul Ummah, empat mahasiswa kreatif tersebut. Bukan hanya sekedar alat bantu belajar, namun braile matematika karyanya juga memiliki nilai tersendiri karena sangat bermanfaat bagi para penyandang cacat tuna netra

Kreasi tersebut juga sudah mengantarkan keempat mahasiswa tersebut meraih medali perak Internasional Sains and Invention Fair (ISIF) 2019 yang digelar di Bali, 25 Juni lalu.

“Selama ini sudah banyak media belajar untuk anak tunanetra memang sangat minim, terutama media belajar untuk berhitung dalam bentuk braille kelihatannya masih jarang,” kata Arinda Pratiwi Sukma, saat mengajarkan penggunaan alat kreasinya ke siswa SDLB, Jumat (19/7).

Dikatakan Arindra, media belajar braile dalam bentuk abjad, saat ini cukup banyak, namun dalam bentuk angka braille masih jarang ditemukan. Dengan memanfaatkan kayu bekas kerajinan mebel dan ukir dari Jepara, dia mencoba memanfaatkannya menjadi media belajar yang menarik dan mudah untuk penyandang tunanetra.

Di kubus kayu tersebut, Arindra dan teman-temannya menempelkan angka-angka berbentuk huruf braile bertekstur. Dengan hanya meraba, para penyandang tuna netra bisa mengetahui angka-angka berapa yang ada di kubus kayu tersebut.

Penyandang tunanetra, kata dia, ada yang masih bisa melihat untuk benda-benda berwarna cerah atau ketika ada cahaya terang, sehingga media belajar yang dalam bentuk angka 0-10 itu dibuat warna warni sehingga bagi penyandang tunanetra kategori low vision masih bisa melihatnya.

Guru kelas SDLB Purwosari Sri Wigati Puji Susanti menyambut positif adanya temuan braille matematika karena memudahkan anak dalam belajar berhitung.

Selama ini, kata dia, siswa tunanetra hanya belajar menggunakan media konkret, seperti stik atau benda lain yang bisa dipakai untuk berhitung atau menjumlah. Untuk media tulisnya, lanjut dia, menggunakan riglet yang terdapat titik-titik yang timbul sehingga bisa diraba dengan jari untuk mengetahui angka-angka yang tercatat.

Dosen UMK yang juga pembimbing keempat mahasiswa tersebut, Richma Hidayati menambahkan braille matematika tersebut akan didaftarkan agar mendapatkan hak kekayaan intelektual (HKI).

Setelah terdaftar, media belajar matematika untuk penyandang tunanetra tersebut akan diperbanyak agar bisa bermanfaat untuk para penyandang tunanetra dalam belajar matematika. Setelah mengikuti ajang ISIF di Bali, kata dia, temuan tersebut akan diikutkan dalam perlombaan di Malaysia pada bulan Oktober 2019.

“Rencananya temuan braille matematika tersebut juga akan dikembangkan untuk aplikasinya yang nantinya bisa diunduh melalui google playstore untuk panduan bagi guru,” ujarnya.

Suarabaru.id/Tm