blank
Yulianto, pejuang literasi dari Kecamatan Karangrayung Kabupaten Grobogan dekatkan anak-anak dengan buku melalui cerita. Foto : Hana Eswe.

GROBOGAN – Sosok Yulianto merupakan tokoh pemuda yang layak dijadikan inspirasi. Berbekal gelar sarjana ilmu perpustakaan yang dimilikinya, pria asal Desa Sumberjosari Kecamatan Karangrayung ini mendirikan taman baca mandiri bernama Rumah Baca Bintang.

Keinginannya mendirikan taman baca mandiri ini sudah dimulainya sejak tahun 2011. Saat itu, Yulianto mengumpulkan buku-buku koleksinya. Buku tersebut kemudian terkumpul cukup banyak. Tahun 2015, Yulianto fokus mengelola rumah baca tersebut hingga sekarang.

“Sejak itu, koleksi buku, permainan dan sebagainya mulai berkembang. Begitu juga dengan jumlah anak-anak yang datang. Semakin lama, semakin banyak yang datang ke sini,” ujar Yulianto kepada suarabaru.id.

blank
Sukarelawan di rumah baca Bintang tengah mendongeng di hadapan anak-anak yang datang ke perpustakaan tersebut. Foto : Hana Eswe.

Alumnus S1 Ilmu Perpustakaan Universitas Terbuka tersebut awalnya bekerja sebagai pustakawan di sebuah sekolah. Demi fokus pada pengelolaan taman baca yang didirikannya tersebut, dirinya memutuskan keluar dari pekerjaannya pada tahun 2018.

“Saya berusaha memanfaatkan ilmu yang saya dapatkan sebagai sarjana ilmu perpustakaan agar lebih bermanfaat bagi sesama. Setidaknya, saya masih bisa berbagi sedikit keceriaan dengan anak-anak yang datang. Selain itu, saya berusaha membantu pemerintah untuk menumbuhkan minat baca, mendekatkan akses buku bacaan yang berkualitas,” tambah Yulianto, saat ditanya alasannya keluar dari pekerjaannya tersebut.

Tekad kuatnya dalam menumbuhkan minat baca dan mendekatkan akses buku bacaan berkualitas itu dilakukan karena selama ini angggapan bahwa rendahnya minat baca di Indonesia, khususnya di wilayahnya sendiri. Menurutnya, kesadaran masyarakat membaca saat ini menurun sebab harga buku yang dinilai mahal dan tidak meratanya akses buku bacaan berkualitas.

“Padahal, pembiasaan baik untuk membaca itu pertama dari orang tua, kemudian lingkungan. Itulah yang membuat saya tertarik untuk mendirikan rumah baca di sini,” tambah Yulianto.

Yulianto mengemas taman baca mandiri ini tidak melulu dengan tumpukan aneka jenis buku-buku saja. Berbagai permainan tradisional dan modern serta boneka juga disediakan di sini. Harapannya, agar anak-anak yang datang tidak bosan sebab ada berbagai variasi yang didapatkan dari perpustakaan ini.

“Selain itu, kami juga melakukan kegiatan literasi di luar rumah baca, yakni dengan mengunjungi sekolah-sekolah dan membawa buku bacaan untuk dibaca bersama anak-anak. Sebelum membaca buku bersama, anak-anak kami ajak bercerita dan bermain dengan boneka. Boneka ini kami namakan Boneka Pustaka Bergerak yang kami pergunakan untuk mendekatkan diri pada anak-anak agar tidak ada jaran disertai membaca buku,” papar Yulianto saat mendeskripsikan konsep taman baca ini.

Biasanya, taman baca ini penuh dengan anak-anak pada pagi, siang, sore bahkan di malam hari. Terutama pada saat  liburan ini, mereka mengisi waktunya dengan hal yang bermanfaat yakni membaca buku bersama. Suasana tenang saat membaca memang diberlakukan di perpustakaan tersebut agar mereka dapat mengambil kesimpulan dari buku-buku yang dibacanya tersebut.

Selain di Desa Sumberjosari, Kecamatan Karangrayung, Yulianto sudah menginisiasi taman baca lainnya seperti di Padepokan Ayom Ayem di Desa Godan Kecamatan Tawangharjo, Roemah Baca Lurung Ceria di Desa Telawah dan Taman Baca Mulia Utama di Dempel (Karangrayung).

“Taman baca mandiri yang saya dirikan ini semua dari dana pribadi. Ada beberapa buku, mainan anak, boneka, alat belajar dan alat peraga saya beli dari dana pribadi dan beberapa lainnya berasal dari donasi. Pemdes setempat sebenarnya mendukung dengan keberadaan taman baca ini. Bahkan, sempat dijanjikan untuk merenovasi taman baca ini. Hanya saja saat ini belum terealisasi, semoga di waktu mendatang dapat direalisasikan,” pungkas Yulianto.

suarabaru.id/HanaEswe